Vote dulu boleh dong?
HAPPY READING GUYS!
Sebelumnya tarik napas dulu...
.
.
.Setelah sampai di depan rumahnya, Ayra melangkah setengah berlari menuju rumahnya. Di sana terparkir motor milik Aiden juga mobil Evan. Ayra semakin bertanya-tanya ada apa. Sementara itu, Devan mengikuti Ayra. Cowok itu tak kalah bingung dengan apa yang sebenarnya terjadi.
Begitu membuka pintu rumahnya, mereka berdua di sambut oleh pemandangan Evan dan Aiden yang tengah murung. Mata Evan bahkan terlihat berkaca-kaca. Tidak berpikir lama lagi, Ayra melangkah mendekat. Gadis itu amat penasaran dengan apa yang sebenarnya terjadi. Dan kenapa Aiden bisa berada di rumahnya, bukan di pesta itu.
"Van, ini ada apa?" tanya Ayra mencoba tenang. Meskipun kenyataannya, napas gadis itu memburu. Ia meneguk salivanya, takut terjadi sesuatu.
"Lo duduk dulu." Ayra mengernyitkan dahinya. Bukannya menjawab Evan malah menyuruhnya duduk. Ayra penasaran setengah mati. Gadis itu merasa ada yang aneh. Tidak biasanya Evan terlihat seperti ini. Bahkan, itu mempengaruhi emosi Ayra karena ia menduga sesuatu yang buruk telah terjadi dan itu ada hubungannya dengan dirinya.
"Aiden, tolong ambilin Ayra air minum!" perintah Evan. Aiden langsung berdiri. Cowok itu melangkah ke arah dapur.
Ayra menatap Evan penuh harapan. Gadis itu berharap Evan segera menjawab rasa penasarannya sejak tadi. Sungguh lama-lama Ayra bisa mati penasaran karena tak kunjung mendapatkan jawaban. Sikap aneh Evan dan juga Aiden pun dapat ia rasakan. Lihat saja tadi, Aiden mengan mudahnya menuruti perintah Evan untuk mengambilkan air minum untuk Ayra. Padahal biasanya Aiden tidak akan semudah itu menuruti permintaan orang lain.
Tak lama Aiden kembali dengan segelas air minum. Cowok itu menyerahkannya pada Ayra. Ia seolah menatap Ayra iba. Ayra bisa merasakan itu. Tidak menunggu lama, Ayra meminum air yang tadi dibawakan Aiden. Ia berharap Evan segera menjawab pertanyaannya.
"Lo udah tenang kan?" tanya Evan hati-hati. Bukannya tenang, Ayra malah semakin merasa kacau. Detak jantungnya berpacu lebih cepat dan napasnya terus memburu.
"Ada apa, Van? Jawab gue!" tanya Ayra dengan mata yang berkaca-kaca.
Evan menghela napas sebentar. Cowok itu berpikir bagaimana nantinya reaksi Ayra setelah mendengar kenyataan. Ia merasa tidak tega mengatakannya. Tapi, Ayra harus tahu. "Ayroz, Ra. Dia udah nggak ada," ucap Evan.
Kalimat yang baru saja dilontarkan berubah menjadi sambaran petir bagi Ayra. Pikirannya mulai berkecamuk. Otaknya berusaha untuk menghilangkan pikiran-pirikan negatif tentang kemungkinan yang terjadi. Gadis itu berusaha keras melawan kemungkinan terburuk yang bisa terjadi.
"Maksud lo?" tanya Ayra memastikan sekali lagi.
"Ayroz udah pergi, Ra. Dia udah ninggalin kita."
Ayra mengerjapkan tanya berusaha membendung air mataya. Gadis itu mendongak ke atas sambil mencoba mengatur napasnya. Ia belum bisa mencerna kalimat yang diucapkan Evan dengan baik. Gadis itu kembali menatap Evan. Ia memaksakan senyumnya dan berharap apa yang ia pikirkan tidak terjadi.
"Ayroz emang pergi. Di kuliah di Belanda buat ngelanjutin S2-nya. Dia ninggalin gue, ninggalin gue di Indonesia. Iya kan?"
"Ra, gue tahu lo akan sulit nerima kenyataan. Tapi bukan itu yang gue maksud, Ra. Ayroz ninggalin kita selamanya. Dia udah nggak ada di dunia ini."
Seketika pertahanan Ayra runtuh. Air matanya lolos begitu saja. Dadanya terasa sesak. Pikiran negatifnya kali ini benar. Gadis itu belum mempercayai kenyataan. "Nggak! Abang gue masih ada di dunia ini. Lo bohong kan sama gue? Kalian berdua cuma mau nge-prank gue kan?"

KAMU SEDANG MEMBACA
My Ice Prince 2
Novela JuvenilSebuah hubungan pasti tak akan selalu berjalan manis. Kadang ada sebuah rintangan yang membuat hubungan itu menjadi lebih erat. Namun tak jarang hubungan itu harus kandas karena rintangan yang tak sanggup untuk dihadapi. *** Entah hanya perasaan Ayr...