Chapter 17

240 32 0
                                    

01.10.1997
Kampus Padjajaran, Bandung

"Jadi kamu tidak mau turun?" Tanya Adi menatap Karan yang masih terdiam di jok mobilnya

"Bang Adi mendukung papa? Menyuruhku tutup mata dengan hancurnya negara ini?"

"Siapa yang menyuruhmu tutup mata?"

"Jelas kan Negara ini sedang di ambang kehancuran. Kalian justru menyuruhku pergi ke luar negeri. Agar aku tidak ikut beraspirasi. Turun ke jalan untuk menuntut hak pada pemerintah"

"Jadi itu yang ingin kau lakukan? Menuntut hak-mu? Lalu bagaimana dengan kewajibanmu?"

"Kewajibanku? Aku disini membantu masyarakat sebagai mahasiswa. Aku membantu mereka untuk menyampaikan suara mereka"

"Tidak Karan.. kewajibanmu lebih dari itu. Apa kau kuliah untuk itu? Tidak. Kau kuliah untuk meneruskan perusahaan papa bukan? Apa yang akan kamu lakukan jika menjadi pimpinan saat ini? Berdemo? Membiarkan pekerjamu di PHK? Itu maksudmu membantu masyarakat? Membantu temanmu? Dengan berdemo berpura-pura berada di pihak mereka tapi justru perusahaanmu yang mem-PHK ayah mereka?"

Karan terdiam mendengar perkataan Adi. Ia tidak pernah berpikir sampai disana. Apa ia terlalu bodoh untuk menyadarinya?

"Kita pergi ke Amerika bukan untuk bersembunyi. Kita harus menyelamatkan perusahaan. Bukan hanya demi kita tapi demi pekerja kita. Perusahaan terancam harus mentup beberapa cabang karena masalah ini. Aku tahu pemerintah sedang hancur sekarang. Lalu apa? Kita bergerak di bawah pemerintahan. Setidaknya kita harus mempertahankan investor asing untuk menutupi kerugian. Untuk apa? Untuk melindungi pekerja kita. Agar kita masih bisa memberikan uang pada pekerja kita. Agar pekerja kita masih tetap bisa menguliahi anak-anaknya. Teman-temanmu! Kamu mengerti?"

Karan lagi-lagi hanya terdiam. Ia meneguk ludahnya, membasahi tenggorokannya yang terasa kering. Padahal ia tak membuka suara sedari tadi. Ia hanya bisa tertunduk takut. Ia tak bisa menatap wajah Adi karena merasa malu dengan dirinya

"Kamu masih mau turun dan berdemo atau ikut aku dan menyelamatkan teman-temanmu dengan cara kita?"

"M-maaf bang—" Jawab Karan tercekat. Tenggorokkan benar-benar serak hingga suaranya sulit terdengar

"Apa yang kau katakan?" Tanya Adi berpura-pura tuli

"Maafkan aku. Aku akan ikut ke Amerika"

"Yakin? Kau tidak akan menyesal?" Tanya Adi lagi

Karan hanya mengangguk sambil tetap menundukkan wajahnya. Adi menghela nafasnya lega. Ia bersyukur Karan bisa mengerti. Mungkin bagi masyarakat lain mereka sama jahatnya dengan pemerintah, kabur ke luar negeri saat negara sedang kacau. Tapi sungguh, Kaluarganya juga mati-matian mempertahankan perusahaan ini dan membujuk investor asing agar percaya walaupun ekonomi negara sedang tidak baik

Adi tersenyum lalu menepuk tengkuk Karan dan mengusap kepalanya lembut. Ia kemudian kembali melajukan mobilnya keluar dari area kampus, pergi menuju bandara

🍫🍊

25.02.1998

"Tidak!! dia tidak berubah sama sekali"

Orange Chocolate [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang