Chapter 5

1K 157 21
                                    

07.01.2019
Kediaman Rumah Graha

"Ma! Lingga berangkat sama siapa? Kenapa si papa ngambek segala? Masa iya aku naik bis?" Rengek putri tunggal keluarga Pak Graha. Keluarga yang tinggal di komplek perumahan elit dan tentunya rumah yang elit pula

"Ya kamu juga sih. Masa kartu kredit mama bisa habis 10 juta cuma seminggu di tangan kamu?" Ujar wanita peruh baya yang masih terlihat segar di usianya. Mungkin orang akan bertanya apa Bu Graha itu kakak Lingga?

"Nanti kalau ada copet gimana? Kalau aku diculik gimana? Kalau aku kenapa-kenapa gimana ma?" Tanya Lingga bereaksi berlebihan

"Gaakan lah sayang. Kita kan punya Tuhan, Tuhan gaakan ninggalin kita gitu aja. Tuhan bakal lindungin kamu" Ceramah Bu Graha

Lingga hanya mendengus kesal lalu segera menenteng tasnya dan berjalan keluar

"Mama sama papa pasti bakal nyesel udah buat aku badmood pagi-pagi" Ujar Lingga di ambang pintu rumahnya. Ia akan mogok makan seminggu agar orang tuanya menyesal sudah membuat putri mereka sengsara menggunakan bis umum ke kampus

"Duh anak itu bener-bener" Gumam Bu Graha sambil menggeleng-gelengkan kepalanya

"Pak Parman!!"

🍫🍊

Seorang pemuda tengah duduk di kursi bis paling belakang. Letak kosan-nya yang jauh membuat ia berkesempatan naik ke dalam bis yang masih kosong setiap harinya. Perlahan bis itu mulai dipadati orang-orang. Pemandangan biasa setiap paginya, melihat orang-orang yang terburu-buru, berantakan, mengantuk. Memang ada-ada saja dunia ini, walau pun orang-orang itu selalu mengeluh atas aktifitas mereka, tapi orang-orang itu tetap melakukan aktifitas yang sama setiap harinya

Sama seperti Thomy Wicaksono, pemuda yang terus memandangi keluar jendela bis tanpa peduli orang disekitarnya. Dia tetap sibuk dengan kegiatannya yang melelahkan, ia tetap melakukannya karena harus. Ia harus membuat ibunya bahagia, setidaknya itu alasannya untuk tetap hidup hingga hari ini. Ia pikir semua orang juga sama. Walau pun terus mengeluh, walau harus merasa lelah, ia yakin semua orang melakukannya demi kebahagiaan. Baik kebahagiaan diri atau orang lain. Walau mereka juga tak pernah tahu kapan kebahagiaan yang mereka impikan itu datang

"Pak! Bapak sengaja ya dempet-dempet saya?!" Suara melengking yang tiba-tiba mengusik Wicak dari lamunannya. Tak hanya Wicak, tapi orang-orang di bis memperhatikan seorang gadis dengan kemeja putih dan rok yang terlihat sangat elegan dan feminim. Dandanan tak biasa yang bisa kau temukan di dalam bis umum

"Apa sih neng? Udah jelas bisnya penuh" Lawan sang bapak yang tak terima dengan tuduhan gadis itu

"Awas ya bapak bisa saya tuntut" Perkataan itu membuat si bapak terdiam sejenak. Begitu pun orang-orang di sekitar. Tak ada yang peduli, dan tak ada yang mau ikut repot mencampuri urusan keduanya. Tapi mata Wicak masih memperhatikan sosok gadis itu. Ia hanya menggeleng-gelengkan kepalanya karena sungguh risih melihat pakaian gadis itu, seharusnya ia naik mobil pribadi saja

Tapi kemudian Wicak memiringkan alisnya saat melihat sendiri apa yang dilakukan bapak itu di belakang sang gadis. 'Dasar tua bangka' gumamnya di dalam hati

Tanpa menunggu lagi, Wicak segera bangun dan menarik tangan sang gadis untuk duduk di tempatnya. Ia pun berdiri tepat di depan bapak tua bangka itu menggantikan posisi sang gadis

Orange Chocolate [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang