Langit-langit kamar bernuansa keabu-abuan menjadi sasaran tatapan kosong Irene malam ini. Pikirannya berhasil terusik karena Sehun yang entah ada di mana, padahal waktu telah menunjukkan hampir pukul dua belas malam.
Irene sudah berusaha mengosongkan pikiran. Tidak peduli pada anak itu. Dia Memejamkan mata rapat-rapat, berharap bisa segera tertidur. Tetapi, ia hanya berakhir membolak-balikkan tubuhnya di atas ranjang tanpa bisa terlelap barang sedetik pun. Bahkan, aroma lavendel yang mencuat dari humudifier di atas nakas tak lagi memberi efek bagi ketenangannya.
Kesal, ia pun menyambar ponselnya. Mengusir gengsi yang bersemayam dalam batin. Dengan cepat ia menemukan kontak Sehun dan menghubunginya. Tetapi, kekesalannya tak menemukan titik henti dikarenakan Sehun yang tak kujung menjawab panggilannya. Sungguh, Irene bersumpah akan memukul kepala anak itu hingga memar kalau bertemu nanti.
Jemari Irene akhirnya mengetik pesan dan mengirimnya pada Sehun.
[Kau di mana?]
[Memangnya kenapa?]
Irene sontak membelalakkan mata. Sehun membalas pesannya secepat kilat, tetapi tak menjawab panggilannya. Membuat Irene semakin merutuk.
[Ini sudah jam berapa? Kenapa belum pulang?]
[Masih ada urusan.]
Oke.
Ini cukup membuat Irene dongkol. Sehun bahkan tidak masuk kantor. Lalu, apa yang disibukkan sampai selarut ini.
Ponselnya kembali berdering singkat. Buru-buru ia membaca pesan yang masuk.
[Kau tidur saja, tidak usah mencemaskanku. Aku akan pulang ke apartemenku malam ini.]
Ini lucu. Benar-benar lucu.
Cemas?
Anak menyebalkan itu terlalu besar kepala, dan Irene menyesal sudah menghubunginya. Dia pun mematikan ponsel, lalu menghempasnya ke sembarang arah. Tidak mau peduli lagi.
****
Irene mengembuskan napas panjang menatap pintu apartemen di hadapannya. Tangannya penuh dengan kotak makanan yang ia bawa dari rumah. Mungkin, dia sudah kehilangan kewarasannya. Semalaman mencemaskan Sehun sampai susah tidur, hingga akhirnya pagi-pagi buta menyuruh pembantu menyiapkan makanan.
Bahkan, ketika telunjuknya menekan bel, Irene masih berusaha meyakinkan diri kalau ia memang gila. Dia pun memasang wajah sedatar mungkin di hadapan kamera pada bel pintu. Tak berselang lama, bunyi yang menandakan pintu terbuka pun terdengar.
"Mau apa ke sini?" Sehun menyambut dengan raut tak bersahabat serta penampilan yang sedikit kumal.
Menyesal. Tidak ada lagi kata yang pantas mewakili perasaan Irene kecuali itu. Seharusnya, dia tidak datang ke sana. Betapa konyolnya ia yang mau saja diperbudak dengan bisikan hatinya sendiri.
Demi menutupi malu, Irene menerobos masuk ke dalam. Berusaha tidak peduli dengan Sehun yang terus mengekori. Pandangannya kemudian tersedot dengan pesona apartemen Sehun yang meski asing, tetapi cukup terasa nyaman dengan interior di sekelilingnya yang elegan. Dan, untuk ukuran laki-laki single seperti Sehun, apartemennya tertata cukup rapi dan bersih.
Langkah Irene menghampiri kitchen set minimalis bernuansa hitam putih. Terdapat meja bar untuk dua orang yang ia tempati menghidangkan kotak makanan yang dibawanya.
"Makan dan ikut denganku ke kantor," tandasnya, menghentakkan sepasang sumpit di sisi Sehun.
"Aku lagi tidak mood ke kantor," sahut Sehun.
![](https://img.wattpad.com/cover/153682446-288-k432179.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
REACH YOU
Fiksi PenggemarMenggapaimu... Mungkin suatu hal yang mustahil. Namun, bisakah aku tetap berharap? Bahwa suatu hari nanti kau bisa mencintaiku, meski tak sebanyak aku mencintaimu. - Irene Percayalah, Irene bukan seorang wanita jahat. Dia hanya melakukan apapun yang...