DUA PULUH DUA

2.4K 337 109
                                    

Langkah kaki Suho menggiringnya sampai di sebuah ruangan pasien yang sama sekali tidak seperti ruang rawat rumah sakit pada umunya. Berhiaskan interior mewah dengan aroma lavendel yang menyeruak di setiap sisi ruangan. Seandainya tidak terdengar suara dari monitor jantung di samping ranjang, ruangan itu pasti dikira salah satu suite room di sebuah hotel berbintang.

Pandangan Suho mengitari setiap sudut ruangan, tetapi sama sekali tidak menemukan sosok yang dicarinya.

Irene.

Yang berdasarkan informasi dari Sehun sedang berada di tempat ini. Namun, Suho hanya mendapati tubuh yang terbujur kaku di atas ranjang pasien.

Sungguh aneh rasanya berdua di dalam ruangan, walau sosok itu sama sekali tidak bergerak. Suho merasa sedang diawasi. Berhasil membuatnya gugup setengah mati.

"Annyeonghaseyo, Suho-imnida," gumam Suho membungkukkan badan.

Hening. Sama sekali tidak ada sahutan. Tentu saja.

Semakin lama memperhatikan sosok kaku di atas ranjang, semakin menyeret Suho jauh ke dalam lubang penyesalan. Mengingat bagaimana ia menyakiti dan melukai Irene sesuka hati, sementara Ayahnya berada di antara hidup dan mati karena telah menyelematkan Neneknya. Suho sungguh tidak tahu berterima kasih.

"Anda pasti sangat membenciku. Aku tidak tahu lagi bagaimana caranya meminta maaf. Apapun yang kulakukan Anda pasti tidak akan sudi memaafkanku," ucap Suho lirih.

Perlahan dia merapatkan duduknya pada sofa kecil di samping ranjang.

"Dari awal, seharusnya aku menolak perjodohan ini. Tidak. Semestinya aku tidak menolong Irene saat itu, jadi dia tidak perlu jatuh cinta pada orang yang salah. Kehadiranku hanya menambah penderitaannya. Aku sudah merubahnya menjadi seseorang yang menakutkan. Semua ini salahku."

Suho merunduk penuh penyesalan.

"Seandainya Anda ada di sisi Irene, apakah Anda akan memaafkan dan memberiku kesempatan?"

Dada Suho sesak menahan sesuatu yang mendesak keluar di balik sepasang matanya. Dia menatap lekat tubuh Ayah Irene yang sama sekali tidak memberi respon. Hanya deru napasnya yang tampak teratur.

Suho tiba-tiba beranjak dari duduknya, lalu bersimpuh lutut menghadap ranjang.

"Aku sadar sudah melakukan banyak kesalahan, tapi aku ingin memperbaiki semuanya. Aku ingin memberikan yang terbaik untuk Irene. Aku ingin membahagiakannya. Kumohon, beri aku satu kesempatan."

Meski terbaring koma dan tidak menunjukkan tanda-tanda kesadaran sedikit pun, namun tidak ada yang mustahil di dunia ini. Tidak bisa dipungkiri jika Irene kerap datang ke Ayahnya mencurahkan segenap keluh kesahnya mengenai Suho yang mungkin saja bisa didengar sang Ayah. Dan, kali ini Suho berusaha meminta diberi pengampunan dan kesempatan oleh beliau.

****

Cahaya matahari memapari wajah Irene. Sinarnya yang menyilaukan berhasil membangunkan Irene dari tidur lelapnya. Dalam keadaan belum sepenuhnya sadar, ia melihat hamparan langit biru berhiaskan awan putih cerah di atasnya. Rupanya, semalaman ia tertidur di rooftop rumah sakit.

Akibat merasa penat, semalam Irene meninggalkan ruang rawat Ayahnya sejenak dan pergi ke rooftop gedung untuk mendapatkan udara segar. Merasa nyaman dengan udara dan keheningan malam di sana malah membuatnya tertidur.

Dering notifikasi pesan tiba-tiba berbunyi. Irene mengecek ponselnya, segera membuka pesan yang masuk dari Sehun.

Kau di mana? Orang-orang sudah pada berkumpul.

REACH YOUTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang