Irene melangkah turun dari mobil. Menatap lurus ke arah bangunan berlantai dua kombinasi warna biru langit dan krem. Bangunan itu kini telah menjadi miliknya.
Ditemani Bogum, Irene berjalan menelusuri halaman. Menaiki tangga yang langsung membawa mereka ke depan pintu lantai dua. Dia lalu memencet bel.
Beruntung saat itu yang berada di rumah hanya Ayah Jisoo, sehingga Irene tidak perlu susah-susah mencari cara untuk membuat Ibu Jisoo tidak berada di sana. Irene memang sengaja datang di jam kerja, menghindari rumah itu penuh dengan penghuninya.
"Agassi mau minum apa?" tanya Ayah Jisoo.
Irene menggeleng sembari tersenyum. "Tidak perlu repot-repot. Bagaimana tangan Ahjussi?"
"Semakin membaik. Dokter bilang minggu depan gipsnya sudah bisa dibuka. Ini semua berkat bantuan Agassi, terima kasih."
Irene hanya tersenyum simpul. Keduanya duduk di sofa depan TV, sementara Bogum berjaga di luar. Irene kemudian menyerahkan amplop besar berwarna coklat yang dibawanya sejak tadi.
"Aku yang seharusnya berterima kasih karena sudah ditolong, jadi aku ingin memberikan ini."
"Apa ini?"
"Ahjussi buka saja."
Pria di hadapannya perlahan membuka amplop. Matanya sontak melebar saat mengetahui bahwa kertas yang dipegangnya adalah sertifikat bangunan yang ditinggali Jisoo saat ini.
"Ahjussi tidak perlu lagi pulang ke desa. Tinggallah di sini dan kelola share house ini dengan baik," tutur Irene.
Namun, Ayah Jisoo buru-buru memasukkan sertifikat itu ke dalam amplop dan kembali menyerahkannya pada Irene.
"Saya sangat berterima kasih atas kebaikan Agassi, tapi maaf, saya tidak bisa menerima ini. Saya ikhlas menolong Agassi."
"Aku hanya tidak ingin berutang budi pada Ahjussi."
Kening Ayah Jisoo sontak berkerut. "Tentu saja tidak, Agassi."
"Tapi, sepertinya Ahjussi tidak punya pilihan lain selain menerimanya." Irene menyeringai kecil bersama eskpresi yang berubah dingin. "Kecuali, kalau Ahjussi mau Jisoo tahu kenapa dia ditinggalkan kekasihnya."
Pandangan Ayah Jisoo melekat ke arah Irene. Rahangnya mengeras dan bibirnya terkatup rapat.
Menyaksikan raut wajah pria paruh baya di depannya, membuat Irene tidak bisa menepis sesak di dadanya. Tetapi, ia bersikeras mengontrol dirinya. Ini semua demi dirinya, agar tidak ada lagi yang bisa menyakitinya.
"Aku tahu hubungan Jisoo dengan Suho di masa lalu. Aku tahu Suho rela meninggalkan Jisoo agar Ahjussi terbebas dari utang-utang Ahjussi.
Aku bisa memecat Jisoo saat ini juga dan melaporkan pada keluarga Suho kalau Jisoo ada di Seoul dan kembali menemuinya. Tapi, aku juga bisa melindungi Jisoo. Selama ia tidak bertingkah dan membuatku marah, keluarga Suho tidak akan bisa menyentuhnya sedikit pun."
Tidak ada lagi senyum maupun keramahan di wajah Irene. Tatapannya pun sarat akan kebencian.
"Semuanya tergantung Ahjussi, ingin aku menjadi pelindung atau perusak hidup Jisoo."
Ayah Jisoo sontak beranjak dari duduknya. Dia duduk bersimpuh lutut di hadapan Irene.
"Ini semua salahku. Jisoo sudah sangat banyak menderita. Jangan sakiti dia. Lindungilah dia, kumohon, Agassi," kata Ayah Jisoo.
"Kalau begitu, terimalah bangunan ini dan jaga anakmu baik-baik. Jangan sampai dia berkeliaran di dekat Suho. Kalian benar-benar akan kuhabisi kalau dia sampai berhubungan lagi dengan Suho.

KAMU SEDANG MEMBACA
REACH YOU
FanfictionMenggapaimu... Mungkin suatu hal yang mustahil. Namun, bisakah aku tetap berharap? - Irene Irene bukan wanita jahat. Dia hanya seorang wanita yang mencintai tunangannya, Suho, dengan segenap hati. Perjodohan ini mungkin hanyalah kesepakatan antara d...