DUA PULUH EMPAT

2.2K 324 59
                                    

PLAK!

Tamparan keras mendarat tepat di pipi kanan Suho. Di hadapannya berdiri Ibu Irene dengan tatapan penuh amarah yang membara.

Proses kremasi Ayah Irene baru saja usai. Irene yang berhasil dibawa kembali oleh Suho untungnya masih dapat mengejar saat-saat jenazah Ayahnya di masukkan ke dalam wadah pembakaran. Namun, karena tak kuasa menahan sedih, Irene akhirnya tumbang. Dia kini terbaring tak sadarkan diri di salah satu kamar rawat rumah sakit.

"Sudah kukatakan padamu, kalau kau tidak bisa mencintai Irene lebih baik tinggalkan dia. Lihatlah, sekarang aku hampir kehilangan putriku satu-satunya karena kau!" hardik Ibu Irene.

"Maafkan saya," hanya itu yang sanggup terucap dari bibir Suho.

Rahang Nyonya Oh menegas. Kalau saja suaminya tidak menenangkan, wajah Suho mungkin telah dipenuhi luka cakar.

"Lebih baik batalkan saja pertunangan kalian!"

"Eomma..."

Sehun yang duduk lemas di kursi tunggu di depan ruangan Irene berusaha bangkit.

"Harusnya kita berterima kasih. Kalau tidak ada Suho, Irene mungkin sudah tidak bersama kita lagi."

"Tapi, ini semua gara-gara dia. Selama ini dia tidak pernah menghargai perasaan Irene sedikit pun," Ibunya bersikeras menyalahkan Suho.

"Kalau begitu biar Irene saja yang putuskan akan melanjutkan pertunangannya atau tidak. Kita tidak berhak, Eomma."

"Sehun benar, sayang," timpal Tuan Oh.

Ibu terdiam sejenak, sampai akhirnya membuang napas kasar.

"Sampai kapanpun aku tidak akan mengizinkan anakku menikah denganmu!" tandasnya sebelum meninggalkan tempat.

Pandangan Suho jatuh ke bawah. Bibirnya mengatup dengan berbagai pikiran yang memenuhi kepalanya. Mengapa di saat ia bertekad tinggal di sisi Irene, semua berubah menjadi lebih rumit?

"Tidak usah dipikirkan. Eomma tak akan bisa memengaruhi Irene. Kau tau sendiri kan bagaimana keras kepalanya Irene," ucap Sehun.

Meski tahu ucapan Sehun hanya sekadar untuk menghiburnya, tetapi Suho berusaha memberi senyum.

"Terima kasih. Tidak bisa kubayangkan kalau tadi tidak ada kau," imbuh Sehun.

"Tidak, aku yang harusnya berterima kasih karena kau menghubungiku."

Tangan Sehun kemudian menyentuh pundak Suho.

"Aku percayakan Irene padamu. Tolong jaga dia baik-baik."

Suho yang mulai pesimis, berkat ucapan Sehun kembali mencoba mengumpulkan puing-puing keyakinan. Jalan yang akan ia tempuh mungkin tak semulus dulu lagi. Namun, sama seperti Irene, apa pun yang terjadi ia akan bertahan dan tidak akan melepaskan genggamannya pada wanita itu.

****

Irene membuka mata, membiarkan penglihatannya yang buram pelan-pelan menjadi jelas. Cahaya lampu dari atas langit-langit cukup mengganggu. Wujud setiap sudut ruangan yang ia amati terasa asing, hingga tersadar dirinya terbaring lemas di ranjang rumah sakit.

Pening menghantam kepalanya. Perih pun ia rasakan di bagian permukaan tangannya yang tertancap jarum infus. Tetapi, semua rasa itu sirna tatkala sepasang mata sayunya menangkap sosok lelaki tertidur sambil memegangi tangannya.

Kim Suho.

Entah, bagaimana pemuda itu bisa berakhir di sini. Pandangan Irene langsung tersedot pada luka gores yang cukup banyak di punggung tangan Suho. Dia pasti terluka saat berusaha menarik Irene turun dari tembok pembatas gedung. Sontak, Irene menyesali tindakan gilanya beberapa saat yang lalu.

REACH YOUTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang