DUA PULUH TUJUH 🔞

4K 273 79
                                    

"Pekan depan aku akan pindah ke Mokpo bersama Eomma," ungkap wanita di hadapan Suho.

Sontak saja Suho menelan makanan di mulutnya, lalu meneguk red wine yang terhidang di atas meja. Selepas pertemuannya dengan Jisoo di lobi hotel, mereka pun berakhir makan siang bersama di sebuah restoran steak.

"Kami ingin hidup lebih tenang di sana," imbuh Jisoo.

"Lalu, bagaimana dengan karirmu di ERALUV?"

Jisoo tersenyum kecut, "aku sudah mengundurkan diri. Lagi pula, aku cuma karyawan magang."

Cukup disayangkan Jisoo memutuskan keluar dari ERALUV. Melihat posisi yang diberikan Irene padanya sebagai sekertaris walau hanya sementara, tetapi tetap saja itu menandakan kalau kinerjanya bagus. Namun, terlepas dari semua itu, Suho bisa mengerti. Tentu tidak mudah bagi Jisoo. Terlebih setelah ia kehilangan Ayahnya.

"Suho..." sesaat suara Jisoo mengambang di udara, "...aku tahu ini sangat lancang, tapi kupikir harus kukatakan padamu."

Perkataan Jisoo berhasil membuat Suho kehilangan selera makan. Jisoo memang wanita yang sulit ditebak, dan Suho mulai dirundung resah tanpa alasan.

"Selama ini aku memang hidup dengan kebencian yang luar biasa besar padamu, tapi jujur selama itu pula aku belum bisa membuka hati untuk orang lain. Dan, setelah mendengar semuanya dari Appa, aku mulai sadar dan bepikir kalau hatiku belum benar-benar pergi darimu."

Suho cukup terkesiap saat merasakan punggung tangannya menghangat karena tiba-tiba digenggam Jisoo.

"Aku ingin kau ikut pindah denganku. Kita mulai semuanya dari awal di sana."

Cukup lama Suho terdiam kaku di kursinya. Berusaha menemukan kalimat yang tepat untuk dikatakan, tetapi gagal. Wanita di hadapannya lantas memberi senyum, seakan menyadari kegalauan yang menimpa Suho.

"Aku tidak tahu apakah perasaanmu padaku masih sama seperti dulu. Aku tidak akan memaksa. Keputusan ada di tanganmu, jadi pikirkanlah dulu baik-baik," tutur Jisoo.

Dulu, saat tekadnya sudah bulat untuk meninggalkan Jisoo, Suho selalu mengharapkan keajaiban, suatu saat wanita itu berbesar hati memaafkannya dan bersedia kembali ke pelukannya. Dia terus mendambakan sebuah akhir yang bahagia dari kisah cinta mereka yang penuh perjuangan. Bahkan, ketika kembali bertemu Jisoo setelah sekian lama, ia tak menampik keinginan terlepas dari status sebagai tunangan Irene.

Namun, sekarang semua berbeda. Suho telah berjanji mendampingi Irene di sisa hidupnya. Juga, ada kebingungan besar dan rasa yang sama sekali tidak bisa ia jelaskan.

Intinya, dia tidak bisa meninggalkan Irene.

****

Irene berusaha meyakinkan diri bahwa yang disaksikannya sekarang bukanlah sebuah mimpi belaka. Bukan juga halusinasi akibat lelah bekerja seharian dan baru bisa meninggalkan ruangannya selarut ini.

"Su...suho?" gumamnya.

Ragu-ragu, ia hampiri seorang pemuda berpenampilan lusuh ―ikatan dasinya longgar, lengan baju tergulung, dan sudut kemeja yang tak tersemat rapi di balik celananya. Pemuda itu berdiri menyandari mobil sport kuning yang terparkir di depan gedung ERALUV sembari memainkan ponselnya.

"Sudah lama di sini?" tanya Irene.

Pemuda itu terkesiap dan segera menegakkan tubuh. Lalu, sedetik kemudian melemparkan senyum pada Irene.

"Tidak juga," jawabnya.

"Maaf, tadi kerjaanku banyak sekali, jadi tidak sempat menghubungimu," kata Irene.

REACH YOUTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang