Lima tahun silam, tepatnya ketika Suho memasuki tahun kedua di universitas. Dia menemukan gadis pujaan hatinya. Meski bukan pertama kali merasakan yang namanya jatuh cinta, tetapi gadis itulah yang paling spesial di antara beberapa gadis yang pernah dikencaninya.
Pertemuan dan perkenalan mereka cukup sederhana. Kala itu kafetaria kampus sangat ramai dan Suho hanya menemukan kursi kosong tepat di samping gadis itu. Mereka pun berakhir dengan makan siang bersama.
Namun sayang, jalinan cinta yang manis nan harmonis bersama gadis itu harus kandas beberapa hari setelah Suho berhasil meraih gelarnya sebagai Bachelor of Business Management. Diketahui Suho pindah ke Jepang untuk turut mengelola cabang hotel milik keluarganya di sana.
"Jadi, Suho yang memutuskan gadis itu?" tanya Irene setelah mendengar semua informasi yang diperoleh Bogum.
"Ya, kenyataannya memang begitu. Tapi, sepertinya Suho terpaksa melakukannya," jawab Bogum.
Bogum menyerahkan dua lembar foto. Salah satu foto memperlihatkan sebuah kedai bertuliskan "Jajangmyeon Soo".
"Appa gadis itu harus kehilangan satu-satunya kedai sekaligus tempat tinggal karena tidak bisa membayar utang dengan rantenir ini."
Bogum menunjukkan selembar foto lagi yang memperlihatkan seorang ahjussi dengan rahang tajam yang memberi kesan cukup menakutkan.
"Dan, setelah kuselidiki, orang ini ternyata suruhan Nenek Suho."
"Maksudmu, Nenek Suho sengaja membuat keluarga gadis itu sengsara?" tanya Irene yang langsung mendapat anggukan dari Bogum.
Sampai di sini, Irene bisa menarik kesimpulan bahwa Suho meninggalkan gadis itu karena mencoba menyelamatkan mereka dari cengkeraman Neneknya. Dan, hal ini cukup membuat hatinya gusar.
"Masalahnya..." Suara Bogum menggantung. Raut wajahnya berubah cemas. "Gadis itu adalah-"
Ucapan Bogum harus terpotong karena terdengar ketukan pintu. Jisoo muncul dari baliknya. Irene pun mengangguk, mempersilahkannya masuk.
"Sepertinya aku sudah tahu." Irene tersenyum kecut menatap Bogum. "Kembalilah ke tempatmu. Kita bicarakan lagi nanti."
Kini, tinggal Irene bersama Jisoo di ruangan. Irene berusaha menghindari tatapan ketika Jisoo menyerahkan beberapa dokumen. Terlalu sakit baginya untuk menatap wanita itu sekarang.
"Bagaimana keadaan Appa-mu?" tanyanya, sibuk membubuhkan tanda tangan.
"Keadaannya sudah membaik. Dia juga menitipkan salam untuk Anda."
Irene hanya mengangguk, tidak sanggup untuk tersenyum. Hatinya sudah cukup tercabik.
"Maaf kalau saya lancang. Bagaimana dengan tunangan Anda? Apa Anda sudah bisa menghubunginya?"
Tangan Irene sontak mematung. Rahangnya mengeras. Semalam, dalam pikiran kalut mencari Suho, dia memang sempat menghubungi Jisoo.
Irene menarik napas pelan, menengadahkan wajah menatap Jisoo.
"Dia ternyata pulang ke apartemenku semalam dan ponselnya lowbatt," dustanya. "Aku masih harus memeriksa isi dokumen ini. Jadi, kalau sudah tidak ada lagi, kembalilah ke mejamu."
"Baik. Saya permisi."
Irene menatap lekat ke arah pintu yang kembali tertutup rapat. Tangannya terkepal kuat hingga gemetar. Matanya terasa panas, membuat bulir-bulir air mulai menumpuk di kelopaknya.
Semalam, saat Irene menemukan Suho yang meringkuk di lantai di hadapan pusara Ibunya, ia langsung menghampiri pemuda itu dengan penuh perasaan cemas. Bau alkohol begitu menyengat penciuman Irene. Entah apa yang terjadi pada Suho, padahal saat berpisah di rumah sakit ia tampak baik-baik saja.
![](https://img.wattpad.com/cover/153682446-288-k432179.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
REACH YOU
FanfictionMenggapaimu... Mungkin suatu hal yang mustahil. Namun, bisakah aku tetap berharap? Bahwa suatu hari nanti kau bisa mencintaiku, meski tak sebanyak aku mencintaimu. - Irene Percayalah, Irene bukan seorang wanita jahat. Dia hanya melakukan apapun yang...