Hari yang dinanti Irene telah tiba. Dandanan natural bernuasa peach sukses menutupi kesenduan di wajahnya. Mengenakan terusan navy di atas lutut bermotif bunga, ia melenggang memasuki penthouse di hotel Suho. Belakangan, pemuda itu memang jarang pulang ke rumah karena kesibukannya di hotel.
Suasana begitu hening. Irene menemukan sang empu masih terlelap di ranjang. Dia pun menyibak tirai yang menutupi jendela besar, membiarkan sinar mentari mengusik tidur lelaki itu.
"Suho, ayo bangun! Ini sudah hampir jam sembilan, kita bisa telat." Irene menepuk-nepuk lengan Suho.
Tubuh lelaki itu menggeliat, kelopaknya mengerjap beberapa kali. Bukannya bangun, dia malah menarik selimut sampai menutupi setengah wajahnya.
"Ini masih terlalu pagi, Sayang," sahutnya dengan suara parau.
"Apanya yang terlalu pagi? Kita bisa ketinggalan kereta kalau begini," omel Irene.
Pupil Suho tiba-tiba terbuka lebar. "Kereta?"
"Hm, aku tidak mau naik mobil. Tidak berkesan."
"Kau serius mau naik transportasi umum?" Kesadaran Suho sudah terkumpul penuh.
Irene mengangguk tanpa ada keraguan sedikit pun.
"Cepat mandi!" titahnya.
"Cium dulu!"
Suho memonyongkan bibir. Irene menarik salah satu bantal dan menimpuknya ke wajah lelaki itu.
"Tidak mau!" Dia pun bangkit "Hari ini kita sarapan sandwich saja, ya. Biar cepat," imbuhnya sambil berlalu meninggalkan kamar.
"Kamu belum sarapan?"
"Aku terlalu semangat untuk hari ini sampai melewatkan sarapanku di rumah."
Tanpa Suho ketahui, senyum sumringah di wajah Irene pelan-pelan memudar. Ini mungkin terakhir kalinya ia bisa menikmati sarapan dengan lelaki itu. Meskipun kali ini ia mungkin tidak benar-benar menikmatinya.
****
Kereta mulai bergerak meninggalkan Stasiun Cheongnyangni menuju Stasiun Gapyeong. Suasana dalam kereta memang selalu padat di akhir pekan. Suho sampai harus berdiri di sisi Irene karena hanya tersisa satu bangku kosong.
Bukan masalah bagi Suho. Tapi yang membuatnya risih adalah lirikan-lirikan nakal dari beberapa pria ke arah kekasihnya yang berhasil ia tangkap. Dia pun melepas jaket denim yang ia kenakan untuk menutupi paha bening Irene yang cukup terekspos.
"Kenapa pakaianmu seperti ini, sih?" gerutunya.
"Cuacanya tidak terlalu dingin, makanya aku pakai."
"Lain kali kalau mau naik transportasi umum pakai yang lebih tertutup."
Irene terkekeh. Suho lalu merasakan hangat tangan Irene menggenggam tangannya.
"Biar mereka tahu aku milikmu," tandas wanita itu.
Bebungaan bermekaran di hati Suho. Kupu-kupu beterbangan menggelitik perutnya. Dia balik menggenggam tangan Irene, lebih erat.
Setelah menempuh perjalanan kurang lebih empat puluh menit, kereta sampai di tujuan. Para penumpang mulai memadati pintu kereta. Desak-desakkan pun terjadi. Suho dengan sigap merengkuh tubuh mungil Irene di depannya.
Menggunakan transportasi umum sebenarnya bukan hal baru bagi Suho. Dia sudah terbiasa menggunakannya saat masih bersama Jisoo dan tahu betul bagaimana kondisinya. Makanya, dia sempat ragu ketika Irene bilang ingin naik kereta.
KAMU SEDANG MEMBACA
REACH YOU
FanfictionMenggapaimu... Mungkin suatu hal yang mustahil. Namun, bisakah aku tetap berharap? Bahwa suatu hari nanti kau bisa mencintaiku, meski tak sebanyak aku mencintaimu. - Irene Percayalah, Irene bukan seorang wanita jahat. Dia hanya melakukan apapun yang...