DUA PULUH SATU

2.3K 354 97
                                    

Pukul empat dini hari, Suho harus dibangunkan dengan berita buruk melalui telpon singkat Chanyeol. Cabang Red Planet Hotel di Jepang yang termasuk jajaran hotel bintang lima di sana diterpa skandal besar. Hotel mereka dicurigai memfasilitasi bisnis prostitusi, perjudian, dan obat-obat terlarang bagi para mafia Jepang.

Ini benar-benar gila. Mau tidak mau Suho harus berangkat ke Jepang. Sebelum isu mengerikan itu tersebar ke segela penjuru dunia dan membuat harga sahamnya jatuh di titik terendah.

Matahari belum sepenuhnya menampakkan wujud, tetapi Suho telah siap dengan sebuah koper sedang di sampingnya. Chanyeol yang sejak tadi menunggunya di lantai bawa segera menghampiri.

"Dokumen yang kuminta sudah kau siapkan?" tanya Suho.

"Sudah, Hyung."

Suho mengangguk, sementara Chanyeol segera mengambil koper Suho dan menariknya menuju mobil yang sudah disiapkan di depan rumah.

Penerbangan mereka dijadwalkan satu setengah jam lagi. Saat mobil mulai bergerak meninggalkan kediaman, Suho teringat oleh Irene.

Dia tidak bisa menampik jika dirinya sangat merindukan Irene. Tidak berkomunikasi dan bertemu beberapa hari dengan wanita itu membuatnya merasakan seperti ada sesuatu yang hilang.

Hari ini ia bahkan berencana menemui Irene, memohon ampunan atas segala kesalahan yang telah melukai wanita itu. Berharap bisa memulai semuanya dari awal. Dia telah bertekad untuk mengerahkan seluruh kemampuannya untuk membahagiakan Irene. Tetapi, karena masalah perusahaan, ia harus menunda semua rencananya itu.

Menelpon Irene saat ini pun bukan langkah yang tepat, sehingga ia memutuskan untuk fokus mengatasi masalah perusahaannya dulu agar bisa tuntas secepat mungkin. Baru setelah itu ia bisa bebas bertemu Irene.

****

Irene termenung di belakang kemudi. Menatap gedung-gedung tinggi dan pejalan kaki yang dilalui. Pagi ini, jalanan yang ia tempuh berbeda dari hari-hari biasa. Bukan ke ERALUV, melainkan ke kantor Suho.

Menghabiskan waktunya seharian bersama Suho ada hal yang sangat ingin dilakukan Irene hari ini. Dia sengaja tidak menghubungi pemuda itu lebih dulu karena ingin sedikit mengejutkannya. Berharap suasana dingin di antara mereka bisa segera menghangat, mengingat sudah beberapa hari belakang mereka tidak saling berkomunikasi.

Sesampainya di lantai ruangan Suho, Irene terheran dengan sosok wanita berwajah asing duduk di meja yang seharusnya di tempati Chanyeol. Ragu-ragu, ia pun menghampiri.

"Permisi, saya mau bertemu Suho."

"Bu Irene," wanita itu terkesiap. Irene tidak menyangka wanita itu mengenalinya. "Maaf, tapi Pak Suho tidak masuk kantor. Tadi pagi dia terbang ke Jepang bersama Pak Chanyeol."

Kekecewaan segera merasuki jiwa Irene. Hanya tersisa hari ini untuknya bersama Suho, tetapi takdir tampaknya tidak mengizinkan. Bersama wajah lesu ia pun pamit dari sana.

Di depan Hotel Red Planet, Irene menunggu taksi yang datang. Sopirnya sudah ia suruh pulang karena berpikir akan pergi bersama Suho.

Tangannya mengeratkan pegangan pada sebuah box sedang berwarna grey yang sejak tadi dibawanya. Dibukanya benda itu. Matanya menatap sendu sebuah cincin emas putih dengan permata kecil di tengahnya serta kaos putih lusuh yang mulai menguning.

Cincin itu sebelumnya selalu melingkar di jari manis Irene. Tidak pernah sekalipun ia menanggalkan benda mungil itu dari jemarinya kecuali saat mandi. Cincin yang disematkan oleh Suho sebagai tanda kasih atas pertunangan mereka. Sementara kaos itu satu-satunya barang yang ditinggalkan Suho kala menolong Irene sewaktu SMA. Kaos itulah yang digunakan Suho untuk melilit luka di tempurung lutut Irene.

REACH YOUTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang