Suho meneguk red wine dari gelas burgundy sembari menatap wanita berbusana one piece cokelat muda di hadapannya. Ada segelintir kesyukuran menyaksikan wanita itu menikmati steak-nya.
"Bagaimana persiapan pindahanmu?" Suho memulai pembicaraan.
"Hampir rampung, tinggal mengurus barang-barang yang mau dikirim ke ekspedisi," sahut Jisoo.
"Kalau butuh bantuan, jangan sungkan bilang padaku," tandas Suho.
Jisoo mengangguk bersama senyum. Turut meneguk wine, lalu menyeka bibir.
"Oh iya, besok teman-teman rumahku buat acara makan malam kecil-kecilan di rumah, katanya sebagai pesta perpisahan. Kau bisa datang?"
"Besok ya?" Suho menimbang-nimbang. "Aku tidak bisa janji, tapi kuusahakan datang."
"Kalau kau luang saja," sahut Jisoo, kembali menyantap makanannya.
Tampaknya, Jisoo datang dengan suasana hati yang bagus. Suho jadi bingung bagaimana cara membawa pembicaraan ke arah yang lebih serius, yang menjadi tujuan mereka bertemu. Minuman pun kembali ia teguk.
"Suho? / Jisoo?" ucap mereka bersamaan.
"Ada apa?" tanya Jisoo segera.
"Tidak, kau saja duluan." Suho tersenyum menampakkan deretan giginya yang apik nan putih.
Jisoo merapikan posisi duduk, "kau... ikut denganku kan?"
Suho menelan saliva. Momen yang ditunggu-tunggu akhirnya datang. Ada sensasi luar biasa di balik dadanya. Dia pun menarik napas tenang, meraih map cokelat yang ditaruh di kursi sebelahnya.
"Apa ini?" tanya Jisoo setelah mendapatkan map itu.
"Sertifikat hak milik apartemen dan bangunan pertokoan, juga buku tabungan. Saldonya tidak banyak, tapi kupikir cukup untuk membuka usaha di Mokpo," jelas Suho.
Kening Jisoo malah berkerut, namun Suho berusaha tak mengindahkan.
"Jujur, selama ini aku tetap menabung seperti yang kubilang padamu dulu. Ini kulakukan semata-mata agar tidak membunuh harapanku hidup bersamamu," lanjutnya.
Jisoo kembali tak berkomentar seolah menuntut Suho agar segera memasuki inti pembicaraannya.
"Pekan depan kita sama-sama berangkat ke Mokpo. Aku ingin memastikan kau hidup dengan baik di sana."
"Lalu?"
Suho membiarkan hening bertakhta sesaat. Manik Jisoo yang melekat padanya cukup mengintimidasi. Keceriaan yang sempat terpancar pun telah meninggalkan raut wanita itu.
"Maafkan aku, Jisoo. Aku... tidak bisa ikut tinggal denganmu," ucapnya lirih.
"Jadi maksudmu kau tidak mau memberiku kesempatan?"
"Bukan tidak mau, tapi keadaannya sudah beda. Irene sudah jadi tanggung jawabku sekarang, aku tidak bisa meninggalkannya."
Jisoo bungkam. Dia meneguk minumannya sampai habis, lalu menarik botol wine dan kembali menuangnya ke gelas. Belum habis ia minum, Suho segera menghentikannya.
"Kau bisa mabuk."
Jisoo meringis, wajahnya memerah. "Padahal aku sudah sangat menantikan hidup bahagia bersamamu, mengakhiri semua kepahitan ini."
KAMU SEDANG MEMBACA
REACH YOU
FanfictionMenggapaimu... Mungkin suatu hal yang mustahil. Namun, bisakah aku tetap berharap? Bahwa suatu hari nanti kau bisa mencintaiku, meski tak sebanyak aku mencintaimu. - Irene Percayalah, Irene bukan seorang wanita jahat. Dia hanya melakukan apapun yang...