III: Khawatir

2.6K 202 0
                                    

Sindara turun dari mobilnya dan masuk ke dalam kantornya. Kantor itu tak seperti gedung yang bertingkat-tingkat. Kantornya hanyalah seperti rumah yang terlihat friendly, cozy, and warm. Ruangan kantornya memiliki 2 lantai, bersebelahan dengan bengkel furniture di sisi kanan kantor.

"Morning, Miss." Sapa Jeni, penjaga resepsionis.

"Morning, Jeni." Sindara berhenti sebentar di meja resepsionis untuk sekedar berbincang kecil dengan Jeni sebelum akhirnya pergi ke kantornya.

Di dalam kantornya, Brian sudah duduk di kursi tamu dengan buku katalog di tangannya. Ia sibuk menyingkap halamannya satu per satu dan menandai setiap gambar yang menurutnya menarik. Sindara hanya membiarkannya saja dan segera duduk di kursinya. Ia meraih tumpukan proposal yang sudah disiapkan oleh Brian sebelumnya di meja.

"Brian, proposal tiga hari yang lalu, kau tahu di mana?" Tanya Sindara. Brian tak menyahut dan masih fokus dengan katalognya.

"Brian." Ulang Sindara.

Brian terkejut sendiri mengetahui Sindara yang sudah duduk di sana. "Sejak kapan kau ada di sana?" Tanya Brian.

"Sudah setengah jam yang lalu. Proposal tiga hari yang lalu, kau tahu dimana?" Sindara mengulang lagi pertanyaannya.

"Ah..." Brian segera bangkit dan mengambilkan proposal untuk Sindara. Ia menyerahkan 2 proposal yang dipilih oleh Sindara.

"Proposal hari ini, aku tidak begitu tertarik. Aku akan memutuskan antara 2 proposal ini."

"Oke. I suggest you this one. Really your type." Sindara memandang seolah tak percaya dengan Brian.

"Sejak kapan kau tahu tipeku?" Sindara tertawa kecil.

"Aku sudah di sisimu selama bertahun-tahun. Bagaimana aku tidak tahu?"

"Aigooo~"

"Ya sudah kalau tidak percaya. Oh ya, bagaimana dengan dia?"

"Dia siapa?"

"Jangan pura-pura tidak tahu."

Sindara tertawa lagi. "Ya, begitulah. Dia sehat. Dia tambah tampan. Tapi, hampir dua minggu kita tidak bertemu lalu hanya bertemu dalam waktu semalam, apa itu bisa membuat rasa kangen hilang?" Sindara seperti anak kecil yang mengadu kepada ayahnya.

"Ya memang itu resikonya. Aku sudah mengatakannya berkali-kali. Berpacaran dengan seorang idol itu tak mudah. Waktu kalian sedikit. Tidak bebas. Kalau semua orang tahu kau kekasihnya, kau bisa dihujat sana-sini."

"Lalu, aku hanya harus bisa menerimanya. Begitu kan maksudmu?"

"Hmm. Kembali lagi itu semua pilihanmu. Banyak-banyaklah bersyukur kalau kau bisa bertemu dengan dia barang hanya sebentar saja."

"Aku sudah banyak bersyukur, Brian. Beruntung sekali kau mencarikanku apartemen di sana."

"Hahhh" Brian menghempaskan nafasnya pelan. "I don't know what I feel."

"Yaaa kau harus senang. Kau yakin itu sebuah kebetulan, 'kan?"

"Of course. You stay there first."

"Baiklah." Sindara hanya mengangguk-angguk dan kembali melihat ke proposalnya. "Kau benar. Ini tipeku. Tolong hubungi pengirimnya. Thank you, Brian." Sindara memberikan proposal itu kepada Brian.

"Weird. How do you decide this? Dari tadi kan kita mengobrol. Kau tidak memeriksanya dengan benar, ya?"

"Kau tahu kan aku selalu penuh dengan pertimbangan."

¤¤¤

Sindara bersiap untuk rapat hingga dentingan ponsel menghentikannya. Ia membukanya, dari Seungwoo. Ia mengirim beberapa balasan sebelum akhirnya memasukkan ponselnya ke saku jasnya dan segera pergi ke ruang meeting.

Setelah meeting ketika waktu istirahat, Sindara sedang makan siang dengan Brian dan karyawan lainnya di cafeteria yang terletak di sisi kanan lantai 1 kantornya.

TV besar yang tergantung di sana menayangkan acara berita tentang manipulasi voting sebuah acara survival di mana Seungwoo menjadi bagian dari acara tersebut hingga ia lolos dan bergabung dalam suatu grup bersama anggota lainnya.

"Waah, aku tak percaya ada yang berani membongkar hal itu." Ujar Key, salah satu karyawan di sana.

"Bukankah acara seperti itu wajar saja kalau ada manipulasi voting? Tidak hanya acara itu, acara yang lainnya pun sama. Ya, walaupun tidak semuanya." Komentar Hani.

"Harusnya sih tidak boleh. Kan kasihan dengan yang seharusnya bisa debut tapi malah tidak debut." Kini Hechan yang berkomentar.

"Ya, kau pikir saja. Mana bisa yang talentanya masih kurang terus tiba-tiba masuk line up debut. Setidaknya kalau mau tampil di atas panggung tidak boleh main-main, kan?" Sahut Hani.

"Pada akhirnya, anak-anak tersebut lah yang menjadi korban." Kata Brian dengan menggeleng-gelengkan kepalanya seperti kasihan dengan anak-anak itu.

"Betul. Betul. Mereka bahkan membatalkan sejumlah iklan. Masih dihujat sana-sini. Kan aku kasihan dengan Junho-ku. Well, they deserve to be loved." Ujar Key yang juga adalah seorang fans dari mereka.

Sindara hanya bisa diam dan mendengarkan berbagai tanggapan dari rekan kerjanya. Dia sendiri bukanlah orang yang faham dengan hal seperti itu. Tak pernah sekalipun ia menonton acara seperti itu. Sindara segera menyudahi makanannya dan kembali lagi ke ruangannya. Ia mengirim pesan kepada Seungwoo.

Lama Sindara menunggu balasan dari Seungwoo

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Lama Sindara menunggu balasan dari Seungwoo. Ia mencoba menelfonnya namun tak aktif.

¤¤¤

Malam hari Sindara mencoba menonton TV dengan siaran berita tidak mengenakkan itu yang memang masih wara wiri di channel TV. Ia mendengarkan dengan seksama sambil sesekali melihat ponselnya barangkali Seungwoo membalas. Tapi tak ada. Pesan itupun bahkan belum dibacanya.

Hingga hari berikutnya, dan berikutnya lagi. Sindara tak mendapatkan kabar apapun. Ia bahkan pernah berpikir untuk mengunjungi dorm mereka, namun itu juga tidak mungkin baginya.

Setelah tiga hari lamanya, Seungwoo tiba-tiba datang ke apartemen Sindara dengan topi dibalik hoodienya. Sepertinya ia diam-diam mencuri waktu, ataukah ia menyembunyikan kesedihannya.

Sindara yang saat itu sedang bekerja di ruang tengah berhasil dikejutkan olehnya. Ia segera beranjak dan memeluk Seungwoo yang hanya tersenyum seperti biasanya dengan lesung pipitnya yang dalam.

"Aku khawatir kau tidak ada kabar." Sindara memukul punggung Seungwoo pelan.

"Maaf." Seungwoo mengelus kepala Sindara menenangkannya dan memberinya ciuman di ujung keningnya.

Sindara menenggelamkan wajahnya di dada bidang Seungwoo. Lama mereka berpelukan hingga Sindara tiba-tiba mendorong Seungwoo pelan. "Kamu bau."

Seungwoo tertawa, "aku habis latihan terus langsung ke sini."

"Mau mandi?" Tanya Sindara.

Seungwoo menaikkan sebelah alisnya, "sure."

Secrets: Love between Us | Han Seungwoo X OC  ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang