Happy reading..
______________"Yeah, akhirnya gue bisa bebas dari ruang ujian," seru Dhisa sambil meregangkan ototnya.
Ini hari terakhir ujian semester genap, membuat semua siswa yang keluar merasakan keceriaan kembali, setelah beberapa hari mengikuti ujian semester kedua ini, yang membuat mereka jengah bahkan ada yang sampe mematahkan pensilnya akibat kesal sendiri dengan soal ujian yang di terima.
Memang kadang kala soal ujian dengan soal contoh yang di ujiankan berbeda dengan apa yang ada di contoh apalagi ulangan harian. Sungguh membuat kepala Dhisa ingin pecah rasanya. Namun dengan begitu tetap saja mampu menyelesaikan soal-soal walau dengan jalan menyontek pada akhirnya.
"Akhirnya selesai juga nih ujian, gak sia-sia gue ngerjain soal dengan cepat," seru Meicha yang ada di samping Dhisa.
"Alah cepet juga dapet nyontek ini kan," ujar Dhisa.
"Enak aja gue ngerjain sendiri kok, ya walau ada sebagian yang nyontek sih," akunya sambil menampilkan deretan giginya yang putih.
Dhisa langsung menoyor kepala Meicha saat itu juga.
"Sama aja, ojah." UjarnyaMeicha hanya mencebik kesal atas perbuatan Dhisa.
Mereka kini sedang menunggu Dea dan Rissa yang memang beda ruangan dengannya.
"Wih lama nunggu ya," ujar Dea yang baru datang, dengan diikuti Rissa di belakangnya.
"Udah tau lama malah nanya, untung gak lumutan ini," seru Meicha jengah.
Dea hanya menggaruk tengkuknya yang tak gatal, merasa apakah ucapannya yang ia lontarkan salah?
Dan tak jauh dari kelas mereka pun datang gerombolan Eric cs yang menuju kearahnya.
"Wih gue yakin nih, gue bakal dapet nilai gede dari ujian ini," ungkap Dimas percaya diri.
Rio yang berada di sampingnya menoyor kepala Dimas, membuat sang empunya menbok lengannya.
"Halusinasi lo terlalu tinggi, gue takut nanti elo jatoh terus gak ada yang mau nolongin," tutur Rio setelahnya.
"Sialan lo, bukannya Aminin kek ucapan gue," kesalnya
"Makanya jangan ngehalu mulu pikirannya, susah sih kalo udah gabung sama geng-geng halu kayak kalian mah," tukas Meicha.
"Elo sebenarnya mau ngehujat apa mau nasehatin sih Mey, pedes banget tuh mulut," aku Dimas.
Meicha hanya mengangkat bahunya cuek.
Eric tak memperdulikan lagi percakapan mereka, yang terfokus saat ini adalah Dhisa yang membuat pikirannya akhir-akhir ini dipenuhi oleh wajah imutnya ketika marah apalagi ketika cemberut.
Tatapannya terus terfokus pada Dhisa, membuat Dhisa bergerak tak nyaman di tempatnya berdiri.
Dan dengan jalan satu-satunya saat ini adalah menundukkan kepalanya menyembunyikan pipinya yang merona.
"Pergi aja yuk, daripada disini jadi kambing congek," seru Meicha.
"Hahah kenapa lo? Gak punya pasangan sih iri aja bisanya, makanya cari pacar neng, biar ada yang romantisin," ledek Dimas.
"Idih sendirinya kayak yang punya pasangan aja," tukas Meicha tak kalah sindirnya.
Sedangkan Dea dan Vino sudah pergi kini tinggal dirinya, Rio, Dimas dan Rissa yang menemani Dhisa dan juga Eric.
"Setidaknya gue berusaha buat mastiin perasaan gue," sindirnya sambil melirik sekilas ke arah Rio.
Sedangkan Rio sudah memalingkan wajahnya sedari tadi.
"Idih sok bucin," tukasnya.
"Gue duluan mau cari masa depan gue, bye jangan kangen," serunya sambil dadah gak jelas membuat Meicha enek liatnya.
"Idih najis," ujarnya.
"Ya udah mending kita ke kantin aja yuk!" Sambil menggandeng tangan Rissa meninggalkan Rio yang bengong sendirian.
Hingga dirinya tersadar dan cengo sendiri telah ditinggal oleh teman-temannya.
"Anjir, gue di tinggal," gumamnya.
"Van kantin yuk," ajak Rio ketika Revan baru datang di hadapan mereka.
Dengan cepat Rio menyeret Revan dari hadapan dua insan yang saat ini masih terdiam diri.
Setelah dirasa teman-temannya pergi dari hadapan mereka berdua, Eric pun berucap mencairkan suasana yang sedikit sunyi.
"Gimana ulangannya?" Sambil menarik dagu Dhisa yang sedari tadi hanya menunduk ke bawah.
Koridor saat ini sedikit murid yang berhilir mudik, sehingga membuat leluasa keduanya untuk berbincang.
"Lumayan, ya walaupun sedikit menguras pikiran," jawabnya
"Paling dapet nyontek dari temen kamu kan?" Ledeknya.
"Enak aja, aku jawab soal sendiri kok," akunya sambil menyikut perut Eric.
Mereka berjalan beriringan di koridor yang tampak lenggang, walau ada sebagian murid yang berhilir mudik memperhatikan mereka berdua.
Eric hanya terkekeh setelahnya sambil mengacak-acak rambut Dhisa, membuat Dhisa mencubit tangannya.
"Nakal banget sih nih tangan, kan jadi acak-acakan rambutnya." Sambil mengerucutkan bibirnya, membuat Eric gemas sendiri akan tingkah Dhisa.
"Biarin aja nakal juga ke pacar sendiri, bukan ke pacar orang lain ini," ujarnya santai.
Membuat pipi Dhisa kembali merona. Dan Eric yang melihatnya jadi gemas sendiri.
"Ih cantik banget kan jadi sayang," serunya
Dhisa langsung menyikut perutnya membaut Eric sedikit meringis.
"Ih sakit tau, emang kamu gak sayang sama aku hem?" Tanya nya
"Gak." Serunya cepat.
Membuat Eric memandangnya tak percaya.
Dhisa yang melihatnya menahan senyum dan bergegas meninggalkan Eric yang terdiam diri. Sambil berseru," Gak salah lagi, maksudnya, aku malah sayang banget sama yang namanya Eric Wiliam Aldairic," serunya sambil berlari, sebelum ia benar-benar dikejar oleh Eric.Eric yang mendengarnya spontan langsung mengejar Dhisa, dan jangan lupa senyumannya yang terbit dari bibirnya.
"Iya gue juga sayang sama yang namanya Dhisa Marthalia Audry," serunya, membuat murid-murid yang ada di koridor geleng kepala akan tingkah absurd mereka.
Jika memang sifat dan tabiat tak mampu menyatu maka hati bisa saja menyatu, karena perbedaan tak bisa menolak hati yang seharusnya bersatu.
TAMAT.
***
Alhamdulillah selesai juga kisah Eric dan Dhisa, semoga kalian menyukai cerita aku ya, jangan lupa buat coment, vote, and share ke temen-temen kalian yaa..See you gaess😘

KAMU SEDANG MEMBACA
[1]RICSHA ✓
Random[COMPLETED] Ini dulunya cerita ' Eric' terus aku ganti dengan ' Ricsha' Jika sikap saja saling tolak-menolak apakah hati bisa tarik-menarik? Cerita klise dari cewek bar-bar yang diam-diam suka sama pangeran sekolah, jangan salahkan jika hatinya mema...