30

1K 27 0
                                    

Setelah mengantar pulang Dhisa, Eric langsung bergegas balik arah bukan menuju rumahnya melainkan ke tempat yang biasa ia jumpai bersama teman-temannya, yaitu bengkel nya Rio .  Ibarat tempat itu sudah menjadi basecamp mereka, setiap setelah pulang sekolah atau libur sekali pun, mereka selalu berkumpul bersama di bengkel nya Rio.

Bukan milik Rio , melainkan milik abangnya. Bahkan abangnya Rio, bang Rido, selalu menyambut kedatangan mereka dengan senang hati.

Tak butuh waktu lama hanya memerlukan sekitar tiga puluh menit menempuh bengkel abangnya Rio, akhirnya ia sampai. Disana sudah ada Dimas yang sedang ngoceh sendiri bermain game di tempat gazebo, Vino yang sedang memetik gitarnya dengan menemani Dimas, dan Rio yang sedang membantu bang Rido, membantu membetulkan motor yang rusak.

Yang jelas mereka terlalu sibuk sehingga kedatangan Eric pun tak diketahui oleh mereka, kecuali Vino tentunya yang langsung melambaikan tangannya menyuruh Eric untuk bergabung dengannya.

"Anjirrr,  awas Bambang.. aaa anjir kalah" oceh Dimas pada gamenya, ketika Eric sampai di tempat duduk yang di duduki oleh Dimas dan Vino.

Eric yang melihatnya hanya menggelengkan kepalanya, sudah faham betul dengan tabiat Dimas.

"Kapan datang, ric?" Tanya Dimas yang baru saja tersadar akan kehadiran Eric di tengah-tengahnya.

"Dari tadi, elo nya aja yang fokus sama tuh game, temen nya datang aja gak tau" ketusnya.

"Aduh jangan ngambek gitu dong aa, aku janji kok gak bakal fokus terus sama game" seru Dimas dengan intonasi ucapannya yang dibuat-buat se alay mungkin.

Vino yang mendengarnya langsung menjauh jijik, sedangkan Eric hanya memandang nya datar.

"Bukan temen gue" ujarnya.
"Anjir lo jahat banget sama gue" tuturnya dengan wajah sok nelangsanya.

Rio yang melihatnya langsung melemparkan botol bekas sambil mengumpat pelan.

Dan tepatnya botol itu mengenai wajah mulusnya, bukannya marah Dimas justru tertawa bahak.

"Kok gue punya temen kek gini-gini amat ya, perasaan gue semasa SD dulu temen-temen gue pada alim semua dah" keluh Vino

"Ini udah zaman SMA cuy, udah zamannya milenial, masa elo samain sama zaman old lagi sih, elo kalo mau balik ke masalalu, silahkan aja tapi jangan ajak-ajak gue" ujar Dimas.

"Ogah juga kalo gue mau pergi ke masa lalu, gue gak bakal ajak elo dim, lagian ya masa lalu gue gitu-gitu aja gak ada yang menarik" paparnya.
"Mending gue" seru Dimas
"Apa? Emang elo punya masa lalu dim?" Tanya Rio setelah selesai membantu bang Rido dan ikut bergabung dengan Eric serta yang lainnya.

"Mana ada si Dimas punya masa lalu, paling masa lalunya main boneka-bonekaan sama anak tetangga, iya kan Dim?" Ujar bang Rido sambil terkekeh.

"Anjir, bang itu terlalu memalukan menurut gue bang, masa lalu gue gak separah itu lah" seru Dimas.

"Ada kok yang parah" ucap Eric yang sedari tadi hanya menyimak pembicaraan mereka.

"Apa?" Tanya Rio dan Vino kompak sambil memasang wajah keponya.

"Pernah nyangkut di pohon, terus nangis karena gak bisa turunnya" ucapnya dengan ketawa pelan.

Rio dan Vino pun sudah tertawa bahak, bang Rido yang mendengarnya hanya terkekeh saja. Sedangkan Dimas ia sudah menutup wajahnya dengan kedua tangannya menahan malu.

"Itu masa lalu gue yang paling menyedihkan, lo jangan buka aib gue dong, ric" ujarnya.

Eric yang melihatnya hanya tersenyum sengit dan kembali memetik gitar yang ia rampas dari kungkungan Vino.

[1]RICSHA ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang