Sudera Untuk Brahmana

1🍂 Dia berbeda?

Langit kelabu memayungi langkahku, hijab kumuhku berterbangan. Rintik hujan turun bersama lelehan air dari dua sudut kelopak mataku. Kedua tanganku gemetar, menggigil seiring air hujan yang membasahi seragam putih abu-abu yang melekat pada tubuhku.

Kakiku terus melangkah, menyusuri jalan tanah setapak penuh lumpur. Ketika langkah kakiku sedikit terseok, sebilah kakiku tergelincir dalam kubangan air. Aku terjatuh, terisak sembari berusaha bangkit. Mengingat semua yang telah menimpa, membuat dadaku seperti terhimpit batu besar. Sungguh menyesakkan. Apakah tak pantas bagiku berjuang untuk dapat dihargai?

"Kau tidak akan bisa berdiri dalam keadaan menangis seperti itu."

Mataku menangkap sosok pria dengan kaos dan sarung batik kotor penuh lumpur tiba-tiba ada di hadapan. Memilih bersikap acuh, keberadaan pria itu tak berarti, kembali berusaha untuk bangkit.

"Sudah kukatakan, kau tidak akan bisa bangkit dengan air mata banjir seperti itu." Pria itu tersenyum kecut melihatku terus berusaha bangkit namun tak kunjung bisa.

"Apa pedulimu? Kau ingin mengasihani aku seperti kaum kesatria mengasihani para sudra?!" balasku sarkas.

Tak ada jawaban darinya. Pria itu mendengus lalu beringsut, mengambil kayu panjang kemudian mengulurkannya padaku.

"Pegang ujung kayu ini!"

Tak ada balasan, aku itu masih kukuh dengan posisiku.

"Cepat, pegang kayu ini!" ucap pria itu lagi dengan suara lebih keras.

"Aku tidak mau, pergilah!" Tolakku tegas.

Pria itu melepaskan sisi kayu yang dipegang, membuat kayu itu terjatuh lalu meletakkan di samping kubangan sisiku.

"Tancapkan kayu itu pada sisi kanan kubangan. Kau bisa berdiri dengan menjadikannya penopang," ujarnya, bergerak mudur lalu membalikkan badan. Berjalan berlawanan arah dengan posisi di mana aku menghadap.

Punggung tegap pria itu mulai menjauh hingga menghilang.

"Mungkinkah dia berbeda dengan mereka yang sering mencaciku?"

Semarang, 26 Oktober 2019