Athena, Yunani

1.3K 115 2
                                    

Kelas 12 IPS 1 belajar seperti pada umumnya, biasanya sekolah akan memprioritaskan orang - orang pintar bin ambis dikelas IPA 1. Manusia didunia ini selalu memperebutkan angka satu contohnya Raida dari jaman dia SD - SMA sekarang ini ia selalu ranking satu. Banyak yang membicarakannya karena terlalu ambis, yang membuatnya semakin tidak disukai adalah Raida selalu memberikan jawaban kepada teman laki - lakinya dibanding teman perempuannya. Tak jarang juga orang yang mendekatinya hanya memanfaatkan kepintarannya.

"guys, Pak Dodi gak masuk beliau ngasih tugas, halaman 20 - 25 ya," ucap Anfa sang ketua kelas.

"dahlah gak usah dikerjain, buat PR aja minggu depan," ucap Zigo kepada teman - temannya.

"setuju."

"awas aja pada ngumpulin," sindir Dino.

"kalo gue si mau ngumpulin," saut Raida.

"dih, gak solid." Dino memutar bola mata malas dibalas dengan tampang menantang.

Lagi - lagi dia, gak bisakah satu kelas kompak ? kepribadian Raida bertolak belakang dengan mayoritas mereka. Aira menatap punggung Raida kenapa gue harus sekelas si pikirnya.

Tak lama Sea menghampiri Raida lalu duduk disebelahnya. Aira sangat tahu pasti Sea menyalin jawaban Raida. "cih, dimanfaatin aja belagu," gumam Aira yang didengar oleh Zigo.

"ngape lo ?" tanya Zigo dengan tatapan mengikuti arah mata Aira.

"oh lo jealous," ledek Zigo.

"gak banget." Aira menyeringai dan menatap Zigo tajam.

"halah, dendam ape lo ama dia ?" tanyanya lagi.

"brisik lo, Zigonggg." Aira meninggalkan Zigo yang sedang terkekeh.

Aira berjalan menuju taman depan kelasnya, memandang langit yang tertutup oleh pepohonan yang rindang. Sangat tepat untuk menenangkan diri. Baru saja Aira memejamkan matanya Bu Suwiti lewat melihat kearah Aira yang sedang duduk di gazebo. "Aira," panggilnya.

Aira membuka kelopak matanya mencari sumber suara dan mendapatkan Bu Suwiti sedang melambaikan tangan. Kemudian Aira berjalan menghampiri.

"kenapa, bu?" tanya Aira.

"Ibu liat mangga jatuh jadi pengen, kamu bisa ngambilin gak ?" pertanyaan yang dilontarkan Bu Suwiti sukses membuat Aira melotot.

"Kok saya, bu ? saya kan pendek, bu mana sampe. Kenapa gak Pak Suwito aja ?" Aira memberikan penawaran.

"saya pengennya kamu, lagipula yang ada disini Cuma kamu." Aira memutar bola mata lalu berjalan untuk memanjat pohon mangga. Sebelum itu Aira membuka sepatu dan kaos kakinya. Ia juga mengangkat roknya, untungnya Aira selalu menggunakan celana panjang.

"ternyata kamu jago manjat ya saya gak nyangka." Sepertinya pernyataan itu lebih ke arah meledek dibanding memuji sudah tua kok masih ngidam pikir Aira.

Aira berdiri disalah satu ranting berjalan dengan sangat hati - hati. "itu Ai, yang paling gede," ucap Bu Suwiti secara menunjuk buah mangga yang paling besar.

"tangkep, bu." Aira melemparkan buah mangga itu. Namun sayang, buah itu tak dapat ditangkap oleh Bu Suwiti. Alhasil buah itu bonyok gitu aja.

"Ih kamu gimana si jadi bonyok. Dahlah saya gak jadi, kamu turun aja." Aira melongo tak percaya.

"sudah syukur saya mau ambilin, bu," gumam Aira sambil mencoba untuk turun.

Aira menundukkan kepalanya "buset, tinggi juga. Gimana gue turun anjir ?" Aira menggaruk kepalanya yang tak gatal. Mata Aira menelusuri koridor tetapi tidak ada satupun orang yang lewat untuk dimintai bantuan. "sial," umpat Aira.

Terjebak diatas pohon lebih gak enak dibanding terjebak friendzone. Sudah 10 menit Aira nangkring diatas pohon tapi tak ada orang yang melihat. Angin sepoi - sepoi menerbangkan anak rambutnya, wajah cemberut serta rambut yang sudah tak karuan membuat Aira terlihat seperti anak depresi yang ingin bunuh diri.

"WOY, NGAPAIN LO DIATAS POHON," teriak Sea dari jendela kelas.

"GUE GAK BISA TURUN EY, BANTUIN GUE," jawab Aira tak kalah kencang. Dunia mereka serasa di hutan mentang - mentang sedang menjelma sebagai monyet.

"sedih banget si gue ngeliat lo," ujar Sea dibawa pohon.

"Brisik deh, bantuin gue turun basat." Aira sudah tidak tahan lagi untuk mengumpat.

"lagian lo kaya monyet nangkring disitu," ledek Sea.

"Lo niat bantuin gue gak si ? kalau gak niat bantuin mending pergi sana muak gue liatnya." Aira membuang muka kesembarang arah. Tubuhnya sudah gatal - gatal sedari tadi, pohon mangga banyak semut rangrangnya. "ARGHHHH, kenapa tadi gue gak nolak aja siii." Akibat menundukkan kepala terlalu dalam keseimbangan tubuh Aira hilang.

"AAAAA," teriak Aira seraya menutup mata.

"lebay lo, orang pendek juga. Buka mata lo." Sea menyentil pelipis Aira.

"Bukannya ditolongin malah disentil, Dasar Alien." Sea pergi membiarkan Aira begitu saja.

-----------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------

*hargailah karya seseorang dengan tidak menjiplak ceritanya serta jangan lupa tinggalkan jejak kalian. terimakasih.

Sekolah MiliterTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang