Rumah bernuasa alam itu terlihat tenang. Namun, semenjak Aira dating ketenangan dirumah itu hilang. Keributan, debat serta berbagai ocehan sudah terdengar dimana matahari masih malu – malu untuk muncul. "anterin gue woy." Aira menarik kerah Ayman yang sedang berusaha kabur.
"apasi lepas, gue masih ngantuk." Ayman menepis tangan Aira.
"jingan, nanti gue telat, Ayman," ucap Aira penuh penekanan.
"lo liat jam, masih jam 5 lewat dikit, lo mau jadi kang sapu disekolah ?" Ayman enggan berdebat dengan Aira.
"Gue olahraga, Ay. Nanti gue dihukum Bu Suwiti kalau jam setengah enam belom dateng," jelas Aira.
"omelin balik, ribet lo." Ayman meninggalkan Aira.
"AYMAN, GUE DOAIN LO GAK ADA JODOH." Teriakan Aira membuat sang nenek keluar dari kamarnya dengan menggunakan mukena,
"pagi – pagi udah rebut aja," ucap nenek.
"Abis Ayman gak mau nganterin Aira ke sekolah, nek," adu Aira.
"Ayman, anterin Aira sekolah," teriak nenek.
Ayman tak akan menolak jika sudah nenek yang bertitah.
"yaudah ayok buruan." Ayman mengambil kunci motor diatas nakas.
Ayman mengeluarkan motor Kawasaki layaknya motor jadul. "ngapain naik motor ginian ?" tanya Aira.
"bacot banget, tinggal naik aja," timpal ayman tak kalah sewot.
Aira memperhatikan jok belakang, sangat sempit juga tak ada pegangannya. "ini gue pegangannya gimana, njir ?" tanya Aira.
"itu yang ada tali di jok."
Mau tak mau Aira naik, memegang semacam tali itu. Jok sempit membuat Aira harus berdekatan dengan tubuh Ayman. "ngapain si lo beli motor ginian, sempit tau gak ?" teriak Aira.
"ha ?" saut Ayman.
"ha he ha he udah kaya kang keong lo," gumam Aira.
Perkataan itu seakan penutup dari perbincangan mereka. Tak ada lagi perdebatan diperjalanan keduanya menikmati udara segar, angina sepoi – sepoi yang menerpa kulit mereka. Andai saja dunia setenang ini, pikir Aira.
"woy, turun. Udah sampe betah banget kayanya," sindir Ayman.
"santai kali, mas." Aira memberikan helm kepada Ayman.
"ngapain ngasih helm ?" Tanyanya seraya menatap sinis.
"ya lo bawa pulanglah. Masa gue nenteng helm tapi gak bawa motor. Gak jelas lo," cerca Aira.
"ogah, BHAY." Ayman menggas motornya meninggalkan Aira dengan tatapan cengo.
Aira berjalan menuju lapangan basket, disana sudah dipenuhi siswa siswi yang menggunakan seragam olahara. Teman – temannya sudah memengan sapu, pengki dan alat kebersihan lainnya. Sebelum memulai olahraga disekolah ini memang mengharuskan untuk membersikan lapangan dari daun yang berserakan, atau batu split yang dilemparkan agar tidak terjadi kecelakaan seperti tempo lalu.
"lo ngapain bawa helm ?" tanya Misha.
"emang bisa bawa motor ?" ledek Zigo.
"bacot." Aira menaruh tas serta helmnya dipinggir lapangan.
"dua hari gak sekolah kemana aja lo ?" tanya Dino.
"cuti," jawab Aira sekenanya.
Sea dan teman – temannya muncul dari Gudang olahraga membawa 2 matras berwarna hijau. "olaharanya ngapain ? kok pake matras ?" tanya Aira panik.
"lah emang lo gak tau ?" tanya Alisha. Aira menjawab dengan menggeleng lemah.
"Kita senam lantai," jawab Zigo, Dino, dan Alisha bersamaan.
"WHAT THE FU..." Aira tidak melanjutkan ucapannya.
Aira terduduk lemas, matanya memandang matras yang sudah tertata rapi. Matanya mulai berkaca – kaca, "lari 10 puteran." Aira kaget mendengar teriakan itu.
"lo kenapa ?" tanya Sea yang berlari disamping Aira.
Aira hanya menggeleng – geleng lemah. Otaknya tak dapat mencerna apapun, ketakutannya terhadap senam lantai membuatnya bungkam, tak ada semangat. Tubuhnya seperti tak bertulang, kepalanya pusing, pandangannya mulai kabur. Aira terjatuh tak sadarkan diri.
Teman – temannya mulai mengkerumuni Aira, Sea dengan sigap mengendong Aira ke UKS. "Ada apa ?" tanya Bu Suwiti.
"nunduk, naa," ucap seseorang.
"Taro aja kepala kamu dimatras, jangan ditahan – tahan." Gadis itu menggulingkan kakinya. Namun, gagal."Ih, kamu!" geram guru itu.
Gadis itu mencoba lagi, lagi dan lagi tetapi hasilnya tetap sama. Guru itu bangkit dari duduknya, berjalan mendekati matras seraya membawa sapu lidi.
"tundukin kepala kamu." Tangannya menenggelamkan kepala gadis itu, "tangannya tahan jangan dilepas, dibantu sama kaki."
Gadis itu mencoba lagi, kakinya tak pernah ikut agar badannya berputar. Guru itu semakin geram, disabetlah kaki gadis itu dengan sapu lidi. "badan kamu tuh kecil, harusnya bisa. Kalah kamu sama badannya yang gendut. Ngeroll aja gak bisa."
Napas gadis itu sudah tersenggal – senggal, muka memerah serta mata yang sudah mengeluarkan air mata. "kenapa kamu nangis ?" tanyanya dengan tegas.
"sudahlah kalian ke kelas aja, ibu males ngajarin olahraga kalau cengeng kaya gini." Guru itu berjalan menuju kantin.
Mereka sekelas bergeming dilapangan. Menatap gadis itu, "cengeng."
"lemah."
"nyusahin."
"gitu aja nangis."
"huuuu." Surakan itu membuatnya tersadar.
Aira memperhatikan sekeliling. "Cuma mimpi," ucapnya seraya menghelai napas lega.
----------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
*hargailah karya seseorang dengan tidak menjiplak ceritanya serta jangan lupa tinggalkan jejak kalian. terimakasih.
KAMU SEDANG MEMBACA
Sekolah Militer
Roman pour AdolescentsSekolah dengan peraturan super ketat, guru super killer dan olahraga yang tak ada hentinya. selain itu, murid disana harus kuat fisik maupun mental. sekolah itu terlihat biasa saja. Namun, begitu mencengkeram jika terjadi sebuah kesalahan. peraturan...