Bangkok, Thailand

525 57 0
                                    

Seusai jumsih mereka masuk kelas dan belajar seperti biasa. Kelas Aira pelajaran PPKN, gurunya yang super killer serta nyelekit jika berbicara. Keadaan begitu hening membuat suara ketukan pintu terdengar jelas menampilkan seorang laki – laki adik kelas. "maaf bu mengganggu, mau manggil yang namanya Sea, Aira, Zigo, Dino, Misha, dan Alisha. Mereka dipanggil Bu Suwiti dilapangan basket." Laki – laki itu tersenyum kikuk.

"yang namanya dipanggil silahkan berdiri." Aira dan teman – temannya berdiri lalu keluar kelas bersamaan dengan laki – laki itu.

"Abis kita," gumam Zigo.

"sans aja, kita bilang aja dah ngerjain tapi ketinggalan terus kia ngumpulin setelah salat jumat," jawab Dino. Aira menatap jengah, sepertinya Dino lupa bagaimana kerasnya watak Bu Suwiti.

Bu Suwiti sedang duduk disudut lapangan, disana terdapat bangku serta meja yang dipayungi dengan payung yang berada dipantai. Topi golf kebanggannya menempel sempurna dikepalanya, priwitan yang selalu dikalungi membuat Aira menggidik ngeri.

"assalamualaikum, bu," ucap mereka serempak lalu bergantian untuk bersalaman.

"tugas kliping kalian mana ?" tanyanya dengan nada datar.

"ketinggalan, bu," cicit Dino.

"halah, ketinggalan atau males ngerjain ?" sarkasnya.

"ketinggalan, bu kami sudah mengerjakan." Bu Suwiti membuang muka kesembarang arah.

"harusnya kalo udah dikerjain ada hasilnya, buktinya sekarang gak ada hasilnya gimana si." Aira hanya bisa menunduk tak berani menatap matanya, samar – samar terdengar suara teriakan dari kelas lain. Bu Suwiti sudah ancang – ancang untuk meniup priwitannya.

Priiittt.....

Suara sangkakala sekolah ini sudah berbunyi semua murid yang berada di kantin, dijalan langsung berlari kalang kabut ke kelasnya masing – masing. Sesuatu yang menjadi pertanyaan murid sini adalah Bu Suwiti meniup priwitan di lapangan basket tetapi dapat terdengar keseantero sekolah.

"sudahlah, saya gak mau nerima kliping kalian." Bu Suwiti bangun dari duduknya dan bersiap untuk meninggalkan kami.

"Bu, kami sudah mengerjakannya kal..." ucapan Misha terputus oleh bentakan Bu Suwiti.

"KALAU SUDAH MENGERJAKAN ADA HASILNYA, sudahlah jangan banyak alasan." Bu Suwiti melengos begitu saja, Alisha berusaha mengejar. Namun ditahan oleh Sea, "udah percuma gak bakal diterima."

"terus gimana dong," ucap Aira.

"jangan nyerahlah, kita dateng nanti abis jumatan. Datengnya jangan bawa diri aja, harus ada yang diteng teng." Zigo tersenyum penuh makna.

waktu belajar sudah berakhir, Aira merapikan barang – barangnya. "klipingnya mana ? sini gue yang bawa sekalian gue jilid, gue bikinin cover, sejarah sama yang lain – lainnya. Buat yang cowok salat aja dulu, urusan kliping sama tengtengan serahin sama kita," ujar Misha.

Misha, Alisha, dan Aira pergi ke rumah Aira menggunakan ojol. Rumah Aira bisa terbilang luas, walaupun sederhana. Mereka membagi tugas, Misha mencari segala informasi tentang asian para games, Alisha mengedit ketikan itu dan Aira mencari sesuatu untuk dibawa sebagai bujukan.

Aira mengelilingi komplek, seingatnya ia pernah melihat rumah yang menjual makanan yang diolahnya sendiri. Aira mencoba mengingat – ingat dimana letaknya. Aira berdiri didepan musallah An – Nur, menatap sekeliling dan matanya tertuju pada spanduk yang tertuliskan 'menerima pesanan telur asin'.

Aira menghampiri rumah itu, "permisi."

Tampaklah wanita paru baya yang mengenakan daster serta rambut yang dikuncir asal "ada apa, dek ?" tanya wanita itu.

"saya mau beli telur asinnya 10 biji berapa ya ?" tanya Aira dengan sopan.

"wah, pas banget nih telur asinnya baru mateng, masih anget banget. Saya ambilakn dulu ya didalam." Aira merespon dengan senyum ramah.
Menunggu sekitar 10 menit wanita itu keluar dengan membawa plastik berisikan telur asin.

"ni dek, 30 ribu dek. Harga satu telurnya 3 ribu," ujar wanita itu.

"iya bu, ini uangnya. Pas ya bu, makasih." Sebelum berbalik Aira tersenyum lagi.

Aira memegang telur asin itu untuk memastikan omongan sang penjual. "aws," desis Aira.

"panas beneran njir," gumam Aira.

"Assalamualaikum." Aira langsung ke taman belakang melihat teman – temannya yang sedang asik bermain ponsel.

"udah kelar ?" tanya Aira.

"udah dong, kita gitu loh cepet," saut Misha.

"BTW, lo lama banget beli apaan ?" tanya Alisha.

Aira menunjukan kantong plastik yang digengganya.

"sumpah ?! TELOR ASIN ?!" ucap mereka bersamaan. Aira menggangguk bingung "kenapa si ?"

"Lo gila ya ? masa gituan si ? kenapa gak kue atau brownis, buah gitu," keluh Alisha.

"gimana ya, biar antimainstrim aja, yang terlintas diotak gue juga ini. Coba dulu si, gak ada salahnya juga sama telur asin. Mahal tau."

Alisha menghelai napas kasar "whatever, ayok balik ke sekolah lagi. Orang salat jumat udah pulang dari tadi." Aira mengangguk setuju.

Aira, Alisha dan Misha menunggu teman – temannya didepan perpustakaan. Zigo melambaikan tangan saat masuk ke lapangan basket. "gimana kelar ?" Alisha dan Aira mengangkat kliping serta telur asinnya secara bersamaan.

"bentar deh, ini kenapa telur asin ?" tanya Sea.

"bacot ye nanya mulu, udah langsung aja ke ruang guru." Aira tak tahan ditanyai terus menerus memutuskan untuk berjalan lebih dulu. Misha, Alisha, Sea, Zigo juga Dino saling tatap tatapan kemudian mengejar langkah Aira yang mulai menjauh.

"ngapain kalian ?" belum sampai dimeja Bu Suwiti mereka sudah diberikan pertanyaan telak.

"ini tugas kami, bu." Bu Suwiti menatap kliping yang dipegang Zigo.

"ibu gak mau terima," sautnya tegas.

"Bu, dari mama saya nih." Aira menyodorkan kantong plastik itu.

"oh jadi kalian mau nyogok saya ? sorry gak mempan." Mereka saling senggol lengan serta tatap – tatapan.

"ini telur asin, bu. Masih anget ibu gak mau ? yasudah kami keluar dulu, bu. Permisi."

"ehh, tunggu." Langkah mereka terhenti langsung membalikkan badan dengan raut wajah yang sulit diartikan.

Bu Suwiti menarik kantong plastik yang dipegang Aira "kliping kalian saya terima," ucapan Bu Suwiti sukses membuat mereka terperangah.

"saya terima, udah sana ngapain masih disini ?" tanya Bu Suwiti.

"eh iya, bu. Ayo – ayo." Dino mendorong – dorong tubuh Aira.

Di lapangan mereka melompat senang "telur asin lo manjur, gile." Ucap Dino.

"iyalah, mahal tuh." Aira menyombongkan diri.

Mereka kembali saling tatap "BUGENFIL, GOOD BYE !!!"

----------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------

*hargailah karya seseorang dengan tidak menjiplak ceritanya serta jangan lupa tinggalkan jejak kalian. terimakasih.

Sekolah MiliterTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang