Amman, Yordania

317 47 0
                                    

Aira telah menyelesaikan tugasnya lalu ia beranjak ke kamarnya untuk beristirahat. Amat terasa Lelah setelah melewati banyak kejadian yang tidak terduga. Dibaringkan tubuh diatas ranjang empuk untuk menuju alam mimpi. Namun, baru saja ingin memejamkan mata, ponselnya berdering.

"halo," ucap Aira dengan suara lemah.

"gue ada lowongan kerja ni," ucap seseorang dari sebrang sana.

"Wih, apaan ?" saut Aira dengan antusias

"lo bisa ngirim naskah, nanti temen gue yang kemarin lo liat itu yang bakal nerbitin," jawabnya.

"Tapi butuh modal berapa ?" cicit Aira.

"tenang aja, lo Cuma perlu naskah aja. Gratis buat lo." Aira tersenyum sumringah.

"oke kalau gitu gue mau," jawab Aira dengan senang.

Perbincangan yang singkat tetapi dapat menimbulkan perasaan yang bahagia diantara kedua belah pihak. Rasa kantuk dan Lelah itu seketika lenyap, timbul rasa semangat untuk memulai menulis naskah, Aira membuka laptop berwarna silver dengan stiker oppa oppa korea tertempel disana. Tangannya mulai menari – nari indah diatas keyboard, menuaikan semua ide – ide yang ada dipikirannya. Kata demi kata teruntai rapi, saling melengkapi hingga menjadi satu chapter.

Darisitulah harapan kembali hadir, menyambut dengan riang gembira. Doa yang dipanjatkan disertai usaha tidak akan sia – sia. Kebahagian berada didepan mata, siapa saja berhak bermimpi, berhak melanjutkan hidup dengan damai. Semua permasalahan akan berlalu seiring waktu, ada tidaknya solusi semua akan berakhir dengan sendirinya. Hanya perlu kesabaran menunggu itu, tidak ada yang mustahil jika terus diperjuangkan. Semangat menjalani hidup semua pasti ada jalan keluarnya.

Tak terasa sudah tengah malam, semilir angina menerpa wajahnya hingga mata tak kuat lagi untuk melihat. Gerakan jari mulai melemah, kepala sudah tertunduk – tunduk, mengisyaratkan untuk kembali ke tempat tidur. Aira mematikan laptopnya lalu membaringkan diri. Menutup mata dengan rapat lalu siap menuju impiannya.

---------------------------------------------------------------------------------------------------------------------

"Mana yang Namanya Aira ?"

"Aira keluar lo."

"gara – gara lo bos gue gak jadi nikah."

Ayman lari terseok – seok mendengar teriakan dari arah luar. "Lo siapa ngapain teriak – teriak di rumah orang pagi – pagi buta gini ?"

"Lo siapa ? kenapa bisa ada di rumahnya Aira ?" tanya orang bertubuh kekar itu.

"Gue suaminya Aira kenapa ? gak suka ?" saut Ayman dengan sinis.

Wajah laki – laki itu berubah menjadi merah "gak mungkin lo suaminya, bos gue calon suaminya," ucapnya penuh penekanan.

"Menurut lo, mana ada laki – laki sepagi ini dirumah perempuan kalau bukan suaminya ?" sarkas Ayman.

"bisa aja lo abangnya, kan ?" timpal laki – laki itu tidak mau kalah.

"Lo gak dikasih tau sama bos lo ya ? Aira itu anak tunggal. Mending lo pergi sana, daripada teriak – teriak gak jelas didepan rumah orang. Sekalian bilangin bos lo kalau Aira udah nikah, jangan ganggu hubungan orang lain." Ayman menutup kembali pintu rumahnya dengan sangat keras hingga laki – laki itu terlonjok kaget.

"Argh, sial."

Ayman tersenyum puas, saat ia membalikan badan Aira sudah berdiri tegap dengan mata yang mengintimidasi, "kenapa ?" ucap Ayman kikuk.

"barusan lo ngomong apa ?" tanya Aira dengan mata memincing.

"gu—gue gak bii---lang apa apa, kok." Ayman mendadak gagap.

"halah, awas gue mau keluar." Aira menabrak bahu Ayman.

"Eh jangan." Ayman menggeserkan badannya untuk menutupi knop pintu.

"apaan si ? awas ah." Aira mendorong tubuh Ayman agar tidak menghalangi pintu.

Aira berhasil membuka pintu, pandangannya lurus kedepan. "Tuh ngeyel si gue bilang jang---" ucapan Ayman terputus ketika melihat mobil mewah berbaris memenuhi pelataran rumahnya. Satu persatu pria berjas hitam serta kacamata hitam turun memperlihatkan sepatu pantofel yang mengkilap.

"me—reka siapa, ay ?" ucap Aira ikut – ikutan gagap. Ayman menggeleng lemah, pandangan ini sukses membuat keduanya membulatkan mata dengan sempurna. salah satu diantara mereka melangkahkan kaki mendekati mereka. Aura wibawanya begitu terpancar sampai tak sadar pria itu sudah berada dihadapan mereka berdua.

"Maaf, apakah anda yang bernama Aira ?"


-----------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------

*hargailah karya seseorang dengan tidak menjiplak ceritanya serta jangan lupa tinggalkan jejak kalian. terimakasih.



Sekolah MiliterTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang