Havana, Kuba

200 20 1
                                    

Aira tidak sekolah dari hari kamis, setelah kejadian itu ia malas ketemu teman – temannya. Niatnya mau membolos selama satu minggu, tapi takdir berencana lain. Mau tak mau harus sekolah karena pengambilan nilai praktek.

Seperti sekolah pada umumnya sebelum ujian nasional diharuskan untuk ujian praktek terlebih dahulu, semua mata pelajaran. Karena terlalu sibuk dengan urusannya masing – masing mereka hanya saling menatap dan berlalu begitu saja.

Hampir satu minggu tidak ada yang bertegur sapa, saling melempar senyum saja tidak. Kehidupan Aira berubah total menjadi monoton, tidak berwarna, tidak penuh canda tawa padahal detik – detik terakhir mereka bersama di masa SMA malah ditimpa masalah yang tak terduga.

Praktek olahraga selalu lama, bayangkan saja jika satu pelajaran hanya menguji 2 – 3 materi saja, sedangkan olahraga semuanya. Waktu seharian tidak cukup, 2 minggu kedepan mereka akan datang gelap dan pulang gelap.

"Aira," panggil Bu Suwiti.

Aira menghampiri.

"Tolong dong belikan ibu telor asin lagi, absen kamu masih lama, kan ?" tanyanya.

"Iya, beli berapa, bu ?" tanya Aira tanpa ekspresi.

"50 ya, nak mau ibu bawa ke acara keluarga. Btw, senyum dong mukanya cemberut banget." Aira tersenyum paksa.

"Zigo, antar Aira beli telor asin ya." Zigo mengangguk lalu mengambil kunci motor.

Tanpa basa – basi Aira naik, Zigo juga tidak menanyakan apapun. Canggung si tapi mau gimana lagi ? tiba di penjual telor asin pun tak ada percakapan diantaranya.

Di pertigaan empang motor Zigo sengaja berhenti, disana sudah ada Alisha dan Sea.

Aira melirik sinis.

"Aira, gue mau jelasin," cicit Alisha.

"Go, Bu Suwiti udah nungguin, buruan," titah Aira.

"Dengerin dulu, lo mau sampe kapan menghindar terus ? lo mau berakhir kita musuhan ? sebentar lagi kita jadi mahasiswa, kalau masalah kaya gini aja lo terus lari, terus menghindar, gimana dapet masalah yang lebih dari ini ?" ungkap Zigo.

"Lo pikir ini masalah sepele ? ha ?!" bentak Aira.

"Dengerin gue dulu, gue sama kak Zamas murni dijodohin, gue gak tau bakalan kaya gini, gue gak mau pertemanan kita semua hancur karena masalah sepele, ai," jelas Alisha.

"Lo bilang masalah sepele ? lo kemana aja setiap gue ngomongin kak Zamas ? seandainya lo bilang lebih awal gue gak akan berharap sejauh ini, Lis." Suasana semakin panas.

"Gue takut buat bilang ke elo, dan gue gak mau ngerusak suasana Bahagia lo," jawab Alisha.

"Tapi lo tau kan ini sakit banget buat gue, gue merasa sebagai sahabat yang nusuk dari belakang, gue jadi pelakor, dan kenapa disini yang gak tau gue doang ? apa gue gak dianggap sama kalian semua, ha ?!" bentak Aira.

"Gue mau jelasin waktu itu, tapi waktunya selalu gak pas, Ai." Alisha menundukkan kepalanya.

"Gue semakin ngerasa orang jahat, padahal gue gak tau apa – apa, tega lo semua." Aira menarik kunci motor dari tangan Zigo lalu menaiki motor itu.

"Lo mau ikut gue apa jalan kaki ?" tanya Aira.

Zigo duduk dibelakang Aira membiarkan ia menyetirnya. Perasaan kacaunya dilampiaskan dengan menggas sangat kencang, sampai polisi tidur ditabrak. "Ai, pelan – pelan kek." Zigo berpegang erat pada jok motor. Ia juga sempat loncat dibeberapa polisi tidur.

Tiba di sekolah Aira menyodorkan plastik telor asinnya, menyuruh Zigo untuk menyerahkan kepada Bu Suwiti, ia tidak mau pencitraan depannya lagi.

***

Aira memegang selembar kertas berisi kategori pengambilan nilai dan kolom nilai. Sejak tadi pagi setelah membeli telor asin gadis itu sudah melakukan 4 kategori, yaitu : lompat jauh, lompat tinggi, lempar lembing, dan sekarang Aira mengambil nilai tolak peluru. Dari keempat itu hanya lompat tinggi yang tidak lulus alias remedial, karena bambunya yang terlalu tinggi dibandingkan tubuhnya jadi ia menabrakkan diri daripada tubuh mungilnya menindihkan bambu. Walaupun jatuhnya dimatras tetap saja sakit.

Satu Angkatan menunggu dipinggir lapangan sesuai kelasnya masing – masing, Aira menunggu dengan jenuh, Raida datang lalu duduk disampingnya dan berkata, "tumben sendirian aja, mana nih temen – temen lo ?"

"Tuh." Aira menunjuk dengan dagunya.

"Kok gak gabung ? berantem ya ?" tanyanya.

"None of your business," ketus Aira.

Tangan Raida ditarik oleh Sea, Aira yang melihat hanya menatap acuh tak acuh. Ia lebih memilih mengkhawatirkan ujian praktek senam lantai. Sejak kelas 2 SMP ia trauma, lehernya keseleo hingga 1 minggu kepalanya tidak bisa menoleh. Dulu, Farzan yang memberitahu gurunya untuk mengganti dengan tugas lain. Tetapi, untuk saat ini ia harus menghadapinya sendiri. Kakaknya gak pernah pulang sejak ia pindah rumah. Lestari---sang mama setiap kali ditanya selalu mengelak, begitu pula dengan neneknya.

Di dalam kelas ada dua insan sedang bercecok, saling membantah, terlihatseorang laki – laki menjambak rambutnya sendiri tanda frustasi, sang gadis punberusaha membujuk, namun malah ditinggal pergi. "Brengsek."


----------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------

*hargailah karya seseorang dengan tidak menjiplak ceritanya serta jangan lupa tinggalkan jejak kalian. terimakasih.

Sekolah MiliterTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang