Moscow, Russia

418 50 0
                                    

Dua hari sudah Aira pindah rumah, dan dua hari pula tidak masuk sekolah. Sea bingung harus mencari kemana, sejak saat itu ponsel Aira juga tidak aktif. Jika guru – guru bertanya padanya Sea hanya bisa menggeleng lemah. Di teras rumah Sea menatap rumah minimalis itu, pintu yang tertutup rapat serta lampu teras yang menyala menandakan tidak ada orang di rumah itu.

Sekilas bayangan masa lalu datang, dimana mereka bertemu di tempat fotokopian saling adu bacot. Pergi ke panti untuk memberikan mainan kepada anak – anak sana. Sea terkekeh mengingat masa lalu itu. "lucu," gumam.

Suara bising membuat lamunan Sea buyar, dahinya mengkerut. Pria paruh baya mengenakan setelan jas turun dari mobil Alphard, bersama dua bodyguard dengan badan kekar dan wajah seram. Sea memberanikan diri menghampiri orang – orang itu. "misi, om."

"siapa kamu ?" tanyanya dengan suara tegas.

"saya temennya yang punya rumah ini, om mau apain rumah temen saya, ya ?"

"oh, jadi kamu temennya anak saya. Saya papanya Aira, tolong ya kamu jangan deketin anak saya, dia sudah saya jodohkan." Sea terbelalak kaget.

"tapi om, memangnya kenapa kalau saya berteman dengan anak om ?" tanya Sea untuk memastikan pendengarannya.

"anak saya sudah dijodohkan, saya tidak mau kamu menghasutnya. Mulai sekarang menjauhlah, kamu tidak pantas untuk anak saya." Pria itu mengusir Sea mengunakan tangan lalu masuk ke dalam rumah itu.

Sea diam mematung, menatap nanar punggung pria itu. "sudah ditolak aja," gumam Sea.

Sea tidak beranjak pulang kakinya malah menuntun masuk ke dalam rumah itu. Mengendap – endap layaknya maling, matanya terus memperhatikan sekeliling. Pria berjas hitam itu masuk ke salah satu kamar. Sea mengintip dari celah pintu, memperlihatkan pria itu sedang menelpon dengan nada keras. "Saya gak mau tau, kalian harus bisa bikin anak itu nurut." Sea mendengar percakapan pria itu.

"apa yang direncanakan ?" Dahi Sea mengkerut. Rasa penasaran itu muncul Sea mengumpat di balik pintu setelah melihat pria itu berjalan keluar.

"Jual rumah ini," perintah ayahnya Aira kepada bodyguardnya.

Ponsel pria itu kembali berdering. Sea bergegas mengikuti pria itu ke arah taman belakang.

"Kamu dimana ? jangan menyembunyikan anak saya." Sea mendengarkan dengan seksama.

"Jangan coba – coba lari dari saya, ya. Saya tidak akan segan – segan mengancurkan hidupmu." Sea semakin bingung dengan siapa pria itu menelpon. Kenapa begitu arogan ?

"kalau kamu tidak memberitahuku sekarang, anakmu dalam bahaya." Pria itu memutuskan sambungannya.

Pandangan Sea tertuju pada ponsel itu, Pria paruh baya berjalan dengan tergesah – gesah.

Sea menghadangnya merentangkan tangan dihadapan pria arogan.

"Maksud om apa ?" Sea keluar dari persembunyiannya. Ia sudah tak tahan menahan rasa pensarannya.

"ngapain kamu disini ? keluar." Sea didorong hingga mundur beberapa langkah.

"saya gak akan ngebiarin om nyelakain Aira ya." Sea tak gentar dengan tatapan tajam itu.

"jangan ikut campur urusan saya, kalau kamu mau keluar dari sini tanpa lecet," ancamnya,

"Saya bahkan gak takut dengan ancaman, om." Sea menatapnya dengan bengis.

Pria itu memaikan jarinya, para pengawalnya langsung menarik paksa tubuh Sea. "Apasi lo, gue gak ada urusan sama kalian. Lepasin gue brengsek," bentak Sea seraya memberontak.

"Anda telah menggangu bos kami, maka kamu berurusan dengan kami." Para pengawal itu terus menyeret Sea.

"lepas gue bisa keluar sendiri." Hentakan itu membuat genggamanya terlepas dari lengan Sea.

"Dasar kacung." Sebelum berlari Sea menjulurkan lidah kepada pengawal itu.

Setibanya di rumah Sea berusaha untuk menghubungi Aira. Namun, hasilnya nihil. Ponselnya tidak aktif. "Ai, lo dimana ?" cicit Sea.

Gundah gulana perasaan Sea saat ini. Ribuan pertanyaan muncul dikepalanya. Siapa orang itu ? apakah dia baik – baik saja disana ?

----------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------

*hargailah karya seseorang dengan tidak menjiplak ceritanya serta jangan lupa tinggalkan jejak kalian. terimakasih.

Sekolah MiliterTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang