sepuluh

358 42 7
                                    

"GELO SIA!!!"

Semangat banget deh pokoknya si wanita itu untuk mengatai kewarasan Liam. Ini nih, yang dirinya tak sukai pada pria tersebut; yaitu ketidaktegasannya dalam menentukan suatu pilihan. Runa sebenarnya tidak peduli bila ucapan pria itu barusan mungkin hanyalah seutas canda. Akan tetapi, dirinya juga tak senang bila ikut ditarik dalam permainan canda tersebut. Tidak lucu rasanya. Bahkan dirinya sama sekali tak tergelitik setelah mendengar kalimat tersebut.

"Kok ngegas, sih?"

Memang ya, ini orang, sama sekali nggak merasa bersalah pula. Padahal, penyebab Runa mencak-mencak nggak karuan sejak tadi, tentu saja karena pria yang kini sedang memasang wajah sok inosennya itu. Kendati bahkan dirinya masih belum puas untuk mengomeli Liam, kali ini sang wanita memilih untuk diam, memutuskan hanya memandang ke arah depan atau jendela samping. Tak peduli bila sang pria memanggilnya atau turut mencolek lengannya sebab Runa tak kunjung menyahut.

"Lo marah sama Aa'?"

"......"

"Run?"

"......"

"Boncel?"

Panggilan ini lagi. Gimana si wanita nggak makin dongkol saat mendengarnya?

"Jangan marah, dong... Gue minta maaf deh."

Bahkan Runa yakin bahwa pria itu masih belum sadar apa inti dari kesalahannya, membuat wanita tersebut kekeuh dalam kebisuannya sehingga Liam memilih untuk menyerah dalam meluluhkan kerasnya hati seorang Runa.

Untungnya, tak beberapa lama, mobil Liam sudah masuk ke area lobi suatu agensi yang belum pernah Runa dengar; yah, dirinya juga tak pernah menaruh perhatian dalam dunia model atau artis sih, jadi kurang tahu-menahu dengan hal yang seperti ini. Sedangkan Liam, tak kunjung mematikan mesin mobilnya. Dia sedikit bingung, sebab harus turun untuk menjemput sang kekasih di dalam gedung, tapi bagaimana dengan Runa? Apa harus ditinggal di mobil? Atau menyuruhnya untuk ikut juga?

"Run, lo bisa nggak pindah ke kursi belakang?"

Yah, nada vokalnya memang terdengar tak enak, sih. Apalagi, kondisinya Runa juga masih kesal dengannya.

Tanpa menjawab, Runa pun keluar dari mobil, lalu sengaja membanting pintu samping kemudi tersebut. Tak perlu berlama lagi, dirinya pindah untuk masuk ke kursi belakang; masih dengan wajah yang tak bersahabat. Liam pun hanya bisa menghela napas begitu panjang.

"Sebentar ya, gue jemput ke dalem dulu. Bentar doang, kok."

Karena Liam tahu dirinya tak akan mendapat sahutan, pria itu lantas keluar dari mobil, sedikit berlari untuk masuk ke dalam gedung.

Sejujurnya, pikirannya sudah mulai bercabang saat Runa meminta untuk ikut dengan dirinya menjemput sang kekasih. Liam tak tahu apa yang akan dilakukan oleh wanita tersebut jika sudah bertemu dengan kekasihnya.

Oh, semoga saja tidak ada perang dingin.

😈😈😈

"Excuse me? Who the fuck are you?"

Tidak hanya Lisa yang kaget, Liam yang berdiri tak jauh di belakangnya pun turut melebarkan kelopaknya saat melihat Runa yang kembali duduk di samping kemudi. Padahal, jelas-jelas wanita itu tadi sudah pindah duduk ke belakang. Namun, saat dirinya kembali bersama kekasih, Runa sudah duduk kembali di depan ketika Lisa membuka pintu penumpang samping kemudi.

"Hai. Gue Runa. Lo?"

Lisa menaikkan sudut alisnya, lalu menoleh pada kekasihnya yang turut mengeluarkan raut kebingungan. Pandangan wanita itu pun menyorot penuh pada Liam untuk meminta kejelasan. "Lim?"

"Hei. Kenalannya langsung ke gue aja, nggak usah ke Aa' Liam. Gue tau kok kalau bahkan Aa' Liam belum kenalin gue ke elo. Elo pasti pacarnya Aa' Liam, kan?"

"...."

Lisa hanya menatap tangan yang masih mengambang di udara tersebut. Dirinya memang tak menginginkan adanya jabatan tangan atau perkenalan apapun.

"Apa sesusah itu untuk memperkenalkan diri?" Runa kembali menyahut, berbeda saat tadi di mana dirinya membungkam mulut hanya untuk membuat Liam resah. "Sorry to say, tapi gue emang beneran nggak kenal elo, walau elo seorang model. Gue nggak pernah nonton televisi atau update tentang dunia permodelan."

"Dia Lisa," kali ini si pria yang menyela. "Lis, ini Runa. Temen... aku."

Runa sedikit membulatkan mulutnya, menatap kecewa penuh sarkas ke arah pria tersebut.

"Temen?"

"Run," Liam mencoba untuk menghentikan. Tapi, percuma saja. Liam belum pernah melihat kegilaan seorang Runa.

"You hurt me, Liam," Runa sengaja memegang dadanya, seakan memang detak jantungnya berdenyut nyeri saat mendengar pernyataan dari pria tersebut. "Gue calon istrinya Liam. Karena perjodohan. Tapi, sangat kebetulan kami berdua udah berteman dari kecil. Lo pasti belum tau tentang hal ini, kan? Jadi, lebih baik gue kasih tau sekarang, daripada tiba-tiba lo dapet kabar kalau ternyata pacar lo ini udah nikah."

Lisa terperangah, rahangnya mulai kaku sebab mendengar pernyataan tersebut. Sungguh, hari ini dia sudah lelah secara fisik, dan kali ini harus ditimpa dengan sesuatu yang membebani hatinya?

Sebab tak mendapat balasan, Runa pun turun dari mobil. Ah, sial. Dirinya harus mendongak saat menatap kekasih Liam ini; yang sialnya sangat tinggi dan juga turut sedang menggunakan higheels. Apalah daya dirinya yang hanya mengenakan flatshoes. Sudah begitu, tingginya sangat tidak seberapa.

"Gimana? Lo udah siap kalau Liam nikah sama gue? Atau, justru lo mau mempertahankan calon suami gue?"

Sejujurnya, semua yang dilakukan oleh Runa saat ini adalah untuk menantang wanita tersebut; sekaligus membalas dendam pada Liam. Karena, dirinya tahu, pasti setelah ini kedua pasangan tersebut bakalan ribut; dan memang itulah tujuan dirinya melakukan hal ini.

Runa harus membuat kekasih Liam sadar bahwa wanita itu akan terus mempertahankan Liam, bahkan kalau bisa membatalkan perjodohan dan menggantikan posisi Runa saat ini.

Sebenarnya, sangat sederhana. Bila rencana rahasianya berhasil; berarti kekasihnya itu memang mencintai Liam. Namun, apabila tidak, ya tidak perlu dipertanyakan lagi.

Namun, sayangnya, Runa harus kembali memutar otak bila rencananya tak berhasil. Mengajak Liam untuk bekerja sama, sama saja seperti mengajak siput untuk berlari; lambat sekali. Sudah lambat, tidak ada progress pula.

Tidak peduli dengan kebungkaman dua manusia tersebut, Runa kembali berucap sebelum benar-benar pergi meninggalkan keduanya.

"Jadi, Mbak Cantik. Udah siap ditinggal kawin sama Mas Pacar?"

😈😈😈

whelve [✔]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang