delapan belas

307 42 2
                                    

Runa terbangun, lebih tepatnya ia sedikit merasa terusik dari lelapnya. Satu hal yang dirinya dapati saat membuka kelopak mata adalah ketiadaan daksa di sisinya. Runa mengusap matanya, mencoba menjernihkan pandangannya kendati keadaan ruangan masih gelap. Kepalanya menoleh ke sisi kanan, terkesiap saat melihat satu sosok yang tengah bersujud, membuat peningnya kepala akibat terbangun langsung menghilang begitu saja.

Rupanya Liam sedang sholat. Setelah meraih ponsel dan melihat jam yang tertera, ternyata pria itu sedang sholat sepertiga malam. Dirinya pikir ini sudah subuh. Lagipula, kenapa tidak menyalakan lampu saja? Membuat anak orang jadi jantungan kan.

Tapi, Runa mulai merasa aneh. Sejak wanita itu kaget sendiri saat melihat Liam yang tengah sujud, sampai saat ini pria itu masih belum saja terbangun dari sujudnya, membuat Runa langsung berpikiran yang tidak-tidak.

"A'...?"

Tetapi Liam tidak menyahut, dan masih diam saja dalam sujudnya. Hal itu membuat Runa terbangun dari ranjang, menyingkirkan selimut yang membalutnya sepanjang malam. Saat dirinya ingin menghampiri, barulah tiba-tiba Liam terbangun, melakukan tahiyat akhir.

Runa langsung terduduk lemas, mengempaskan napas lega. Kendati begitu, jantungnya masih berdetak cepat dan keras.

Setelah salam, Liam langsung menoleh ke belakang. Dirinya menyadari bila teman tidurnya itu tengah terbangun saat dirinya masih dalam keadaan sujud.

"Kebangun?"

Runa ikut menoleh. "Gue kira lo meninggal, 'A." Pria itu hanya terkekeh. "Lagian sujud lo lama banget, bikin gue mikir yang enggak-enggak."

Wanita itu kembali berbaring, membiarkan Liam untuk melanjutkan doanya setelah sholat. Belum mencapai belasan detik, dirinya kembali beranjak. Kali ini keluar dari kamar untuk melaju ke kamar mandi. Rasa-rasanya kantuk tidak lagi menyerang, hingga Runa memutuskan untuk membasuh wajahnya.

Setelah merasa lebih segar, Runa kembali berjalan ke kamar. Tadinya, dia mau langsung saja turun ke bawah. Tapi, mengingat manusia yang berada di kamarnya sudah terbangun bahkan lebih awal darinya, wanita itu pun mencoba untuk sekadar menawarkan.

"A'," rupanya lampu kamar masih belum dinyalakan, kendati Liam sudah kembali berbaring di ranjang. "Mau mie?"

Liam pun langsung terbangun. "Duh, tau aja gue lagi laper," kekehnya.

"Oooh jadi situ kebangun gara-gara laper? Bukan emang punya niat mau solat tahajud?" Runa berjalan lebih dulu, dibuntuti oleh Liam di belakangnya.

"Ya sekalian kan..."

"Mau yang goreng apa rebus?"

"Bukannya semua mie direbus, ya?"

Runa mendesis. Hampir saja dirinya membanting panci yang baru saja diambil dari lemari dapur. "Jangan ngajak berantem, deh."

"Goreng aja, Bu, pake telor setengah mateng."

"Dih ngelunjak."

"Dapet pahala atuh."

Wanita itu sudah malas meladeni Liam. Dirinya mengambil tiga bungkus mie yang akan dibagi menjadi satu setengah per porsinya. Habis, kalau makan satu bungkus kurang, tapi kalau dua bungkus bakalan kekenyangan.

Biar merasa lebih berguna, Liam mengambil dua gelas dan mengisinya dengan air putih. Terus ngelamun lagi, sambil memandangi punggung wanita di hadapannya; yang beberapa detik kemudian baru dirinya sadari wanita itu adalah istrinya sendiri.

Liam pun mengangkat tangan kanannya, memerhatikan cincin yang sudah tersemat di jari manisnya. Keberadaan cincin itu menyadarkan Liam bila status dirinya sudah tidak lagi lajang.

whelve [✔]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang