💫 Bagian 9

771 86 0
                                    

Mata ini terlalu buta melihat sekitar, hanya terpikat pada cahayamu. Hingga tidak tau apa yang akan terjadi nantinya.
•••

Senja menatap kertas yang ia pegang dengan tatapan yang sulit diartikan

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Senja menatap kertas yang ia pegang dengan tatapan yang sulit diartikan. Ia menghela napas, beberapa hari ini ia mencoba belajar membaca puisi yang baik dan benar.

Ia mengangkat kepalanya, menatap lalu lalang murid-murid yang melewati dirinya di depan kelas.

"Senja."

Senja mengangkat kepalanya, ia menatap Pelangi dan Langit dengan kening berkerut.

"Apa?"

"Gimana latihannya?"

Senja mengedikan bahunya tak acuh, "ya gitu, bagi gue gak ada perkembangan. Gue males tau gak."

Langit menghela napas, "males terus, kapan mau majunya."

"Terserah gue lah!! Hidup-hidup gue!!" kesal Senja.

Pelangi menggelengkan kepalanya pelan, "nanti kita nonton lo pas tampil."

"Gak!! Jangan!!"

"Kenapa?" Langit menatap Senja dengan tidak mengerti.

"Gue malu."

"Punya malu juga lo."

Senja berdecak, ia beranjak dari posisinya, "gue mau masuk, mau tidur. Jangan ganggu." Ia melangkah masuk ke dalam kelas, melangkah menuju tempatnya dengan malas.

Senja melirik Fajar sekilas yang sedang berbicara dengan Antariksa dan Angkasa, ia menghela napas pelan dan melangkah dengan cepat menuju mejanya.

Sesampainya di tempat, Senja langsung menidurkan kepalanya di atas meja. Wajahnya menghadap ke arah dinding dengan tangan sebagai bantalannya.

Kursi disebelahnya berbunyi, tanda ada seseorang yang duduk di sampingnya. Senja mengabaikan hal tersebut, ia lebih memilih memejamkan matanya.

"Latihannya sampai mana?"

Senja menghela napas, "gitu deh."

"Gitu gimana?"

Senja berdecak sebal, ia mengangkat tubuhnya dan menatap Fajar malas, "gue mau tidur."

Fajar tersenyum tipis, "jangan tidur terus, latihan yang semangat."

"Gue gak mau menang."

"Lo menghindar dari gue?"

Senja mengerutkan dahinya bingung, "menghindar kenapa?"

"Masalah yang di rooftop waktu itu."

Senja menghela napas, "gak, biasa aja."

"Iya."

"Gak Fajar, gue biasa aja."

Fajar tersenyum tipis, "oke, gue anggap lo biasa aja sama gue."

Cinta Dua WaktuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang