💫 Bagian 23

609 71 0
                                    

Jika hati yang bermain, hal sederhana bisa menjadi kenangan indah. Bahkan bisa membuat rasa cinta semakin bergejolak dalam eforia yang membahagiakan.
•••

Motor berwarna merah terparkir manis di parkiran rumah sakit, Bulan turun dari atas motor dengan membawa sebuket bunga

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Motor berwarna merah terparkir manis di parkiran rumah sakit, Bulan turun dari atas motor dengan membawa sebuket bunga. Ia menatap Fajar yang terlihat tidak ada niatan untuk turun.

"Gak mau ketemu Senja?"

Fajar menggelengkan kepalanya, "gak, nanti aja."

"Kalian ada masalah?"

Fajar lagi-lagi hanya menggeleng, "biasa aja, gue cabut ya. Udah ditunggu yang lain."

"Mau ke mana?"

"Latihan, dua Minggu lagi acara tahunan sekolah."

Bulan menganggukan kepalanya, "hati-hati."

Fajar mengangkat ibu jarinya, "salam aja buat Senja."

Bulan mengangguk, ia menatap kepergian Fajar dengan tatapan yang sulit diartikan. Bulan mengedikkan bahunya, ia melangkah masuk ke dalam rumah sakit. Buket bunga ia pegang dengan erat, senyum tipis terukir di bibirnya pagi ini.

Tring

Pintu lift terbuka, Bulan masuk ke dalam lift dengan senyum masih menghiasi bibirnya. Ia menatap pantulan dirinya dari kaca lift, tidak ada yang istimewa memang. Tetapi Bulan merasa hari ini adalah hari yang bahagia.

Pintu lift terbuka, Bulan keluar dari dalam lift dan berbelok ke arah kanan. Ia melangkah dengan ringan menuju ruang rawat Bintang.

Langkahnya memelan saat melihat Senja yang duduk di kursi panjang depan ruang rawat, dengan pelan Bulan menghampiri Senja.

"Senja."

"APA?!"

Bulan tersentak, ia mundur beberapa langkah. Matanya terpejam sebentar, ia menatap Senja dengan bingung, "kamu kenapa?"

Senja menghembuskan napasnya pelan, ia menggelengkan kepalanya, "gakpapa." Ia beranjak dari kursi. "Gue keluar dulu, nitip Kakak gue ya."

Bulan menganggukan kepalanya, ia hanya menatap Senja dengan tatapan tidak mengerti.

Saat Senja melangkah menjauh, Bulan sama sekali tidak beranjak. Ia terus menatap punggung Senja yang berlalu, ia merasa jika Senja memiliki masalah yang berat.

Bulan mengedikkan bahunya, ia membuka pintu ruang rawat dengan pelan. Menatap tubuh Bintang yang masih tenang berbaring. Bulan menaruh buket bunga yang ia bawa di atas sofa, melangkah menuju kursi kecil yang berada di samping brankar.

"Hai Kak Bintang," sapa Bulan, ia menatap wajah Bintang dengan tatapan penuh kerinduan.

"Udah lama kita gak ngobrol bareng, terakhir kapan ya?" Bulan menggenggam tangan Bintang dengan pelan. "Kakak gak ada niatan untuk bangun?"

Cinta Dua WaktuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang