💫 Bagian 36

633 67 0
                                    

Menerima perlahan, mencoba melupakan hal yang terbaik. Membuang dendam masa lalu dan menganggapnya menjadi pelajaran hidup hal terpenting untuk masa depan.
•••

Beberapa murid kelas akhir disibukkan dengan ujian nasional, Senja membaringkan kepalanya di atas meja

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Beberapa murid kelas akhir disibukkan dengan ujian nasional, Senja membaringkan kepalanya di atas meja. Menatap buku di depannya tanpa minat.

Langit yang berada di depannya hanya menyandarkan tubuhnya seraya menatap buku di depannya dengan wajah putus asa.

"Stress gue." Langit mengacak rambutnya frustasi, sudah sejam mereka belajar tetapi tidak ada satu materi pun yang masuk ke otak.

"Ngantuk," ucap Senja seraya menguap lebar.

Langit melirik jam dinding yang berada di depan, ia menghembuskan napasnya pelan. Baru pukul delapan malam, tetapi mood mereka untuk belajar tidak ada sama sekali.

Senja mengangkat kepalanya, ia merapikan bukunya di atas meja. Sesekali menguap karena mengantuk.

"Udah? Mau langsung tidur?"

"Hm," dehem Senja.

Langit menghela napas, "ya udah sana tidur, gue juga mau tidur. Gak terlalu mikirin ujian, yang gue pikirin ujian masuk perguruan tinggi nanti."

"Hm."

Dengan langkah lambat Senja menaiki anak tangga menuju kamarnya yang berada di samping kamar Langit. Sudah dua Minggu ia tinggal di rumah Langit karena permintaan sahabat dan kedua Orang tuanya.

Senja mengunci kamarnya, meletakkan buku yang ia bawa ke atas meja belajar. Tubuhnya ia rebahkan di atas kasur, matanya menatap langit-langit kamar.

Ia berdecak saat rasa kantuk yang sedari tadi menyerangnya menghilang. Senja merubah posisinya menjadi duduk, menatap dinding di depannya dengan wajah malas.

Matanya beralih menatap jam dinding, masih terlalu sore untuk ia tidur. Ia beranjak dan duduk di kursi belajarnya, mengambil buku hitam dan terdiam. Memikirkan rangkaian kata yang akan ia susun menjadi sebuah puisi.

Segudang Perasaan

Menembak sasaran tepat di ulu hati
Tidak mengenal waktu jika ingin menyapa
Langsung membuat terkejut
Tidak berani mengungkapkan

Apa perasaan itu....
Hati bimbang
Logika bersuara
Tidak menyatu

Sulit untuk didamaikan
Menyuruh perasaan pergi tidak mudah
Menerima pun tidak mudah

Berlapang dada, mengambil resiko
Seperti sudah berpengalaman
Perasaan berdiam diri
Mengabaikan logika yang berteriak marah

Senja menghela napas, menutup buku hitam tersebut. Lalu melangkah menaiki kasur, ia membaringkan tubuhnya. Tangannya meraba nakas, mengatur suhu AC yang berada di kamar.

Cinta Dua WaktuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang