Luka semakin melebar, tidak ada kebahagiaan yang didapat. Tidak mengerti semua ini, waktu begitu jahat. Merenggut kebahagiaan orang terkasih, hingga tidak ada lagi harapan untuknya.
•••Senja menatap tetesan air hujan yang terus turun, beberapa menit yang lalu Fajar berpamitan pulang. Hari semakin malam, tetapi Senja tidak merasakan mengantuk.
Dirinya masih memikirkan perkataan Fajar tadi di ruang tamu, ia hanya ingin memastikan apa yang hatinya mau.
Senja menghela napas pelan, ia tidak tau harus seperti apa nanti di depan Fajar. Pemuda itu memang tidak marah, ia menunggu dengan sabar sampai Senja bisa menerima perasaannya. Masalahnya, Senja tidak tau apa yang hatinya mau. Ia tidak mengerti apa yang sedang dirasakannya sekarang.
"Gue gak akan paksa lo kok Ja, gue bakal tunggu sebisa gue. Lo tenang aja, jangan khawatir masalah perasaan gue ke lo. Semuanya aman terkendali."
Senja menghela napas pelan, ia tidak mengerti semuanya. Tentang perasaannya dan ia juga tidak tau harus bagaimana menyikapi semuanya.
Senja membaringkan tubuhnya, menatap langit-langit kamarnya dengan tatapan menerawang.
"Bahkan gue gak tau apa yang hati gue mau, gue masih gak ngerti sama perasaan gue sendiri," ucapnya.
•••
Pagi harinya Fajar menepati ucapannya kemarin, ia menjemput Senja yang masih mempersiapkan dirinya. Hari ini dirinya tidak menunggu di depan gang, melainkan menunggu di depan rumah Senja.Senja keluar dari rumah, mengunci pintu dan melangkah mendekati Fajar, "beneran di jemput."
Fajar tertawa kecil, "ayo naik, nanti telat."
Tanpa banyak bicara Senja naik ke jok belakang. Menerima helm berwarna abu-abu dari Fajar.
"Sekalinya gue ngomong bakal jemput, gue beneran bakal jemput lo. Bahkan gue bisa tunggu sejam sebelum lo siap-siap."
Senja mencibir, "bawel."
Fajar tertawa, ia melajukan motornya meninggalkan rumah Senja. Dengan kecepatan sedang, ia menyalip beberapa mobil agar cepat sampai di sekolah.
Senja memukul bahu Fajar kencang, "pelan-pelan sialan, kalau mau mati jangan ngajak-ngajak."
Fajar tertawa, "ini gak ngebut kok, biasa aja."
Senja mendengus sebal, ia merapikan rambutnya yang keluar dari balik helm. Tak beberapa lama motor yang dikendarai Fajar memasuki gerbang sekolah. Senja langsung turun dari atas motor, memberikan helm berwarna abu pada Fajar.
"SENJA!!"
Senja menoleh, begitu pun dengan Fajar. Mereka menatap Langit dan Angkasa yang berlari dengan eskpresi wajah yang sulit dijelaskan.
"Kenapa?"
Langit mengatur napasnya agar lebih teratur, ia menoleh sekilas ke arah Angkasa, "omongan gue beneran kejadian."
KAMU SEDANG MEMBACA
Cinta Dua Waktu
Fiksi Remaja[COMPLETED] Seperti ingin menyatukan dua waktu yang tidak bisa bersatu. Semesta kembali mengambil alih untuk mempertemukan dua waktu yang berbeda Ketika dalam kenyataannya dua waktu itu tidak bisa saling bersatu karena terhalang, apakah semesta bisa...