💫 Bagian 18

667 72 0
                                    

Perjuangan cinta sudah dimulai, merebut hati tidaklah mudah. Bukalah selebar mungkin agar hati ini tau, kamu membalas cinta ini atau tidak.
•••

Pagi harinya, Fajar sudah menunggu Senja muncul dari gang rumahnya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Pagi harinya, Fajar sudah menunggu Senja muncul dari gang rumahnya. Melirik jam tangannya yang melingkar di pergelangan tangan kiri, pukul setengah tujuh pagi. Setengah jam lagi gerbang sekolah akan ditutup.

Tak beberapa lama, orang yang Fajar tunggu muncul. Senja menatap Fajar dengan kening berkerut.

"Sesuai ucapan gue kemarin, gue jemput lo."

Senja menganggukan kepalanya tanpa perlawanan, ia langsung naik ke atas motor Fajar. Duduk di jok belakang dan merapikan roknya agar nyaman saat duduk.

"Siap?"

Senja menganggukan kepalanya, "siap."

Fajar langsung melajukan motornya menuju sekolah, membelah kota Jakarta pada pagi hari. Kepadatan lalu lintas sudah menjadi makanan sehari-hari warga Jakarta. Setiap harinya, tidak pagi, siang, sore, maupun malam kota Jakarta akan selalu padat.

Lima belas menit kemudian motor Fajar sudah memasuki parkiran sekolah, Senja langsung turun dari motor Fajar. Merapikan rambutnya yang sedikit berantakan.

"Ayo."

Fajar dan Senja melangkah beriringan di koridor sekolah yang sudah nampak ramai, sesekali Senja tersenyum saat ada yang menyapanya.

"Eh udah akur aja."

Suara seseorang membuat Senja dan Fajar menoleh, menatap Nila yang menatap mereka berdua dengan angkuh.

"Gue kira bakal musuhan selamanya."

Senja mendengus, "berisik lo, mulut sama cabe sebelas duabelas."

"Udahlah, gak usah diladenin," bisik Fajar.

Nila menatap Senja kesal, "hello Senja, kok lo makin hari makin nyolot ya."

"Suka-suka gue lah!!"

Fajar menggenggam tangan Senja, lalu menarik Senja pergi dari hadapan Nila.

"Ngapain sih?!" kesal Senja. "Tuh orang harus dilawan, gak bisa seenaknya aja."

Fajar menghela napas, "gak gitu juga kali."

Senja berdecak, "terserah." Ia melangkah dengan cepat meninggalkan Fajar di belakangnya.

Memasuki kelas dengan wajah tertekuk kesal, sedikit membanting tasnya ke atas meja.

"Kenapa lo?" tanya Langit, ia melirik ke arah Fajar yang baru saja sampai. "Senja kenapa?"

Fajar mengedikkan bahunya, "biasa si Nila."

"Udah tau Lampir, masih aja diladenin. Biarin aja lah, biar mulutnya berbusa."

Cinta Dua WaktuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang