💫 Bagian 39

652 67 0
                                    

Saat semesta mengizinkan bersama, waktu langsung bergerak mencari hati. Berharap takdir berada di pihak dengan hati yang terlampau baik.
•••

Matanya mengerjap karena sinar matahari masuk melalui celah jendela kamar, Bulan menatap jam weker yang berada di atas nakas

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Matanya mengerjap karena sinar matahari masuk melalui celah jendela kamar, Bulan menatap jam weker yang berada di atas nakas.

Ia menghela napas saat dirinya kesiangan, Bulan merubah posisinya menjadi duduk dan bersandar pada kepala ranjang.

Dirinya pasti si cap sebagai pemalas oleh Lita, dengan pelan ia turun dari ranjang. Menyibakkan gorden dan melangkah menuju lemari. Mengambil baju yang sekiranya cocok untuk ia pakai.

Bulan keluar dari kamar, menatap Lita yang nampak sibuk di dapur. Ia tersenyum tipis, tetapi kakinya ia langkahkan menuju kamar mandi. Sebelum membantu Lita, ia akan membersihkan tubuhnya terlebih dahulu.

Beberapa menit kemudian Bulan keluar dari kamar mandi dengan wajah segar, ia menghampiri Lita yang masih nampak sibuk membuat sesuatu.

"Ibu."

Lita menoleh sekilas, lalu kembali melanjutkan acara memasaknya.

"Ibu masak banyak buat apa? Ada acara?"

Lita masih tidak menjawab.

Bulan menghela napas, "aku bantu ya Bu, biar cepet selesai."

Lita kembali melirik Bulan sekilas, "terserah."

Bulan tersenyum senang, walaupun respon Lita masih terkesan dingin. Setidaknya Lita sudah mau memberikan respon pada ucapannya.

"Memangnya siapa yang mau dateng Bu? Sampai Ibu masak banyak gini."

Lita kembali tidak menjawab, wanita tersebut sibuk menggoreng.

Bulan menghela napas, ia menghentikan kegiatannya, "bentar ya Bu, aku mau minum obat dulu. Belum minum, takut kambuh."

Bulan menghela napas saat lagi-lagi ucapannya tidak di respon oleh Lita, ia melangkah menuju kamarnya. Meminum obatnya satu persatu dengan sabar.

Bulan tersenyum tipis, ia tidak yakin bisa bertahan nantinya. Penyakitnya sudah semakin parah, hanya Fajar yang peduli padanya saat ini.

Bahkan Bulan pernah berpikir jika ia lebih baik menyusul Ayah dan Ibunya, tidak merasakan sakit dan menderita karena ketidakacuhan Lita sebagai Ibu tirinya.

Bulan beranjak, ia melangkah keluar dari kamar. Kembali menuju dapur untuk melanjutkan acara membantu Lita.

Hitung-hitung mengambil hati Ibu tirinya yang keras bagai batu, dalam hati Bulan berharap jika suatu hari nanti Lita tidak bersikap dingin padanya. Mulai menerima dirinya apa adanya, karena dalam lubuk hatinya ia menginginkan kasih sayang seorang Ibu yang tidak pernah ia rasakan dari lahir.
•••
"Akhirnya ujian berakhir juga!!!" Langit berteriak senang.

Cinta Dua WaktuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang