💫 Bagian 28

570 74 0
                                    

Tidak ada hari indah, semuanya tertutup kabut kesedihan. Tapi ingatlah, pelangi akan datang memberikan keindahan.
•••

Senja berlari di koridor rumah sakit, air matanya terus mengalir

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Senja berlari di koridor rumah sakit, air matanya terus mengalir. Dirinya tidak ingin percaya dengan kabar tersebut, tetapi hati kecilnya berkata jika Kakaknya memilih pergi.

Senja masuk ke dalam ruangan Kakaknya, ia bisa melihat jika Bulan menangis dengan menggenggam tangan Kakaknya.

"Kakak gue kenapa?!"

Bulan tersentak, ia menatap Senja dengan air mata terus mengalir. Kepalanya menggeleng, "aku gak tau, aku dateng ke sini Kakak kamu udah gak ada. Dia dibunuh."

"Tau darimana kalau Kakak gue dibunuh?!" Napas Senja memburu, ia masih tidak percaya apa yang dilihat di depannya.

Bulan menyibak selimut yang menutupi tubuh Bintang, menunjuk tiga buah tusukan di dada dan perutnya. Darah merembes keluar dengan deras dari tubuh Bintang.

Brukk

"Senja." Fajar mendekat ke arah Senja. "Keluarin semuanya, jangan ditahan." Ia mengelus bahu Senja.

"Kenapa ini harus terjadi sama gue sih?! Salah gue tuh apa di masa lalu?!" Langit, Pelangi, Angkasa, dan Antariksa hanya bisa terdiam. Mereka menatap jasad Bintang dengan tatapan tidak percaya.

"Kenapa Kakak gue harus jadi korban?! Kenapa?!" Senja memukul lantai rumah sakit dengan kesal.

Brukk

"EH!!"

Senja dan Fajar menoleh, mendapati Bulan yang sudah tergeletak begitu saja. Fajar beranjak mendekati Bulan, menepuk pipi Adik tirinya dengan pelan.

"Bulan, bangun." Fajar terus menepuk pipi Bulan dengan pelan. "Bulan jangan bercanda."

Senja hanya menatap Fajar dengan air mata terus mengalir, napasnya memburu. Dadanya terlalu sesak menerima kenyataan ini.

"BULAN!!" Fajar menatap Antariksa dan Angkasa bergantian. "Kalian panggil dokter!!!"

Angkasa dan Antariksa langsung berlari keluar dari ruangan, sedangkan Langit dan Pelangi menemani Senja yang terpukul dengan kepergian Kakaknya.

Tak beberapa lama dokter dan beberapa perawat masuk ke dalam ruangan, mengurus jasad Bintang dan membawa tubuh Bulan ke ruangan lain.

"Senja." Langit berbisik. "Gue turut berduka cita ya."

Senja tidak menjawab, ia masih sibuk menangis karena kepergian Kakaknya.

Pelangi menganggukan kepalanya, "gue gak nyangka Kakak lo bakal dibunuh, gue berharap pembunuhnya cepat ditemukan."

Senja masih tidak menjawab, ia masih menatap kosong lantai rumah sakit. Tangisnya perlahan mereda, tetapi air matanya terus mengalir keluar.

Brukk

Cinta Dua WaktuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang