Tawamu candu, jangan menyembunyikannya. Senyummu seperti madu, enak dipandang. Semuanya tentangmu, jantung ini selalu berdebar.
•••Beberapa menit dalam keterdiaman, Senja menghela napas pelan. Membuat Fajar menoleh dengan kening berkerut.
"Kenapa?"
Senja mengedikkan bahunya tak acuh, "semenjak Orang tua gue meninggal, gue merasa hidup gue gak ada gunanya."
Fajar terdiam, ia menatap Senja dengan tatapan yang sulit diartikan.
"Setahun yang lalu kebahagiaan sering gue dapatkan, abis itu... Sebuah kejadian merenggut semuanya dari gue."
"Kejadian apa?"
Senja menoleh ke arah Fajar, "kecelakaan beruntun."
Fajar mengerjapkan matanya, ia menatap Senja tidak percaya.
"Mobil yang dibawa Ayah gue ikut jadi korban, kedua Orang tua gue meninggal di tempat. Dan Kakak gue koma karena ngelindungin gue saat itu." Senja menelan salivanya susah payah, rasanya menceritakan masa lalu yang menyakitkan sangatlah sulit. "Seharusnya gue yang koma, bukan Kakak gue."
"Setiap malem gue selalu berharap kalau itu hanya mimpi, gue bangun dan disambut kedua Orang tua gue. Keisengan Kakak gue." Senja menggelengkan kepalanya. "Tapi semuanya memang nyata, gue ditinggal sendiri."
"Gue suka puisi sama novel, karena Ibu gue penulis." Senja tersenyum, ia menatap danau buatan di depannya dengan tatapan menerawang. "Gue belajar banyak dari Nyokap."
"Tapi semenjak kecelakaan itu terjadi, semuanya seakan menjadi jahat sama gue. Gak ada lagi yang namanya kebahagiaan yang gue rasain sekarang."
Senja menghela napas, "apalagi ditambah masalah ini, gue merasa beban gue bertambah banyak. Masalah belum selesai, Kakak gue dibunuh." Senja tertawa getir, satu tetes air mata turun membasahi pipinya.
Fajar mengulurkan tangannya, mengusap pipi Senja yang terasa lengket karena terlalu banyak menangis.
Senja menghela napas, "gue iri sama Langit dan Pelangi, Orang tua mereka masih lengkap. Sedangkan gue?" Ia menggelengkan kepalanya, isakannya keluar begitu saja karena rasa sesak yang ditahannya. "Gue bukannya bersyukur atau apa, tapi... Gue gak sekuat yang dikira."
Fajar menepuk bahu Senja beberapa kali dengan pelan, "semuanya udah berlalu, sekarang lo harus mulai hidup baru. Anggap saja kejadian itu membuat lo semakin kuat."
Senja terisak, ia menatap Fajar dengan air mata yang terus membasahi pipinya.
"Gue yakin, lo udah diceritain sama Bulan masalah keluarga gue."
Senja menganggukan kepalanya pelan.
"Dia bener Ja, semuanya benar. Dan saat itu gue merasa hancur banget, bahkan gue gak kuat liat Ibu gue selalu nangis."
KAMU SEDANG MEMBACA
Cinta Dua Waktu
Fiksi Remaja[COMPLETED] Seperti ingin menyatukan dua waktu yang tidak bisa bersatu. Semesta kembali mengambil alih untuk mempertemukan dua waktu yang berbeda Ketika dalam kenyataannya dua waktu itu tidak bisa saling bersatu karena terhalang, apakah semesta bisa...