Enjoy kuy.
"Ji, kau ti---" belum selesai Seulgi bicara Jisoo sudah memotongnya.
"Diam." Ucap Jisoo.
Suasana di dalam mobil sangat mencekam karena ekspresi dingin Jisoo. Bahkan kedua betina di depan Jisoo itu tidak berani bicara apalagi bertingkah.
Saat sampai di depan apartemennya Jisoo langsung keluar dari mobil tanpa mengatakan apapun. Hatinya masih kalut. Meskipun Jin memberinya waktu untuk berpikir, tapi Jisoo tidak tau apa yang harus dipilihnya. Dua pilihan yang sangat impossible untuk dipilih.
Wendy dan Seulgi yang melihat punggung Jisoo semakin menjauh pun hanya menghela nafasnya. Mereka berdua juga tidak tau apa yang harus dilakukan untuk membantu Jisoo. Meskipun Jisoo sangat dingin dan menyebalkan, tapi Wendy dan Seulgi menyayanginya seperti adik kandung mereka sendiri.
"Bahkan otak cerdasku ini tidak mampu untuk berpikir." Ucap Wendy.
Seulgi mengangguk setuju. Ia sebenarnya tidak tega melihat Jisoo seperti itu. Karena ini pertama kalinya ia melihat Jisoo mengkhawatirkan sesuatu.
Mobil mereka pun meninggalkan apartemen Jisoo.
...
Setelah memasukkan kode apartemennya hal yang pertama Jisoo lihat adalah televisi yang menonton Jennie sedang tidur di sofa.
"Kenapa tidur di sofa?" Batin Jisoo
Jisoo berjalan mendekat dan mematikan televisi.
Pikiran Jisoo sedang kacau sekarang. Apakah dia harus menjauhi Jennie? Tapi Jisoo sudah terlalu nyaman dengan kehadiran Jennie untuk saat ini. Tapi jika terus bersamanya bukankah sama saja dengan membunuhnya secara perlahan?
Ia ingat, Jin hanya memberinya waktu satu hari untuk Jisoo memutuskan pilihannya. Matanya seketika memanas. Ia ingin menangis, tapi Jisoo harus menahannya karena tidak mau wajah cantik di depannya ini tidurnya terusik.
Tangan Jisoo merapikan rambut Jennie dan mengelusnya perlahan, seketika air mata Jisoo turun tanpa diminta. Ia menangis tanpa suara.
Tanpa disadari mata Jennie terbuka karena sentuhan di kepalanya. Dan ia mendapati Jisoo sedang menangis.
Jisoo yang melihat Jennie bangun pun dengan segera megelap air matanya.
"Kenapa bangun? Aku mengganggumu?" Tanya Jisoo sambil berusaha tersenyum.
"Kenapa menangis?" Tangan Jennie terulur untuk menyentuh pipi Jisoo.
Jisoo tidak menjawab. Ia segera berdiri dan duduk di sofa. Jisoo juga berusaha membangunkan Jennie untuk duduk.
Jennie yang mengerti maksud Jisoo segera memeluknya. Entah apa masalah yang Jisoo miliki hingga ia terlihat tidak berdaya seperti ini. Sekali lagi Jennie ingin bertanya kenapa, tapi ia memilih untuk bungkam dan menanyakannya nanti setelah Jisoo tenang. Jadi Jennie sekarang memeluknya dan mengucapkan kata-kata penenang.
Jisoo menangis tanpa mengeluarkan suara. Hanya air matanya yang mengalir turun ke pundak Jennie. Entahlah untuk saat ini pelukan Jennie adalah yang ternyaman. Jisoo juga tidak tau kenapa. Pertemuan yang tidak sengaja itupun yang menjadikan keadaannya seperti ini. Kenapa harus Appanya Jennie? Padahal Jisoo sangat menyayangi anaknya saat ini. Ingin sekali Jisoo menolak tawaran itu. Tapi ia lebih takut lagi jika tidak bisa melindungi Jennie, meskipun dia adalah pembunuh profesional.
Jisoo melepaskan pelukannya dan mata kucing itu menatapnya sendu.
"Kenapa?" Tanya Jennie sambil mengusap air mata Jisoo yang masih tersisa.