Enjoy kuy.
"Ahh begi---" Jennie tidak melanjutkan ucapannya karena ada sepasang tangan yang melingkar di perut buncitnya. Tubuhnya menegang. Ia jelas tau siapa pemilik pelukan ini, pemilik pelukan terhangat yang pernah ia rasakan.
Wendy langsung mengalihkan pandanganya dan meruntuki kebodohan Jisoo.
"Lepas." Ucap Jennie datar.
"Hiks...sebentar saja, biarkan seperti ini."
Jennie hanya diam, mungkin ia juga rindu pelukan ini. Jennie juga merasakan bahunya basah. Kemudian rasa nyaman menjalar di tubuhnya ketika perutnya dielus pelan.
"Dengarkan penjelasanku, kumohon." Ucap Jisoo lirih.
Jennie langsung menghempaskan tangan Jisoo yang melingkar di perutnya. Kemudian ia menatap Jisoo dengan tatapan tajamnya. Sedetik kemudian tatapan Jennie berubah sendu karena melihat penampilan Jisoo.
"Kenapa kau terlihat menyedihkan?!" Jennie menatapnya tajam lagi.
"Apa perlu ku jawab penyebabnya?"
"Dia sekarang merokok dan minum-minum." Ucap Wendy.
"Kau mau tubuhmu rusak?! Berhenti melakukan hal itu!"
"Aku akan berhenti jika kau kembali padaku."
Jennie terkekeh. "Bahkan orang bodoh pun mengerti kalau aku sudah gila jika kembali padamu."
"Dengarkan penjelasanku, Jen!" Kali ini Jisoo sedikit berteriak.
"Apa yang perlu dijelaskan? Sudah cukup jelas bukan?" Jennie segera masuk kedalam, tapi Jisoo menahannya.
"Dengarkan aku!"
"Sirreo! Lepaskan!" Jennie berusaha melepaskan lengannya dari cengkraman Jisoo. "Aku akan menggugurkan anakmu jika kau tidak mau melepaskanku!"
Meskipun tidak rela, Jisoo tetap melepaskan tangan Jennie perlahan. "Aku mohon, dengarkan aku bicara, Jen."
"Hiduplah dengan baik dan...lupakan aku." Setelah itu Jennie benar-benar masuk ke dalam dan mengunci pintunya.
"Jen! Buka pintunya! Jennie-ah!" Air mata Jisoo turun di pipinya yang semakin tirus.
"Ayo pulang." Wendy menarik Jisoo ke dalam mobilnya.
Setelah keluar dari pekarangan rumah Mino, Wendy memberhentikan mobilnya.
"Sudah jangan menangis!" Wendy memberi Jisoo selembar tisu. "Hah, aku kan sudah bilang jangan keluar."
"Hiks...aku tidak tahan bodoh."
"Kalau kau tidak keluar, kau pasti bisa memandang wajahnya lebih lama."
Jisoo menenangkan dirinya sendiri sebelum menjawab. "Aku tidak menyesal, karena aku bisa memeluknya lagi."
"Tapi Jennie memintamu untuk melupakannya. Bukankah itu artinya kau sudah tidak punya harapan lagi?"
"Kau benar, tapi aku tidak peduli meskipun dia bicara seperti itu. Aku tidak akan pernah melupakannya."
"Hmm terserah Ji, langsung pulang?"
"Kita mampir ke minimarket, rokok dan sojuku sudah habis."
"Padahal Jennie menyuruhmu 'hiduplah dengan baik'."
Jisoo tidak menjawab dan memilih membuang pandangannya ke luar jendela.
Mereka kini sampai di minimarket terdekat.
"Cepat turun." Ucap Wendy.
"Kau saja yang belikan, sekalian yang banyak."
Wendy mengalah, ia yang turun dari mobil. Jika saja Jisoo tidak punya masalah seperti ini, sungguh tidak sudi Wendy memanjakannya.