33. Worried

2.9K 345 45
                                    

Enjoy kuy.

Jam menunjukkan pukul sebelas malam, tapi mereka berdua belum tidur. Posisinya sekarang  Jisoo bersandar di kepala kasur, sedangkan Jennie berada di depan Jisoo dan bersandar di tubuhnya. Tangan Jisoo mengelus perut Jennie yang masih rata, tentu Jennie yang meminta. Ya, mereka melakukan percakapan sebelum tidur. Karena keduanya juga belum mengantuk.

Cup!

Jisoo mencium pipi bakpao Jennie yang berada tepat di sebelah kanan pipinya.

"Jen?" Panggilnya.

"Kenapa?" Tangan Jennie mengikuti gerak tangan Jisoo di perutnya.

"Apa kau menyesal bersamaku sekarang?"

Jennie menoleh. "Apa yang kau bicarakan?"

"Ani, hanya saja aku khawatir kau menyesal menjalin hubungan denganku."

Jennie kembali menyandarkan tubuhnya kemudian menatap lurus ke luar jendela.

"Kalau aku boleh jujur, aku menyesal Jisoo. Aku menyesal karena hubungan kita sudah terlalu jauh. Aku juga menyesal pernah melakukan hal itu denganmu. Dan aku juga sempat menyesal karena ada dia di perutku. Hmm mungkin juga aku tidak akan memiliki teman lagi karena mereka menganggapku aneh, suka dengan sesama wanita."

Jisoo masih setia mendengarkan tanpa berniat menyela ucapan Jennie.

"Tapi kau tau, Ji? Penyesalan itu tidak sebanding saat aku melihat hancurnya dirimu sewaktu aku mengatakan akan menggugurkan anak kita. Mungkin kalau aku melakukannya, aku akan menjadi orang yang paling jahat karena membunuh harapanmu bertemu dengannya. Aku tidak menyesal bertemu denganmu Jisoo. Harusnya aku tidak menyesal, karena kau yang menolongku waktu itu. Kau juga yang merawatku sampai sekarang."

"Jadi kau hanya balas budi padaku?" Tanya Jisoo.

Jennie secepat kilat menatapnya dan menggeleng. "Kenapa berpikir seperti itu? aku sudah pernah mengatakan kalau aku suka padamu waktu pertama kali kita bertemu. Aku tulus mencintaimu Jisoo. Yang kulakukan sekarang bukan karena balas budi padamu."

Jisoo memeluknya semakin erat dan menciumi aroma tubuh Jennie. "Hidupku dulu sangatlah flat, karena aku tidak punya seseorang untuk kulindungi. Tapi sekarang, hidupku mungkin akan berarti. Karena ada kau dan calon anakku yang harus kulindungi nanti."

"Sayang?" Jennie mengelus pipi Jisoo dengan sebelah tangannya.

"Hmm?"

"Berjanjilah untuk selalu ada untukku."

"I promise."

Jennie terkekeh karena Jisoo menjawabnya dengan bahasa Inggris. "Let's speak English right now." Ucapnya.

"No! Big no! I wanna sleepeu." Jisoo mulai membaringkan tubuhnya. "Sini, kau tidak mau aku peluk?"

Jennie membaringkan tubuhnya juga dan tidur di lengan Jisoo. Tapi posisinya sekarang tidak nyaman, ia merubahnya menjadi tidur di dada Jisoo.

"Tidak apa-apa kan aku tidur seperti ini lagi?" Tanyanya.

"Gwaenchana."

"Sepertinya anak kita ingin mendengar detak jantungmu."

"Em jinjja?"

"Ne, dan sepertinya dia juga bertanya kenapa detak jantungmu berdetak cepat sekali."

"Itu karena eommamu sayang."

"Kenapa karenaku? Padahal kita kan sudah sering tidur seperti ini."

"Bawel, tidur." Jisoo tidak bisa menjawab pertanyaan Jennie.

The Truth Untold (Jensoo) ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang