Kadang kala kita merasa bahwa kita sendiri menghadapi dunia, kita lupa satu satunya pintu yang terbuka untuk mu mengurai penat, pintu yang dinamakan keluarga.
Dimana di dalamnya ada seorang perempuan penuh kasih bernama ibu yang siap mendengar keluh kesah mu, mencari solusi terbaik untuk masalahmu.
Katanya, "Keluarga itu sebagai tameng kamu, meski tameng itu tak kokoh sekalipun ia akan melindungi mu."
____________________*koreksi typo
Dimas dibuat kesal dengan beberapa berkas presentasi yang tertinggal di ruang kerjanya rumahnya padahal ia membutuhkannya hari ini. Dengan langkah tergesa Dimas bergegas meninggalkan ruang kerja dan turun menuju lantai pertama untuk menuju parkiran dimana mobilnya berada. Langkahnya tertahan ketika di kejutkan kedatangan Aldra yang memakai baju seragamnya sembari menenteng kotak bekal bewarna hijau dan sebuah map yang entah apa isinya.
Aldra menghampiri resepsionis untuk menyerahkan bekal dan map nya seraya berbicara sebentar pada bagian resepsionis hingga ia diberikan secarik kertas dan pena. Dimas tidak bisa menebak apa yang tengah anaknya itu bicarakan dikarenakan jarak mereka yang cukup jauh. Resepsionis itu tersenyum ketika Aldra berbicara sembari tangannya setia menuliskan sesuatu pada kertas itu.
Setelah menyodorkan kembali kertas beserta pena itu Aldra berpamitan tersenyum ramah tergesa dan keluar tanpa menyadari keberadaan Dimas yang setia memantaunya. Dimas perlahan mendekati bagian resepsionis setelah memastikan kepergian anak itu. Penjaga resepsionis itu terkejut menyadari keberadaan Dimas yang menjadi pembicaraan dirinya dan Aldra sepuluh detik yang lalu.
"Ada yang cariin saya?"
"Tadi ada putra bapak yang menitipkan bekal dan berkas ini buat bapak, sama ada pesan untuk bapak." Penjaga resepsionis itu memberikan map, bekal, serta secarik kertas tersebut pada Dimas dan diterima Dimas dengan baik. Setelahnya Dimas pamit undur diri kembali menuju ruangannya.
"Terimakasih. Kalau begitu saya pergi dulu," pamit Dimas.
Dimas sudah kembali ke ruangannya. Netra nya terhenti pada satu objek yang menarik perhatiannya. Dimas terpaku menyadari berkas yang ada di dalam map itu adalah materi presentasi yang ia akan ambil. Tak lupa ia membaca sepucuk urat yang Aldra tinggalkan.
'Tadi Papa lupa sarapan dan cuma minum kopi pahit aja kan? Ini Galang bawain bekal yang Mama masak buat Papa. Jangan lupa dimakan. Galang juga udah bawain Papa berkas yang ketinggalan di meja makan. Papa jangan lupa istirahat.'
Take a care—Galang
Dimas terpaku padahal sudah jelas ia melihat dengan mata kepalanya sendiri bagaimana dengan tergesanya Aldra berlari kearah resepsionis untuk memberikannya bekal dan kepentingannya yang lain tapi anak itu malah menuliskan nama Galang yang berada di sana dan bukannya dia.
"Kamu benar, Sar. Dia sebaik Tyo."
Kemarin seharian suntuk Dimas habiskan untuk berkeja dan malamnya mengitari jalan Panglima Polim seorang diri guna menenangkan pikirannya yang bercabang. Di persimpangan jalan ia terhenti saat menemukan anak jalanan yang mengadah meminta sepeser uang dari para pejalan kaki atau pengendara yang berhenti di lampu merah. Dimas merogoh dompetnya dan memberikan dua lembar uang bewarna merah pada seorang anak kecil yang Dimas perkirakan masih mengeyam pendidikan sekolah dasar seperti anak bungsunya. Senyum di anak laki-laki itu terbit begitu indahnya tak henti-hentinya mengucapkan terimakasih dan mendoakan kebaikan untuknya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Angan Impian [Revisi]
Teen Fiction"𝘒𝘢𝘮𝘶 𝘵𝘢𝘩𝘶 𝘣𝘢𝘨𝘢𝘪𝘮𝘢𝘯𝘢 𝘤𝘢𝘳𝘢 𝘴𝘦𝘮𝘦𝘴𝘵𝘢 𝘮𝘦𝘯𝘺𝘢𝘮𝘣𝘶𝘵 𝘬𝘦𝘩𝘪𝘭𝘢𝘯𝘨𝘢𝘯?" "𝘈𝘳𝘢, 𝘩𝘶𝘫𝘢𝘯 𝘥𝘢𝘯 𝘭𝘢𝘯𝘨𝘪𝘵 𝘴𝘦𝘯𝘫𝘢 𝘢𝘥𝘢𝘭𝘢𝘩 𝘬𝘰𝘮𝘣𝘪𝘯𝘢𝘴𝘪 𝘺𝘢𝘯𝘨 𝘵𝘦𝘱𝘢𝘵 𝘥𝘢𝘳𝘪 𝘱𝘦𝘳𝘱𝘪𝘴𝘢𝘩𝘢𝘯. 𝘋𝘪𝘮𝘢𝘯...