06

3.3K 150 4
                                    

Fara kecewa seharusnya berpegang teguh kepada prinsipnya yang tidak berharap lebih kepada Aldra. Terbukti sampai detik ini Aldra belum juga datang padahal jam sudah hampir menunjukkan pukul 7 tepat. Padahal ia sudah nangkring manja di pagar rumahnya memantau gerak-gerik kedatangan Aldra dengan moge-nya, namun sampai detik ini Aldra dan moge-nya tak kunjung datang.

"Ih tuh kakel ngeselin, songong, tengil, and ngeselin sejagat raya mana sih kok belum nongol-nongol. Dah mau telat juga," gerutu Fara.

"Dasar bocah sebleng misuh-misuh sendiri!" Tiba-tiba sepupunya datang menegurnya.

Clara memang baru sampai di rumah Fara subuh tadi. Niat nya ia akan menginap di rumah Fara sementara waktu. Selagi Clara masih pengangguran dengan ijazah SMA yang masih ngangur. Yap ... Clara memang dua tahun lebih tua dari pada Fara yang masih duduk di bangku pertama sekolah menengah atas. Clara pergi kemari hanya untuk membantu Ayah Fara mengelola salah satu cabang franchise yang ada di Jakarta. Clara memilih mengundur kuliahnya, katanya cari pengalaman kerja dulu dan tidak mau terburu-buru kuliah.

"Halah ... buruan berangkat sana masih karyawan baru aja sok nelat. Dipecat jadi gembel lo entar!"

"Woh atrah bocah sebleng! Dikandani pakdhe Revan besok aja kerjanya. Gue baru sampai sini subuh tadi kalik. Perjalanan Surabaya-Jakarta kon pikir gak suwé?" jawab Clara nyolot.

"Pikir sendiri sono! Males gue mikirin elu!" Fara sedikit paham memahami bahasa jawa karena Clara yang kerap menggunakan bahasa daerah ketika menginap di rumahnya mau tak mau ia harus belajar pula agar Clara tak semena-mena mengejeknya dengan bahasa daerah.

"Atrah kowe ki adik sepupu jahanam!" Urusan mengumpat memang Clara jagonya. Lahir dan tumbuh di Surabaya membuat anak itu memiliki karakter yang keras dan sangat kontras dengan watak orang jawa yang kalem dan sopan bila bertutur kata.

"Udah deh gak usah ganggu lo sepupu jahanam! Gue lagi kecewa 'nih!" Fara menekuk wajahnya marah.

"Opo'o? Sak eruhku kowe ki jomblo, lho!" ejek Clara.

"Kon pikir wong jomblo ki ora iso kecewa?!" balas Fara tak kalah sengit.

"Kak Aldra mana sih?! Udah jam berapa ini bisa telat gue!" gerutunya kesal. Clara diam-diam menertawakan perilaku Fara yang masih bocah.

Saat sedang asik-asiknya mengumpati Aldra seseorang lebih dulu sampai di depannya dengan motor sport hitam. Sosok itu turun dari motornya dan melepaskan helmnya dengan kasar hingga beberapa anak rambutnya memburai begitu saja. Fara terpana dengan gaya laki-laki itu mengaacak rambutnya kasar sebelum turun dari motor ninjanya itu.

"Naik!" Belum sepenuhnya sadar dari keterpanaannya Fara dikejutkan dengan perintah tiba-tiba.

"Kak David temennya Kak Aldra bukan?" tanya Fara memastikan. Yang ditanya hanya berdehem mengiyakan.

Pasalnya Kinara selalu menceritakan perihal Aldra dan geng nya ketika mereka berpapasan jadi Fara rasa orang di depannya ini cukup familiar.

"Ow em jie ... kak David yang dinginnya ngalahin AC portabel, 'kan? Kenapa tiba-tiba gak ada angin gak ada banjir, nangkring di rumah Fara? Lagi nyasar ya? Atau jangan-jangan kesambet siluman aing maung?!" David pertambah pening mendengar celoteh tak berfaedah yang sialnya kelewat bersemangat itu dari Fara.

"Naik!" pintanya lagi kali ini disertain tatapan tajam. Bukannya takut cewek itu malah mendekatinya menelitinya dari atas sampai bawah.

"Kak David gak ada niat macem-macem, 'kan? Ini masih ada dalam kawasan perumahan btw, jadi gak tepat kalau buat kriminal. Dan satu lagi, Fara udah janji sama Kak Aldra buat berangkat bareng jadi gak bisa." Fara mundur kembali ke posisinya, yaitu menaiki lekukan pagar bawah seraya memantau jalanan memindai pengendera motor yang lewat siapa tahu Aldra datang.

Angan Impian [Revisi]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang