15

2.4K 95 8
                                    

Terjerat mimpi yang indah
Lelah ...

-Iwan Fals

____________________________

Aldra menghisap batang tembakau dalam-dalam dan menghembuskannya perlahan terlihat Aldra sangat menikmatinya. Tiba-tiba suara derap kaki mendekatinya dan menarik paksa rokok yang baru habis dua hisapan.

"Aku cari-cari kakak di kelas tapi kakak malah nyebat di sini." Fara dengan santainya mematahkan rokok itu menjadi beberapa bagian. "Rokok gak baik buat kesehatan kakak. Rokok juga bisa menyebabkan kematian atau dengan kata lain rokok dapat mengurangi umur bagi mereka yang mengonsumsinya. Berhubung aku anak PMR jadi sekalian aku beri penyuluhan."

Aldra tak bereaksi apa-apa saat Fara mematahkan batang rokoknya. Ia hanya memandang datar. "Kakak sakit? Kok pucet gitu?" Aldra mencekal pergelangan tangan Fara yang hendak menyentuh keningnya. Aldra memundurkan langkahnya menjauhi Fara.

"Ada masalah serius pada ginjal kamu, Aldra."

"Gagal ginjal."

Kalimat-kalimat itu meruntuhkan pertahanan Aldra. Diagnosa mengerikan itu berputar di kepalanya. "Pergi!" titah Aldra datar.

"Kakak marah ya karena rokoknya udah Fara patahin? Fara minta maaf, deh, kalau lancang. Tapi serius merokok itu gak baik buat kesehatan apalagi kakak sakit kan?"

"Kamu harus rajin menjalani cuci darah dan mengonsumsi obat yang sudah saya resepkan."

"Gue kasih waktu lo 5 menit untuk pergi."

"Berapa lama saya harus melakukan ini semua?"

"Sampai kita menemukan donor ginjal yang cocok."

Percakapan antara dirinya dengan dokter spesialis terus terngiang meskipun Aldra bersikeras melupakan. Bohong, bila ia mengatakan ia akan baik-baik saja dengan fakta mengerikan yang baru saja ia terima, nyatanya hari-hari ia lalui dengan meratap menghitung hari di sisa umurnya.

Perkataan Fara setelahnya hanya menjadi angin lalu bagi Aldra. Ia mengarah ke ujung rooftop tanpa memperdulikan celotehan Fara meski begitu, Fara tetap membuntuti Aldra. Fara dengan lancangnya mencekal pergelangan tangannya agar berbalik menatapnya.

"Pergi, Ara! Aku mohon pergi. Jangan buat aku berharap lebih dengan kehadiran kamu saat ini," pinta Aldra dalam hati disertai mata yang berkaca.

"Gue kasih waktu kalau lo pengen berubah pikiran."

"Gak akan sebelum kakak maafin aku."

Aldra mulai putus asa membuat Fara gentar dengan pilihannya. Iapun terlintas rencana yang sama sekali tak ingin ia gunakan, namun dengan kegigihan Fara saat ini membuat Aldra terpaksa melakukannya. "Gue bukan anak baik-baik seperti yang lo inginkan. Rumor yang beredar itu benar. Gue pembunuh.

Dan lagi ...." Aldra menunjukkan pergelangan tangannya yang masih terdapat bekas sayatan memanjang. "Gue self harm, gue gila. Lebih baik lo pergi sebelum lo terluka di tangan gue."

Aldra merasa berhasil ketika Fara memekik takut dan perlahan mundur darinya. Aldra tertawa sumbang dan mengambil sebilah cutter di sakunya dan menggoreskannya di telapak tangannya. "Lihat? Gue bahkan gak akan ragu buat lukain diri gue sendiri. Lo bisa luka didekat gue."

Aldra hendak menggores kembali telapak tangannya namun berhasil dicegah oleh Fara. "Stop, jangan diteruskan." Fara membuang cutter itu secara paksa.

Aldra sontak terkejut. Belum sembuh dari terkejutannya ia kembali dikejutkan apa yang dikatakan Fara.
"Aku gak peduli sesulit dan sesakit apa nanti kedepannya aku cuma ingin jadi bagian dari bahagia Kakak. Bagaimanapun caranya aku bakal bantu Kakak." Aldra menggelengkan kepalanya pelan. Ia mengunci tubuh Fara pada tembok yang ada di sana.

Angan Impian [Revisi]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang