21

1.9K 153 26
                                    

Intinya ketika lo udah menemukan seorang pendamping yang lo rasa pas dan lo nyaman sama dia, pertahanin, dan nikmati prosesnya.

–Galang

___________________

Pagi ini Galang sudah merecoki Aldra yang masih mengenakan dasinya dengan menyeret paksa ia ke meja makan. Aldra yang tengah diseret paksa oleh Galang itu nampak ogah-ogahan berbanding terbalik dengan Galang yang antusias bergabung dengan lainnya. Sepanjang berada di sana Aldra hanya menunduk tanpa berani menatap wajah Dimas yang kebetulan duduk dihadapan nya . Dimas tak lagi berkomentar seperti biasanya saat Aldra bergabung sarapan dengan mereka. Padahal biasanya Aldra akan menuai banyak ujaran kebencian tatkala dirinya turut bergabung dalam acara sarapan mereka, itu juga yang membuat Aldra sering sekali melewatkan Sarapan guna menghindari komentar pedas dari Dimas. Galang sudah mengambil tempat di sebelah kanan Aldra dan Sabrina di sebelah kirinya.

Tangan Aldra tanpa sadar saling bertaut  cemas. Sabrina sebagai orang pertama yang menyadari kegelisahannya itu membungkus kedua tangan Aldra dengan kedua tangan kecil miliknya. Aldra menengok adiknya yang kini tersenyum menatapnya. Galang disebelahnya ikut menepuk pundaknya pelan. Galang mengambilkan nasi, sayur, serta lauk-pauk di piring milik Aldra.

"Makan, Al. Lo kurus banget." Tanpa sadar sedari tadi Dimas melihat interaksi ketiganya dalam diam tanpa ikut menimpali. Dimas bangkit dari kursinya setelah menghabiskan segelas kopi pahit tanpa menyentuh makanannya.

"Makanannya gak dimakan, Pa?" Galang bertanya kala Dimas sudah bangkit dari duduknya.

"Papa buru-buru, Abang. Kalian hati-hati nanti ke sekolah nya."

Aldra menatap kepergian Dimas dengan tatapan kosong. "Gara-gara Aldra ya, Bang?"

Galang menggeleng tidak setuju. "Bukan karena elo. Sekarang habisin makanannya trus kita berangkat. Jangan sampai telat, bisa mampus gue dihukum adik tingkat gue sendiri."

Aldra hanya terkekeh dan melanjutkan sarapannya sementara Mama masih berkutat di dapur membuatkan bekal untuk putra putrinya. Mama memang sudah sarapan terlebih dahulu sebelum membangunkan anggota keluarga yang lain. Selesai mereka menghabiskan sarapan Galang memanaskan mobil pemberian dari Dimas untuk kado ulang tahun nya sementara Aldra membantu membereskan piring dan gelas kotor yang mereka gunakan tadi untuk dicuci.

Tadinya Sarah ingin protes namun melihat wajah tanpa dosa putranya saat membantunya mencuci piring membuat Sarah tak tega mengomelinya padahal anak itu sebentar lagi berangkat sekolah. "Udah biarin disitu aja abang. Udah sana gih siap-siap ke sekolah."

"Abang udah siap-siap, Mama. Aldra pengen bantu Mama aja boleh?"

Tak kuasa menolah senyuman manis putra tengahnya Sarah mengangguk terpaksa. "Tapi nanti kalau Bang Galang panggil Abang udah harus berangkat biar Mama yang terusin."

Aldra mengangguk patuh. "Oiya, Ma, Abang boleh minta dibikinin bekel dobel? "

"Boleh. Satu nya lagi buat siapa emang?"

"Buat orang spesial."

"Spesial  buat siapa hayo. Abang udah punya pacar?" Seraya membuatkan bekal satu lagi Sarah melempar tanya menggoda Aldra.

"Udah. Kapan-kapan Aldra bawa kemari, boleh?"

"Loh Mama malah seneng kalian bawa pacar kalian kemari. Mama jadi ada temen ngobrol. Tapi ya gitu deh Abang kamu dari dulu gak pernah bawa ceweknya kemari sepi rasanya."

Galang berteriak memanggil Aldra menyuruh anak itu bergegas selagi tungkai nya dibawa melangkah menghampiri keduanya yang tengah asik berbincang.

"Tuh berangkat sana biar Mama terusin cuci piringnya." Sarah menggeser Aldra dari posisinya yang tengah mengelap piring-piring yang sudah dicuci bersih.

Angan Impian [Revisi]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang