Sederhananya ia hanya tak ingin orang lain bersedih karenanya.
-Angan impian 2021
_____________________________Dua bulan telah berlalu. Selama itu juga Aldra melewati hari-hari sulitnya seorang diri. Setelah beberapa waktu lalu ia pernah mencari info lowongan pekerjaan. Akhirnya Aldra diterima berkerja sampingan di beberapa tempat. Lelaki itu menepati ucapannya bahwa dirinya benar-benar membutuhkan uang untuk pengobatan dan keperluannya. Pengobatan yang biayanya tak bisa dianggap murah itu ia harus tanggung seorang diri sampai Aldra siap memberi tahu sebenarnya pada keluarganya.
Selama Aldra masih berniat menutup-nutupi perihal penyakitnya maka selama itu Aldra akan berusaha untuk menanggungnya seorang diri. Saat sepulang sekolah ia berada di bengkel bang Wira lalu tengah malam dilanjutkan dengan menjaga minimarket yang buka 24 jam. Beruntung Pasha mau membantunya mencari loker yang pas untuknya tanpa mengganggu jadwal sekolahnya walaupun tak dapat dipungkiri pagi harinya seusai menidurkan diri sebentar sehabis menjaga toko ia harus terkantuk-kantuk berangkat ke sekolah.
Seperti pagi ini seusai mengantarkan Fara ke kelasnya Aldra langsung merebahkan kepalanya pada lipatan tangan di atas meja terlelap. Cukup lama Aldra tertidur hingga kelas mulai riuh dengan kedatangan teman-teman satu kelasnya. Aldra menegakkan punggungnya yang pegal sehabis tidur tanpa ia sadari disampingnya ada David yang sedang mengerjakan sesuatu di bukunya.
"Ngerjain apa sih?" Aldra kepo juga pada akhirnya melirik kearah buku David.
"PR PKN."
"Gue lupa, su!" Tanpa banyak kata David memberikan buku yang baru saja selesai ia kerjakan ke Aldra.
"Thanks."
"Cepetan. Keburu Bu Sulis dateng."
"Iya... Sabar." Sembari menyalin jawaban David. Aldra mengurut pelan punggung dan bahunya bergantian. "Lagian kenapa gak bangunin gue aja sih tadi?!"
David nampak abaikan dengan protes yang Aldra berikan. Atensinya tertuju pada bengkak di beberapa sisi tubuh Aldra.
"Selain di minimarket lo kerja dimana lagi?" David melayangkan tatapan mengintimidasi kepada Aldra. Baru saja Aldra membuka mulutnya hendak menjawab namun David segera mendesak. "Ngaku lo!"
"Dih."
"Al?" Kali ini tatapan David semakin tajam dan mengerikan. Aldra bahkan sampai mengalihkan pandangannya kembali kepada soal essay agar tak saling beradu pandang dengan David.
"Aldra?" Sebelum semakin seram Aldra segera meninggalkan semua pengerjaan nya yang belum rampung dan beralih menatap balik David.
"Bengkel."
"Goblok!" umpat David tertahan tak ingin bangku mereka mendapat banyak sorotan, "Lo gak inget kondisi lo?"
"Gue inget. Justru karena gue inget itu makanya gue kerja."
Sementara David masih mengendalikan emosinya agar tidak meledak didepan Aldra, Aldra kembali menimpali, "Biaya pengobatan mahal. Mau bayar pake apa gue kalau gak kerja?"
"Gue—"
"Gue juga gak mau ngerepotin kalian lebih lagi." David sudah muak mengatakan bahwa Aldra sama sekali tidak merepotkan nya namun Aldra pasti akan menolaknya dengan beribu alasan lagi.
"Thanks udah care sama gue. Tapi gue tahu batas tabuh gue kok."
David yang geram memilih tak melanjutkan pembahasan mereka lagi. "Lusa jadwal HD jangan skip lagi kayak kemarin." Pada akhirnya David mengalah. Ia biarkan Aldra melakukan apa yang ia ingin lakukan sekalipun itu bertolak belakang dengan keinginannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Angan Impian [Revisi]
Teen Fiction"𝘒𝘢𝘮𝘶 𝘵𝘢𝘩𝘶 𝘣𝘢𝘨𝘢𝘪𝘮𝘢𝘯𝘢 𝘤𝘢𝘳𝘢 𝘴𝘦𝘮𝘦𝘴𝘵𝘢 𝘮𝘦𝘯𝘺𝘢𝘮𝘣𝘶𝘵 𝘬𝘦𝘩𝘪𝘭𝘢𝘯𝘨𝘢𝘯?" "𝘈𝘳𝘢, 𝘩𝘶𝘫𝘢𝘯 𝘥𝘢𝘯 𝘭𝘢𝘯𝘨𝘪𝘵 𝘴𝘦𝘯𝘫𝘢 𝘢𝘥𝘢𝘭𝘢𝘩 𝘬𝘰𝘮𝘣𝘪𝘯𝘢𝘴𝘪 𝘺𝘢𝘯𝘨 𝘵𝘦𝘱𝘢𝘵 𝘥𝘢𝘳𝘪 𝘱𝘦𝘳𝘱𝘪𝘴𝘢𝘩𝘢𝘯. 𝘋𝘪𝘮𝘢𝘯...