Ada yang lebih menyakitkan daripada patah hati ....
_____________________________
Sepi.
Itulah yang menggambarkan kediaman keluarga Bramanto saat ini. Sabrina malah sibuk bergelantung di kaki jenjang Aldra. Memang seharian ini anak itu terus menempel dengannya, membuat laki-laki dengan rahang tegas itu kewalahan menghadapi sifat manja adiknya itu.
"Dek, Mama mana, ya?" Aldra celingak-celinguk mencari keberadaan Sarah yang tak terlihat semenjak mereka pulang.
"Gak tau," balas gadis kecil itu acuh.
"Berat, Brie. Turun!" Sabrina menggeleng ribut. "Gak mau." Aldra menghela nafasnya kasar.
"Mandi, gih! Sore mau ngaji sama bu Warda 'kan?"
"Masih siang, Bang."
"Mandi sekarang, Dek!" Aldra mencoba melepaskan pelukan Sabrina dari kakinya. Tinggi anak itu hanya sampai pahanya saja, hal itu membuat Aldra gemas sendiri.
"GAK MAU ABANG JELEK!"
"MANDI SONO! LO BAU KETI GAK MALU APA SAMA MBAK VIA!" Aldra menggendong Sabrina dengan gaya bridle style sementara Sabrina sudah menjerit minta dilepaskan.
"Mandi atau gue gak mau lagi nemenin belajar sepeda?!" ancam Aldra.
"Ih ... mainnya ngancem. Gak asik!" Dibalik punggung itu Sabrina sudah mengerucutkan bibirnya lucu. Aldra buru-buru mengubah gendongannya menjadi gendongan bayi dan mengecupi seluruh Sabrina dengan gemas.
"NAJHISSS, BANG, IWH ... BAU JIGONG." Aldra sudah tertawa lepas menurunkan tubuh Sabrina tepat di depan pintu kamar anak itu
"Mandi atau abang cium lagi?!" Sabrina bergegas menutup kasar pintu kamar itu.
Brak ....
"Enggak makasih," sewot Sabrina.
🍃
"Bang, Niaz masih mau main bareng sama yang lain," rajuk Aldra kecil.
"Pulang, Yaz! Udah sore ini," tolak Galang.
"Ma, Abang jahat masa adek gak boleh main." Aldra kecil mencoba membujuknya agar Galang tak jadi membawanya pulang.
"Pulang atau mainan baru kamu gak jadi abang beliin?" ancam Galang kecil.
"Ih ... mainnya ngancem. Gak asik!" Aldra mengerucutkan bibirnya lucu. Hal itu bukannya terlihat menyeramkan justru mereka malah terkekeh menertawakan muka lucu Aldra ketika merajuk.
Tiba-tiba Sarah teringat betapa lucunya Aldra dan Galang yang saat kedua anak itu masih berseragam merah putih. Ketika semuanya belum serunyam saat ini. Saat ia dan keluarga kecilnya tertawa lepas tanpa beban. Air matanya jatuh mengurai begitu saja melepaskan sesak yang membelenggu dadanya. Jauh dari dalam lubuk hatinya ia masih menyayangi putra bungsunya itu bahkan ikut merasakan sakit ketika ia kesakitan, namun Sarah tak berdaya.
Ia melihat semuanya, sejak pertama kali keduanya memasuki rumah hingga
Aldra yang tertawa di depan pintu Sabrina. Ia mengamati keduanya dibalik dinding pembatas dapur. Ia ikut tersenyum melihat interaksi keduanya. Senyum itu memudar seiring ingatannya tertarik kembali pada saat kecelakaan mengerikan yang telah merenggut nyawa suami pertamanya. Sarah masih belum bisa sembuh sepenuhnya dari bayangan penyesalan pasca tragedi itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Angan Impian [Revisi]
Teen Fiction"𝘒𝘢𝘮𝘶 𝘵𝘢𝘩𝘶 𝘣𝘢𝘨𝘢𝘪𝘮𝘢𝘯𝘢 𝘤𝘢𝘳𝘢 𝘴𝘦𝘮𝘦𝘴𝘵𝘢 𝘮𝘦𝘯𝘺𝘢𝘮𝘣𝘶𝘵 𝘬𝘦𝘩𝘪𝘭𝘢𝘯𝘨𝘢𝘯?" "𝘈𝘳𝘢, 𝘩𝘶𝘫𝘢𝘯 𝘥𝘢𝘯 𝘭𝘢𝘯𝘨𝘪𝘵 𝘴𝘦𝘯𝘫𝘢 𝘢𝘥𝘢𝘭𝘢𝘩 𝘬𝘰𝘮𝘣𝘪𝘯𝘢𝘴𝘪 𝘺𝘢𝘯𝘨 𝘵𝘦𝘱𝘢𝘵 𝘥𝘢𝘳𝘪 𝘱𝘦𝘳𝘱𝘪𝘴𝘢𝘩𝘢𝘯. 𝘋𝘪𝘮𝘢𝘯...