08

2.6K 133 14
                                    

Ada yang lebih menyakitkan daripada patah hati ....

_____________________________

Sepi.

Itulah yang menggambarkan kediaman keluarga Bramanto saat ini. Sabrina malah sibuk bergelantung di kaki jenjang Aldra. Memang seharian ini anak itu terus menempel dengannya, membuat laki-laki dengan rahang tegas itu kewalahan menghadapi sifat manja adiknya itu.

"Dek, Mama mana, ya?" Aldra celingak-celinguk mencari keberadaan Sarah yang tak terlihat semenjak mereka pulang.

"Gak tau," balas gadis kecil itu acuh.

"Berat, Brie. Turun!" Sabrina menggeleng ribut. "Gak mau." Aldra menghela nafasnya kasar.

"Mandi, gih! Sore mau ngaji sama bu Warda 'kan?"

"Masih siang, Bang."

"Mandi sekarang, Dek!" Aldra mencoba melepaskan pelukan Sabrina dari kakinya. Tinggi anak itu hanya sampai pahanya saja, hal itu membuat Aldra gemas sendiri.

"GAK MAU ABANG JELEK!"

"MANDI SONO! LO BAU KETI GAK MALU APA SAMA MBAK VIA!" Aldra menggendong Sabrina dengan gaya bridle style sementara Sabrina sudah menjerit minta dilepaskan.

"Mandi atau gue gak mau lagi nemenin belajar sepeda?!" ancam Aldra.

"Ih ... mainnya ngancem. Gak asik!" Dibalik punggung itu Sabrina sudah mengerucutkan bibirnya lucu. Aldra buru-buru mengubah gendongannya menjadi gendongan bayi dan mengecupi seluruh Sabrina dengan gemas.

"NAJHISSS, BANG, IWH ... BAU JIGONG." Aldra sudah tertawa lepas menurunkan tubuh Sabrina tepat di depan pintu kamar anak itu

"Mandi atau abang cium lagi?!" Sabrina bergegas menutup kasar pintu kamar itu.

Brak ....

"Enggak makasih," sewot Sabrina.

🍃

"Bang, Niaz masih mau main bareng sama yang lain," rajuk Aldra kecil.

"Pulang, Yaz! Udah sore ini," tolak Galang.

"Ma, Abang jahat masa adek gak boleh main." Aldra kecil mencoba membujuknya agar Galang tak jadi membawanya pulang.

"Pulang atau mainan baru kamu gak jadi abang beliin?" ancam Galang kecil.

"Ih ... mainnya ngancem. Gak asik!" Aldra mengerucutkan bibirnya lucu. Hal itu bukannya terlihat menyeramkan justru mereka malah terkekeh menertawakan muka lucu Aldra ketika merajuk.

Tiba-tiba Sarah teringat betapa lucunya Aldra dan Galang yang saat kedua anak itu masih berseragam merah putih. Ketika semuanya belum serunyam saat ini. Saat ia dan keluarga kecilnya tertawa lepas tanpa beban. Air matanya jatuh mengurai begitu saja melepaskan sesak yang membelenggu dadanya. Jauh dari dalam lubuk hatinya ia masih menyayangi putra bungsunya itu bahkan ikut merasakan sakit ketika ia kesakitan, namun Sarah tak berdaya.

Ia melihat semuanya, sejak pertama kali keduanya memasuki rumah hingga
Aldra yang tertawa di depan pintu Sabrina. Ia mengamati keduanya dibalik dinding pembatas dapur. Ia ikut tersenyum melihat interaksi keduanya. Senyum itu memudar seiring ingatannya tertarik kembali pada saat kecelakaan mengerikan yang telah merenggut nyawa suami pertamanya. Sarah masih belum bisa sembuh sepenuhnya dari bayangan penyesalan pasca tragedi itu.

Angan Impian [Revisi]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang