ⓐⓣⓔⓛⓔⓘⓐ
"Heh cok."
Itu Edelyn. Jika umpatan kasar sudah keluar dari mulutnya, kami- aku dan teman-temanku selalu memanggilnya Udel. Alias pusar dalam bahasa Jawa. Seperti kata nenekku yang asli Jawa, 'nek ngomong sak penak udel e dewe.' Atau jika diartikan; 'kalau ngomong suka seenaknya sendiri'. Persis Edelyn jika sudah kesal.
Tidak hanya kalau sedang kesal sih. Karena sudah kebiasaan, dia sering memanggil kami begitu. Terutama kepadaku karena kami teman sebangku.
"Apa, Cok?" balasku. Tentu tak mau kalah.
"Ehe, udah bisa cursing ya lu ternyata," kekeh Edelyn. Aku mendengus. Menatapnya malas. "Apa? Mau ngapain?"
"Anterin ke kamar mandi yuk? Curiga gue keknya dapet dah. Rasanya kayak lembab-basah gimana gitu."
"Iya-iya jing. Nggak usah dilanjutin. Ambil roti Jepang dulu sana, kalau nggak bawa ambil di tas gue. Di tempat biasa." Aku memotong penjelasannya. Bisa merembet kemana-mana kalau saja aku tidak segera menghentikannya nanti. Karena ya... selain punya mulut penuh sampah yang terus-terusan luber setiap dia berbicara, otaknya juga sudah tercemar limbah. Aku tak ingin menyalahkan orang mana saja, hanya menyalahkan beberapa setan yang sedang menggerombol di belakang ruang kelas. Entah apa yang mereka lakukan tapi aku tebak itu menghasilkan dosa.
Edelyn kembali, merangkulku keluar dari kelas menuju toilet wanita dibawah tangga koridor kelas 2. Di dalam saku rok abu-abu nya terdapat satu jendukan samar yang kutebak adalah roti Jepang. Hm, rupanya gadis satu ini kurang pro dalam melakukan hal ini.
Gadis yang tingginya lebih beberapa senti dariku itu memasuki salah satu bilik. Sebelumnya mengancamku dengan beberapa gertakan dan pelototan agar aku tetap menunggunya dan tidak meninggalkannya. Aku hanya tersenyum remeh, mengibaskan tangan agar makhluk yang sudah menjadi sahabatku sejak setengah tahun lalu itu segera melakukan kebutuhannya.
Suara air mengalir cepat dari kran berbunyi. Edelyn melakukan aktivitasnya. Beberapa detik kemudian berteriak heboh sambil memanggil-manggil namaku dan menceritakan apa yang terjadi padanya. "WOI ANJING LAH JO. BANYAK BANGET DARI DEPAN SAMPE BELAKANG. MANA GUE NGGAK BAWA SEMPAK LAGI!" serunya.
Aku tak peduli. Memilih menghadap cermin dan merapikan anak rambut yang jatuh di kening dan pelipisku.
Tanpa diduga, tiba-tiba pintu toilet dibuka paksa. Seseorang berlari masuk dan segera menutupnya cepat. Badannya menempel di pintu, memejamkan mata sambil bernapas terengah-engah. Aku membatu. Memperhatikan orang itu sebentar, lalu jatuh kepada name tag yang ada di atas saku bajunya.
Hayden Sam. H.
"Ngapain Kak? Nggak salah masuk toilet kan?" tanyaku hati-hati. Takut-takut memikirkan beberapa judul artikel dari portal berita yang sering datang di notifikasi ponselku. Tentang kekerasan, pelecehan, penganiayaan, bahkan sampai pembunuhan yang terjadi di dalam toilet. Lagi pula, untuk apa seorang laki-laki masuk kedalam toilet wanita padahal jelas-jelas tanda dan keterangan sudah tertempel di depan pintu?
"Nggak," katanya beranjak dari pintu, memandangi seluruh ruangan, lalu berhenti pada bilik paling ujung. "Gue mau sembunyi di sana. Kalau temen gue atau siapapun nyariin gue, bilang aja lo nggak tau apa-apa." Dia menjelaskan, berjalan menuju bilik tersebut.
KAMU SEDANG MEMBACA
[ ✔ ] ATÉLEIA
Teen Fiction[ hwangshin ] Bukan soal badboy, badgirl, softboy, ataupun softgirl. Hanya tentang Hayden, Ryena, kecacatan, serta ketidaksempurnaan mereka. ❝We're different, totally different. Then, what's the similarity do we have? Imperfection? ❝Yes, imperfe...