23ー Spill

241 28 39
                                    

ⓐⓣⓔⓛⓔⓘⓐ




































































































































































"Dah, mau berapa lama lo ngeremin telur di sini? Mau jajan nggak lo?"

Edelyn menoleh, "Ohiya. Anjir lah jangan sampe kehabisan risoles mayo sama otak-otak ibu tengah!" Dia menepuk dahi, heboh sendiri. Segera berlari keluar toilet, membuatku harus berlari karena jika menyangkut tentang makanan, dia akan semangat melebihi kobaran api Bung Tomo.

"DEL! WOI TUNGGUIN!" teriakku. Tapi sepertinya sia-sia saja karena Edelyn beserta tubuhnya yang lincah sudah sat-set-sat-set menyelip kerumunan manusia di kios ibu tengah. Kami memanggilnya begitu, karena walau sudah agak lama berjualan disini, kami masih belum mengetahui namanya. Hanya dipanggil ibu tengah karena beliau berada di tengah-tengah kantin, begitu saja.

Aku akhirnya meninggalkan Edelyn. Tidak benar-benar meninggalkan sih, karena ia dengan cepat langsung menyejajarkan langkah denganku. "Na,"

"Hm?"

"Gue tau lo udah banyak banget nyimpen rahasia."

Aku menoleh, mengernyit. "Rahasia apaan sih?"

"Halah," balas Edelyn. Dia mengambil wadah, memasukkan beberapa makanan ke dalamnya, melumurinya dengan saus, lalu pergi ke kasir untuk membayar.

Aku menatapnya tak paham, tetapi kemudian mengikutinya. Mengambil jajananku, membayarnya, kemudian mengikuti ke mana Edelyn memilih meja.

Kami duduk berhadapan. Edelyn membuka wadah makanannya, menggigit risoles sambil menatapku dengan tatapan menuntut yang membuatku risih. "Apaan sih, Den?"

"Den?!" seru Edelyn kemudian.

Aku melotot. Baru sadar.

"Tuh, kan, bener! Gara-gara sama Hayden terus lo jadi ngelupain gue. Banyak rahasia yang nggak lo ceritain  ke gue kan? Ngaku nggak?!" seru Edelyn mengacungkan telunjuknya ke wajahku.

Aku menghela napas, lalu menyengir. "Hehehe, ya maap."

"Cerita lah, buru!" desaknya sambil menggigit risoles kedua.

Aku meringis. "Lah, lu aja lagi makan gitu?"

"Ya, lo cerita, gue ngedengerin sambil makan. Enak kan jadi gue?" Ia menaikturunkan alis.

Aku mendecak, hampir melemparnya dengan chocopiyek di tanganku jika tidak ingat kalau makanan ini lumayan. Lumayan apa? Ya, pokoknya lumayan.

"Mau diceritain dari mana?" Aku bertanya, menatapnya yang sedang mengunyah risoles dengan mulut penuh.

Edelyn memosisikan tangannya dengan gestur yang seperti, 'bentar, gue abisin ini dulu'. Aku kemudian mengangguk menunggunya menelan makanan.

[ ✔ ] ATÉLEIA  Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang