31ー Trinity

182 29 127
                                        

ⓐⓣⓔⓛⓔⓘⓐ





































































































































"Kepada Yang Terhormat Bapak Jayanagara selaku Kepala Sekolah SMA Narayana, dimohon untuk menempatkan diri demi terlaksananya prosesi inti dari acara hari ini."

Seseorang yang dimaksud bergerak dari tempatnya, melangkah maju menuju kerumunan balon yang diikat menjadi satu bersama beberapa buah amplop di bawahnya. Pria itu melambaikan tangannya seakan sedang berada di atas red carpet, membuat sorakan demi sorakan terdengar dari anak-anak muridnya yang sebagian besar kurang berakhlak mulia.

Begitu sampai di tempat, Bapak Jay menerima gunting yang sudah susah payah dihias oleh salah seorang anggota OSIS, lantas pria itu mengacungkannya tinggi-tinggi, menunjukkannya di udara.

"Anjir si Jay mau ngapain tuh?" gumam Jiro menyenggol lengan Hayden di sebelah kirinya.

"Kayak di film thriller anjir, jadi horor gini," sahut Hayden malah bergabung dengan obrolan gabut sang sahabat.

Senggolan lain datang dari belakang, adalah Shahim yang sedang melotot dan melirik Pak Jay seakan menyuruh mereka untuk diam. Dua pemuda berbeda tinggi itu menurut, kembali diam dengan wajah mengkerut.

Javier, Reno dan Echan di samping belakang Shahim menahan tawa mereka, kemudian keempatnya berhi-five ria.

'SELAMAT ULANG TAHUN!'

'SELAMAT ULANG TAHUN!'

'SELAMAT ULANG TAHUN, NARAYANA!'

'SELAMAT ULANG TAHUN!'

Bersamaan dengan kata terakhir bait itu, kerumunan balon berisi helium yang membawa sebuah spanduk kecil bertuliskan '59 th NARAYANA' dan beberapa buah amplop berisi (tetot) khas sekolah mereka itu melayang ke udara.

Semuanya bersorak, menengadah menghalau terik matahari yang bersinar penuh semangat demi menatap warna-warni puluhan balon yang perlahan meninggi dan bergerak mengarungi birunya langit.

Balon-balon itu hilang belasan menit setelahnya, setelah muncul kilauan imajiner yang menandakan benda itu sudah menghilang di langit, anak-anak didik Narayana itu baru menunduk dan beralih kepada prosesi selanjutnya.

Saking larutnya dalam lamunan, kebanyakan sampai tak sadar kalau agenda sudah dibacakan.

Bianca berdiri di depan sana, memegangi sebuah pisau dan mulai mengiris tumpeng nasi kedua- karena ada beberapa tumpeng setinggi gunung tak jauh dari tumpeng pertama dan kedua. Lalu beberapa guru senior mengiris empat tumpeng lainnya, dan beberapa perwakilan siswa mengiris tumpeng sisanya.

Piring kertas sederhana dibagikan, membuat antrian di setiap meja berisi tumpeng itu membludak.

Begitu berhasil meletakkan lauk di piringnya, Hayden buru-buru mundur. Tungkainya berjinjit, sedangkan mata sipitnya terbuka lebar untuk memfokuskan pandangannya.

Benar, ia sedang mencari Ryena.

"Nyari siapa?!" tepukan di punggung yang termasuk dalam kategori tidak main-main itu didapatkannya dengan tiba-tiba, membuatnya hampir oleng jika lengan yang lebih kurus tidak langsung memegangi bahunya dengan erat.

[ ✔ ] ATÉLEIA  Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang