ⓐⓣⓔⓛⓔⓘⓐ
Beberapa hari terakhir ini hidupku terasa lebih datar. Seperti yang biasa terjadi, aku akan pergi ke sekolah di pagi hari, lalu pulang sekitar siang menuju sore atau menuju petang, entahlah tergantung jadwal. Karena aku tidak mengikuti banyak ekstrakurikuler- hanya dance dan paskibra- jadi jadwalku juga tidak sepadat yang lainnya.
Lain halnya dengan Jeje yang akhir-akhir ini lumayan agak sibuk. Katanya akan ada class meeting yang diadakan bersamaan dengan stand semesteran. Dia sibuk berlatih basket, futsal hingga voli. Sibuk sekali sekolahku ini, yang dulu saja tidak seperti ini. Ya.
Persiapan stand? sudah lumayan lah 80%. Orang-orang yang akan bertanding di class meeting nanti saja yang belum ditentukan. Kalau kata Bima- ketua kelas 2-3 alias kelasku-'Pikir keri'. Begitu. Iyalah, lebih baik memikirkan UAS yang sudah di depan mata daripada class meeting yang akan menjadi ajang persaingan antar kelas secara tidak langsung malah membuat buyar semuanya. Tapi, memang dasar hanya mulut saja, nyatanya dia malah mengajak kami sibuk berdiskusi sedangkan anak-anak kelas lainnya malah bersantai entah di mana.
Karena itu, di sini- di rumah Bima, aku, Rina, Jeje, Edelyn dan Bima sedang belajar bersama. Bukan sih, belajarnya sudah selesai. Sekarang kami sedang makan siang dan membicarakan sedikit soal class meeting minggu depan. Maksudku minggu depannya lagi karena minggu depan adalah minggu UAS.
"Nggak deh, mending lo aja Na kalo mau voli," kata Bima tiba-tiba membuatku yang akan memasukkan nasi goreng buatan Mama Bima jadi batal. Alisku mengernyit. "Hah, apaan? gue nggak bisa voli."
"Masa sih, katanya lu pernah main kan pas SMP?" Edelyn menyahut, lalu menyendokkan nasi ke mulutnya.
"Cuma main doang woi. Servis aja melenceng anjir. Nggak bisa gue nggak bisa," elakku.
Jeje melengkungkan bibirnya. Sementara Bima berpikir keras. Rina dan aku bertatapan. Edelyn sibuk memandangi lukisan-lukisan di tembok ruang makan Bima. "Bim, lo pernah bertanya-tanya nggak sih kenapa lukisan dibuat?" gumam Edelyn memecah hening.
Bima melirik malas, sudah menduga pertanyaan random Edelyn pasti akan keluar di waktu yang tidak tepat. Disaat dia sedang pusing memikirkan class meeting, Edelyn tiba-tiba menyeletuk dan berhasil membuat pikirannya buyar seketika. Rasanya ingin menendang Edelyn untuk mewakilinya tapi aku juga merasa tidak tega.
"Del, mending lo diem. Bantuin kita mikir!" sindir Jeje mewakili kata hati semua orang di meja ini-mungkin kecuali Rina karena gadis itu tampak tak terusik sejak tadi.
Edelyn cemberut. Lantas menelungkupkan kepalanya di antara lipatan tangan.
"Masa iya gue? Tapi ya nggak apa-apa sih keknya. Gue pernah coba voli bareng Kak Luna tahun kemarin. Tapi cuma jadi cadangan?" Rina menyeletuk. Membuat kami seketika memberikan seluruh atensi kepadanya.
"Oiya ya." Bima mengangguk-angguk. "Masa gue lupa sama anak kelasan sendiri."
"Masa lo lupa sama anak kelasan sendiri?" Jeje mengulangi. "Eh, tapi kan lo juga ikut matiin lawan kan pas itu?" lanjut Jeje bertanya kepada Rina.
Rina mengangguk. "Iya sih..... kayaknya?"
"Hooh. Itu Rina kan yang lempar smash langsung bikin penonton tribun heboh soalnya tiba-tiba banget?" Edelyn kini menimpali. Sedangkan aku hanya diam saja karena... Hei aku kan murid pindahan. Mana tahu kejadian tahun lalu???
KAMU SEDANG MEMBACA
[ ✔ ] ATÉLEIA
Dla nastolatków[ hwangshin ] Bukan soal badboy, badgirl, softboy, ataupun softgirl. Hanya tentang Hayden, Ryena, kecacatan, serta ketidaksempurnaan mereka. ❝We're different, totally different. Then, what's the similarity do we have? Imperfection? ❝Yes, imperfe...