ⓐⓣⓔⓛⓔⓘⓐ
Aku tidak akan menceritakannya dari awal lagi. Tidak perlu dari pemanasan, bel masuk yang berbunyi nyaring, ataupun rombongan kelas yang berlarian menuju lapangan dan menduduki tribun. Walaupun ini hari terakhir class meeting, agenda paginya masih begitu-begitu saja. Sama dengan yang sudah-sudah.
Waktu bergulir. Setelah pertandingan futsal yang dimenangkan oleh 3-5 di posisi pertama, 1-3 di posisi kedua, dan 2-2 di posisi ketiga. Sekarang adalah saatnya final basket putra. Terasa begitu menegangkan karena tiga tim yang bertanding sama-sama punya kekuatan untuk menaklukkan si bulat oranye.
Tentu saja, 3-5 punya Hayden, Kak Arjuna dan Kak Shahim, 2-3 punya Jeje yang selalu semangat, Bima si jangkung dan Haidar yang berkali-kali berhasil mencetak tiga poin sekaligus, lalu 1-1 punya Josan si bocah jangkung mirip anak ayam yang jika berdiri di dekat tiang malah seperti berdiri di dekat kembarannya. Tinggi kurus sih.
Kak Chantika memanggil tim 1-1 dan 2-3 untuk bertanding terlebih dahulu sebelum pemenangnya melawan 3-5 untuk menjadi pemenang yang sesungguhnya. Karena tim 3-5 meraih poin tertinggi, maka tim tersebut akan ditandingkan di akhir. Begitu juga dengan lomba-lomba yang lain. Kecuali estafet dan sprint, sih.
Tribun riuh ketika dua tim berbeda tingkatan itu memasuki lapangan. Tiap anggotanya saling ber hi-five sebelum menempatkan diri di posisi masing-masing. Kak Arjuna yang kini menjadi wasit melempar bola tepat di tengah lapangan, lalu begitu benda bulat itu jatuh ke tangan pemain 1-1, tribun timur mendadak ramai dan sibuk memanggil-manggil nama si pemain.
"KA-I!! KA-I!! KA-I!!"
Begitu kira-kira.
Bagai anak ayam yang mengejar induknya. Semua lelaki dengan dua macam jersey yang berbeda itu terus mengikuti kemana arah si oranye bergerak. Aku dan Rina di sampingku hanya bisa saling menggenggam erat tangan- malah seperti memeras saking eratnya- karena tidak bisa berteriak-teriak menyerukan nama para pemain. Suaraku mendadak serak tadi pagi dan membuatku panik untuk beberapa saat takut tiba-tiba terjadi sesuatu.
Lalu setelah hampir menangis dan mengadu kepada Bunda yang kemudian memberikan air hangat untuk kuminum, aku kembali tersenyum cerah karena suaraku sudah mulai jelas kembali.
Dasar drama.
Chendana mengambil alih bola dengan cepat setelah benda itu melewati ring dan membuat heboh tribun timur bawah. Dia sepertinya memanfaatkan kondisi 1-1 yang lengah karena euforia sehingga dengan mudah mengimbangi skor dengan melemparnya ke ring lawan dengan santainya. Gantian kami yang bersorak heboh mengalahkan riuhnya supporter 1-1 seakan mengejek.
Jeje menyempatkan diri mengulur tangannya untuk sekadar ber-tos ria dengan Chendana sebelum lelaki mirip rubah itu merebut bola yang menuju ke arah ringnya. Setelah membalik arah dan melakukan dribbling ke arah ring lawan dengan beberapa gerakan tipuan, dia mencoba memasukkannya ke ring dengan jarak yang lumayan jauh.
Sayangnya, gagal.
Bima dengan gesit meraih bola yang hampir diambil alih oleh tim lawan, lalu mencoba melakukan three point. Sayangnya, gagal lagi.
Tak tinggal diam, Haidar yang tampak merasa geregetan segera merebut si bulat oranye dari tangan Bima dan melemparnya seperti biasa. Ajaib, three point! Dengan begitu, tribun selatan bawah langsung ricuh dengan suara jeritan gadis dan seruan nama Haidar yang mendominasi.
KAMU SEDANG MEMBACA
[ ✔ ] ATÉLEIA
Teen Fiction[ hwangshin ] Bukan soal badboy, badgirl, softboy, ataupun softgirl. Hanya tentang Hayden, Ryena, kecacatan, serta ketidaksempurnaan mereka. ❝We're different, totally different. Then, what's the similarity do we have? Imperfection? ❝Yes, imperfe...