34ー The Dream

199 28 104
                                    

ⓐⓣⓔⓛⓔⓘⓐ







































































"Kenapa gan?"

"Anjir, santai banget lo? Kamar lo kedap suara apa gimana?"

Ryena mengernyit, kemudian hanya mengedikkan bahu. "Nggak sih, kenapa?"

"Nggak apa-apa. Emang nggak takut Bunda atau Bang Ino dateng terus nanya-nanyain lo, gitu?"

"Hng, iya sih. Tapi nggak juga."

"Lah?"

"Leh?"

"Loh?"

"Apaan sih, njir?!" decak Ryena geleng-geleng kepala. "Kenapa? Tumbenan nelpon. Lo emang kebiasaan begadang apa gimana sih, kayaknya tiap gue mau download film lo gangguin mulu?"

"Gangguin lo? Hehe. Ya maaf, gue kan nggak tahu."

"Hm. Jadi lo begadang atau nggak?"

"Nggak."

"Hng, terus?"

"Gue... mimpi."

Ryena mengernyit. Karena balasan Hayden barusan, entah mengapa ia jadi merasa berdebar. Jantungnya berdetak lebih kencang. Bukan karena ia menebak Hayden memimpikan dirinya atau bagaimana, tetapi sepertinya ia tahu mimpi yang dimaksud Hayden akan merembet kemana.

"Mama... gue mimpiin Mama. Gue mimpiin malam itu."

Ryena diam. Ia tak tahu harus menjawab apa. Jadi yang bisa ia lakukan hanyalah mendengarkan cerita Hayden tanpa mencoba untuk menyelanya dan menuntut lelaki itu bercerita jika memang dirinya sudah tak ingin. Ryena hanya bisa berusaha untuk menjadi pendengar yang baik untuk Hayden, karena ia sendiri tak tahu apakah bisa membantu lelaki itu.

"Adegan setiap detiknya masih kegambar jelas di otak gue. Semuanya. Semua detail, semua suara yang bahkan cuma bisikan, gue ingat semuanya."

"Ryena... "

"Hm?"

"Gue boleh kan cerita gini sama lo?"

"Boleh. Kenapa nggak boleh?"

"Nggak apa-apa,"

Jeda.

"Gue selalu cerita sama LucYeci setiap abis mimpi. Dan dia yang nggak bisa ngasih apa-apa cuma bisa meluk gue dan kasih kata-kata lembut yang nggak bakalan gue dapetin pas hari-hari biasa. Kurang ajar emang!"

[ ✔ ] ATÉLEIA  Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang