47 Perpisahan

80 12 0
                                    

Tenanglah, perpisahan bukanlah akhir dari segalanya, melainkan awal dari kita untuk memupuk rindu

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Tenanglah, perpisahan bukanlah akhir dari segalanya, melainkan awal dari kita untuk memupuk rindu.





"Terus motornya gimana?" Tanya Umi pada kami berdua ketika kita berangkat menuju makam Abi.

"Nanti suruh orang mi" jawab Mas Gibran.

"Oo gitu, emang ada yang mau?" Tanya Umi lagi.

Umi memang jika ada Mas Gibran aku di cuekin, yang diajak ngobrol terus Mas Gibran nya.

"Adalah mi, kan itu sebuah pekerjaan" jelas Mas Gibran dan Umi mengangguk paham.






Tiga puluh menit kami menempuh perjalanan, akhirnya sampai juga kami di makam Abi.

Rasa kehilangan masih terpancar di wajah Umi, terlihat dia menyeka air mata ketika sedang membacakan tahlil.


Aku berusaha sekuat mungkin untuk tidak mengingat kejadian-kejadian saat bersama Abi, karena itu adalah senjata ampuh bagiku untuk mengeluarkan air mata.




Kami bertiga membacakan tahlil yang dipandu oleh Mas Gibran secara langsung.










...........

"Masih ngambek ni ceritanya?" Tanya Mas Gibran padaku ketika kami sudah sampai dirumah.

Aku hanya diam saja.

Aku meletakkan tasku di meja rias dan berlalu ke almari untuk mengambil baju ganti.

Saat aku sudah mengambil baju ganti aku balik badan.

Sangat terkejut, aku menabrak Mas Gibran yang mungkin dari tadi berdiri di belakangku.


Aku memandanginya heran dan bergeser untuk melangkah ke kamar mandi. Namun gagal, Mas Gibran semakin mendekatiku sampai aku terpepet ke almari.

Mungkin maksud Rumi kaya di drakor-drakor itu kali.


"Kenapa sih Mas" kataku tanpa menatap wajahnya.

Dia menempelkan telapak tangannya di almari, seperti di film-film itu loh.

Mas Gibran membelai pipiku dengan lembut.

Aurellia, Love Story Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang