Dira

116 6 0
                                    

Fira sudah berada di rumah ini. Rumah besar tapi sepi, membuat dunianya kembali lagi. Dunia kesendiriannya, dunia sepinya.

Tidak ada siapapun disini, kecuali Fira dan orang-orang yang bekerja di rumah ini. Mami Fira yang terlalu sibuk dengan pekerjaannya, Papi Fira yang terlalu banyak menghabisakan waktu nya di luar negeri dan ini juga karena pekerjaan.

Dengan lesu Fira melangkahkan kakinya menaiki tangga, saat anak tangga ke lima seseorang memanggilnya membuat dia harus menghentikan langkahnya.

"Ada apa bi?" Fira menoleh ke belakang dan mendapati bibi dibawah.

"Non mau dibuatin minum apa? Pasti capek kan baru pulang sekolah?" Bibi bertanya dengan lembut, Fira berharap perkataan itu keluar dari mulut sang mami. Namun harapannya hanya akan berlalu begitu saja, tidak berniat untuk terwujud.

Fira tersenyum manis "cokelat panas aja bi" kemudian dia kembali melangkahkan kakinya menuju kamarnya.

***
Fira membersihkan tubuhnya sekitar setengah jam. Setelah selesai, dia menjatuhkan tubuhnya di kasur. Mentap langit-langit kamar yang selalu bisa menenangkannya.

Kamarnya yang dipenuhi dengan hal-hal yang berkaitan dengan malam. Lukisan aurora borealis dan bintang-bintang kecil memenuhi langit kamarnya.

Fira tersenyum tipis, sangat tipis. Kemudian setetes air mata jatuh di pipinya. Melihat aurora dia teringat seseorang, seseorang yang sangat dirindukannya.

Flashback on
"Fir? Lo liat deh ini. Cantik banget kan" seseorang menyodorkan tablet kepada Fira dan tersenyum antusias.

"Wahh cantik banget bang. Ini apa? Kok Fira baru liat ya? Itu editan ya?" Fira terus saja menatap tablet itu tanpa berkedip. Dia benar-benar terpesona.

"Nggak Fir. Ini tuh namanya aurora borealis. Hanya ada di beberapa negara, dan itu negara yang punya musim saljunya misalnya di Norwegia, Swedia, dan Finlandia" orang tersebut menjelaskan secara detail.

"Besar nanti abang mau ke Norwegia, mau lihat aurora" orang itu selalu saja tersenyum melihat tampilan video yang menampilkan aurora itu di tabletnya.

"Kenapa harus Norwegia?" Tanya Fira penasaran, karena kan ada Swedia yang selalu di idam-idam kan banyak orang. Tapi abang nya malah memilih yang jarang dipilih orang lain. Fira saja baru mengetahui negara Norwegia ini.

"Abang suka aja sama Norwegia. Tidak semua yang kita suka harus memiliki alasan kan Fir?" Orang itu melihat Fira sambil tersenyum "Nanti kalau abang berhasil, abang pasti ajak lo, mami dan papi. Kita lihat aurora bareng-bareng" dia mengelus lembut kepala Fira.

***
Fira berdiri dan duduk di meja belajar nya. Termenung beberapa saat. Menutup kedua matanya. Mengingat kebahagiaannya dulu. Sebelum semuanya di renggut oleh semesta. Suara tawa anak perempuan dan kedua anak laki-laki menggema di telinganya.

Dan bersahut-sahutan juga dengan suara teriakan dan tangisan anak perempuan juga menggema di telinganya.

Tanpa sadar air mata Fira lolos keluar dari kedua matanya. Kemudian Fira membuka kembali kedua matanya, berjalan dengan lesu menuju balkon dan menutup pintunya rapat-rapat. Keadaan diluar benar-benar sepi. Karena balkon kamar Fira berhadapan dengan taman belakang rumahnya, taman yang jarang dikunjungi oleh orang-orang yang berada dirumah ini, kecuali Fira yang sejak kepergian'nya' sering sekali mengunjungi taman itu.

Fira teriak sekeras-kerasnya. Menangis dengan wajahnya yang di condong kan kedepan melewati pagar balkon, agar angin dapat menampar halus wajahnya.

Fira menangis, mengeluarkan semua yang sudah tertahan sejak kepergian'nya'. Untuk kali ini dia tidak ingin berbohong tentang perasaannya, untuk kali ini dia harus rela kalah oleh bumi karena air mata itu berhasil lolos dari matanya. Untuk kali ini, hanya untuk kali ini.

Fira merasa dirinya sudah seperti zombie, berantakan. Dia menjatuhakan bokongnya di tempat duduk yang ada disitu, kemudian menatap lurus kedepan.

Dirumah yang sama tapi ruangan yang berbeda, seorang wanita paruh baya meletakkan secangkir cokelat panas di meja.

Dia mendengar semua nya, semua teriakan dan tangis Fira. Hatinya menjerit mendengar itu, tidak menyangka sampai sekarang Fira masih merasa terpukul, bahkan sekarang dia lebih rapuh.

Beberapa tetes air matanya pun sukses keluar dari kelopak matanya.

"Seandainya aden masih ada, mungkin non Fira gak akan serapuh ini"

Dia tidak sanggup lagi mendengar tangisan itu dan segera keluar dari ruangan itu dan menutup rapat pintu ruangan itu.

***
Hari sudah malam. Bulan dan bintang menggantikan pekerjaan matahari untuk menemani manusia.

Fira duduk di meja belajarnya, membuka buku dan belajar pelajaran yang akan di pelajari esok hari di sekolah.

Setelah semua tugasnya selesai, Fira melihat lukisan yang ia tempel di meja belajarnya. Suatu hari nanti gue pasti kesini bang, mewujudkan impian lo*batinnya sambil tersenyum tipis.

Kemudian dia mengambil laptopnya, melihat informasi lebih tentang tempat yang akan dikunjunginya, mempelajari sedikit bahasanya.

***
Fira sudah sampai kelasnya. Masih sepi. Dia yang datang terlalu pagi atau teman-temannya yang malas datang pagi. Entah lah, Fira tak ingin ambil pusing soal itu.

Fira menyusun buku-buku mata pelajarannya di laci, sesuai dengan mata pelajaran yang akan di pelajari hari ini. Sudah menjadi kebiasaannya, agar nanti tidak perlu lagi repot untuk mengambil ke dalam tas.

Di tengah-tengah kesibukannya, seseorang datang-membuat Fira terkejut.

Dave. Si ketua kelas yang berusaha untuk mendekati Fira. Fira tahu itu. Dia menyadarinya, dari gerak-gerik dan semua sikap Dave selama ini. Tapi dia bersikap seolah-olah biasa saja. Bukannya jahat, hanya saja Fira tak ingin memberi harapan pada Dave, karena dia tak punya perasaan apapun.

Jalani saja dulu, soal perasaan yang nantinya akan berubah, Fira terima itu. Tapi yang pasti untuk saat ini tak ada perasaan apapun untuk Dave.

"Hey Fir, tumben lo pagi banget gini datengnya" Dave menyapa sembari meletakkan tas nya, kemudia berjalan menuju kursi Fira.

"Gue yang kepagian atau lo yang telat? Secara kan ketua kelas harus datang lebih pagi dari yang lainnya" Fira menaikkan sebelas alis nya sementara Dave menyengir.

"Hehe, telat bangun gue tadi" Fira hanya mendengus mendengar perkataan Dave.

Secara tidak sengaja Fira melihat ke arah pintu. Matanya menangkap sosok yang sedang di perjuangkan saat ini. Saling memandang.

1 detik
2detik
3detik

Hingga akhirnya Dimas memutuskan kontak mata itu secara sepihak. Yup! Dimas yang sudah melihat Fira berbicara dengan Dave.

Fira takut, takut kalau Dimas salah paham. Meskipun dia tidak tahu bagaimana perasaan Dimas setelah melihat dia dengan Dave.

Fira takut kalau Dimas semakin membenci nya dan perjuangannya akan lebih berat. Padahal akhir-akhir ini dia merasakan sedikit kepedulian Dimas, walau hanya sedikit.

Huftt harus lebih besar lagi ini perjuangan*batin Fira mendengus kesal sambil menatap lurus ke arah pintu. Seolah tidak memperdulikan lagi Dave yang sedang dalam keadaan bingung masih setia duduk di sebelahnya.

Please Comeback To Me [End/Selesai]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang