Aku akan selalu berusaha semampuku untuk bisa mengambilmu kembali, walaupun kamu memintaku untuk berhenti, aku tidak akan melakukannya, sampai aku benar-benar lelah dengan semuanya.
-FiraFira selalu berbicara, sementara Dimas hanya diam tidak menanggapi ucapan Fira. Walaupun begitu dia tetap mendengar apa yang Fira bicarakan.
Ya! Dimas menerima permintaan Roy dan Rio untuk mengantar Fira pulang. Membuat mereka harus berada berdua di motor ini, dengan Fira yang dibonceng Dimas. Tampak Fira yang selalu berbicara sementara Dimas hanya diam. Ntah dia mendengarkan Fira atau tidak, Fira tidak perduli itu. Yang dia inginkan hanya berbicara.
"Bang Dim, abang ingat gak?" Fira mengawali pembicaraannya "Dulu tuh kita sering main disana" Fira menunjuk sebelah kiri mereka yang terdapat lapangan bola, tanpa diketahui Fira, dibalik helmnya Dimas memperhatikan arah yang ditunjuk Fira "Ya walaupun dulu cuman abang yang main, aku nya enggak hehehe. Tapi kan abang juga dulu sering ya ngajarin aku buat main bola. Abang tahu gak? Aku udah bisa main bola loh, aku juga dulu selalu menang diwaktu main bareng sama anak anak komplek dulu. Itu berkat abang. Makasih ya bang. Oh iya abang udah punya pacar ya?" Pertanyaan Fira sukses membuat Dimas menaikkan alisnya, meskipun tidak dilihat Fira
"Tadi tuh aku lihat abang pegangan tangan sama cewek di koridor, yahh aku pikir itu cewek abang. Soalnya kalian mesra banget. Tapi bang, posisi aku sebagai adik abang gak ada yang gantikan? Inget ya, aku gak rela kalau sampai ada yang gantiin posisi aku" sakit memang saat Fira mengatakan adik, sakit untuk hati Fira sendiri. Karena selama ini Fira mau Dimas menganggapnya lebih dari adik.
"Bang Dim? Aku kangen banget loh sama abang. Abang kangen gak sama aku? Kangen gak disaat kita dulu selalu bareng. Abang yang dulu selalu ngelindungin Fira. Abang yang dulu selalu nemenin Fira. Abang yang dulu selalu kasih apapun buat Fira. Abang yang dulu selalu kasih perhatian buat Fira. Abang yang dulu selalu marah kalau penyakit Fira kambuh lagi karena gak makan. Abang yang dulu selalu bertingkah konyol demi melihat kembali Fira yang ceria ketika Fira sedih. Abang yang paling Fira sayangi, setelah bang Raka. Fira sayang banget sama abang. Satu satunya abang yang Fira punya saat ini di dunia ini. Tapi Fira harus kembali kehilangan abang Fira. Fira kangen sama bang Dimas, kangen banget. Tolong jangan jauhin Fira lagi bang, please, hiks.....hiks..." Fira menangis di pelukan Dimas. Dia benar benar merindukan sosok Dimas di hidupnya. Sosok Dimas yang selalu mengisi hari-harinya. Mewarnai hidupnya. Sosok Dimas yang selalu ada untuknya.
Dimas memegang tangan Fira yang melingkar di pinggangnya. Menghelusnya dengan sayang. Memberi ketenangan di setiap elusannya. Akh, dia benar-benar gagal menjadi seorang abang untuk Fira. Benar-benar gagal menuruti perkataan seseorang. Apa yang harus dilakukannya saat ini? Entahlah, Dimas tidak ingin memikirkannya sekarang. Dia hanya ingin menenangkan pikirannya yang kacau!
Motor Dimas berhenti tepat di depan rumah besar dengan pagar yang cukup tinggi. Dengan hati-hati Fira turun dari motor Dimas dan membuka helmnya lalu memberikannya kembali pada Dimas. Dimas menerimanya.
"Makasih loh bang udah nganterin aku. Gak nyangka bisa naik motor abang lagi. Setelah sekian lama tentunya." Sejak turun tadi senyuman Fira tidak pernah luntur di wajahnya itu. Dimas hanya mengangguk dan menyalakan motornya.
"Hati-hati bang. Jangan ngebut-ngebut. Langsung pulang ya. Salam untuk bunda. Dadahhh" bersamaan dengan itu Dimas langsung berlalu meninggalkan rumah itu. Rumah yang dulu selalu dikunjunginya
***
Dimas sudah berada di kamarnya, lebih tepatnya, balkonnya. Tempat favorit Fira ketika datang kerumahnya. Dia duduk di kursi yang ada di balkon itu. Kursi panjang yang selalu diduduki ketika Fira datang ke rumahnya. Hari ini sudah malam, dan Dimas duduk menatap ribuan bintang yang ada di langit sana, dengan sebuah foto yang ada di genggamannya. Sebuah foto yang menampilkan tiga orang anak yang tertawa bahagia menatap kamera, seorang cewek di tengah, dan dua orang cowok mengapitnya."Abang kenapa?" Suara lembut seseorang membuat Dimas menoleh kesamping.
"Eh? Sejak kapan bunda disini?" Bukannya menjawab pertanyaan bundanya, Dimas malah balik bertanya.
"Sejak bunda liat abang liatin foto itu terus nangis" Bunda tersenyum menatap putra nya itu.
"Dimas rindu dia bun" Bunda hanya mengangguk mendengar ucapan anaknya, sudah dua tahun sejak kepergian nya membuat anaknya dipenuhi rasa bersalah.
"Rindu itu pasti. Karena kalian dulu deket banget. Tapi jangan hidup di lingkaran masa lalu, jangan meratapi kesedihan. Karena itu akan semakin memperburuk suasana" Dimas mencoba meresapi maksud dari Bundanya itu.
"Gimana dengan Fira? Apa kamu masih marah sama dia?" Pertanyaan Bundanya membuat Dimas terbungkam.
"Bunda pikir gak mungkin Fira ngelakuin semua itu. Bunda kenal dia. Dia itu sayang banget sama kamu. Dia gak akan membiarkan orang yang dia sayang akan terluka" Dimas terpaku mendengar ucapan Bunda nya.
"Dimas masih kecewa sama Fira bun, tapi Dimas lebih kecewa sama diri Dimas sendiri. Seandainya dulu Dimas bisa menahan semuanya, pasti gak akan menjadi seperti ini." Dimas menatap lurus ke depan.
"Gak usah takut. Ini semua bukan salah kamu. Tapi ini udah takdir. Seperti yang Bunda bilang tadi. Jangan hidup di lingkaran masa lalu. Boleh menjadikannya sebagai pelajaran, tapi tidak untuk meratapinya" seolah mengerti maksud dari keterdiaman anaknya itu. Bunda tau apa yang terjadi pada anaknya, semuanya. Tanpa ada satupun yang disembunyikan Dimas.
"Jadi yang harus Dimas lakuin apa Bun?" Bunda terdiam sebentar mendengar ucapan anaknya itu.
"Coba kembali seperti dulu. Jangan mencoba lari dari masalah"
"Tapi Dimas takut bun. Dimas belum bisa."
Bunda tersenyum kepada Dimas. Dimas tetap lah Dimas. Sudah sebesar apapun dia, tapi kalau sudah berhadapan dengam bundanya pasti akan kembali menjadi Dimas kecil yang manja.
"Kamu coba pelan-pelan. Pasti bisa. Gak usah terburu-buru" bunda memeluk Dimas dan mencium keningnya dengan sayang. "Oh iya, bagaimana dengan Fira? Apa kamu sudah bisa memaafkannya?"
"Belum bun. Dimas masih kecewa sama dia"
"Itu terserah kamu. Tapi satu bunda ingatkan. Jangan sampai menyesal di kemudian hari. Kamu sudah dewasa, harus sudah bisa membuat keputusan. Tapi saran bunda, kamu seharusnya maafin dia"
"Akan Dimas fikirkan lagi bun"
Kemudian Dimas memeluk Bundanya dengan sayang dan meneteskan air mata "makasih bun." Ucapan Dimas membuat Bunda juga ikut meneteskan air mata. Dimas masih muda tapi sudah mendapat masalah seperti ini. Jujur, dia sendiri rindu dengan Dimas yang dulu selalu ceria, berbeda dengan sekarang.
Kemudian bunda meninggalkan Dimas. Mencoba memberinya ruang untuk berfikir apa yang akan dilakukan kedepannya. Dimas sudah dewasa dan dia harus bisa membuat keputusan.
Tbc :)
Sorry sorry nih gak ada foto babang Dimas nya, lagi gak mood sebenernya UP, ini udah lama aku ketik, tinggal UP aja
KAMU SEDANG MEMBACA
Please Comeback To Me [End/Selesai]
Fiksi RemajaTerkadang perubahan seseorang membuat kita menjadi lebih dewasa. Tapi ada dua kemungkinan konsekuensi yang akan kita terima, baik dan buruknya. Baiknya, kita dapat kembali lagi bersama-sama dengannya. Dan buruknya, kita akan kehilangannya. #2 in tee...